Buku-buku jarinya memutih, setelan tuxedo yang ia gunakan basah kuyup diguyur hujan yang terus memburu siapapun yang ada dibawahnya. Petir dan angin kian bersorak-sorai, menyaksikan peristiwa akbar bersamanya.
Bukan main, kejutan yang luar biasa. Siapa sangka, ayahnya, menikah lagi? Ia menatap rumahnya yang telah dihias sedemikian rupa, semudah itu ayahnya menerima orang asing?
Netranya menangkap ayahnya mendekap seorang anak perempuan. Ah, pasti anaknya wanita itu ya? Mengusap surai anak itu dengan sayang, padahal ayahnya tidak pernah tuh mengusap surainya seperti itu lagi semenjak ayah dan bundanya bercerai.
Ia terkekeh sambil memijat pelipisnya, pusing. "Iri banget gua anjing"
Ia semakin menarik tubuhnya menjauh dari kediamannya, mengabaikan fakta bahwa ayahnya tengah berbahagia.
Yang bisa membuatnya bahagia hanya satu, keluarganya. Keluarganya yang semula utuh, itu saja. Is it too much to ask?
Grep
Tarikan pada pergelangan tangannya itu, sontak membuat empunya refleks menoleh. Melihat siapa tersangka yang berani menarik tangannya dengan iseng disaat suasana hatinya sedang kacau.
Ditatapnya oknum yang kini juga balik menatapnya "Apa sih?" Terang-terangan ia tunjukkan ketidaksukaannya.
"Seengganya ucapin selamat buat mereka, Idan"
Ia menarik pergelangannya, "kalo gitu tolong sampein ucapan selamat gua ya" senyum merekah menjadi penghias basa-basi disana, ditepuk-tepuknya pundak saudara laki-lakinya itu.
Tungkainya ia bawa berlalu pergi menjauh. Ia malas berlama-lama disana, acara tidak penting.
"Obey me, Zaidan Catra Prabawa. Selagi kamu masih tinggal disini, ikuti aturannya. Hormati penghuninya"
Zaidan berbalik, "Obay obey, bokap lo udah ga peduli sama gua Jerikho." Zaidan mengibas-ngibas tangannya.
Dilanjutkannya langkah yang tadi tertunda, "kalo dia peduli, he shouldn't get married rn. Jerikho. Gua udah pernah bilang, i don't wanna someone else in my life kecuali bunda"
Jerikho mematung, Zaidan benar. memang benar adanya saat ayah dan bundanya berpisah, Zaidan berkata demikian kepada seisi rumah. Anggaplah sebagai peringatan, untuk ayahnya.
Tapi sialnya, ayahnya juga berjanji. Bahwa dirinya tidak akan menikah lagi. Itu, janjinya pada Zaidan. Setidaknya janji itu berlaku selama 3 tahun terakhir, hingga akhirnya ayahnya memutuskan untuk mengingkari janji yang ia ambil sendiri.
Tepat hari ini, ayahnya mengingkari janjinya pada Zaidan. Ayahnya mantap, ia ingin menikah lagi.
Tentu hal ini membuat Zaidan meledak. Beberapa hari ini ia bahkan melihat Zaidan berselisih paham dengan ayahnya.
Adiknya itu memang keras perangainya, cenderung meledak-ledak. Pawangnya? Tentu saja bunda. Zaidan cuma bocah cengeng dimata ibundanya.
Sifatnya yang terlalu tertutup juga membuat Jerikho semakin sulit memahami Zaidan. Bocah itu rumit, dan seolah-olah membentengi dirinya dari siapapun.
Selama ia hidup bersama dengan adiknya, ia hanya tau jika orang yang bisa mendengarkan cerita-cerita Zaidan hanya bundanya, dan benda-benda mati yang tinggal didalam kamar Zaidan.
Fakta ini membuat Jerikho selalu kelimpungan, jangankan teman curhat, teman dekat saja sepertinya Zaidan tidak punya. Makanya, saat bocah itu pergi dari rumah, Jerikho selalu clueless. Bingung mencarinya kemana.
Tapi untuk sekarang ini, biarlah dirinya yang kerepotan nanti. Jerikho sadar, Zaidan butuh ruang untuk menenangkan diri.
÷
Introducing, Zaidan and Jerikho.