Pulang

9 2 0
                                    

Matahari belum mulai bekerja, entahlah aku juga ingin dia tidak cepat-cepat tinggi. Sepanjang jalan menuju Itya, ada yang mengganjal di sini, aku tidak tahu.

Kami semua benar-benar pergi dari Melawa. Martin bertanggung jawab atas semua akomodasi, dan dia benar-benar membuktikan ucapannya. Sepanjang perjalanan, kami tidak menemukan masalah berati. Namun, ketika aku memintanya untuk bertemu Ian, Martin menolak.

“Aku tidak bisa Nou, kita tidak bisa mengambil risiko terhadap ibunya. Jika aku mendengar cerita dari Gil, dia bukan orang yang bisa dipercaya. Jadi aku minta maaf.”

Aku benar-benar tidak punya kesempatan untuk mengucapkan terima kasih.

“Hei.” Martin mendekat, semua orang sedang sibuk memersiapkan kapal. Sedangkan aku sibuk menatap pantai tenang pagi ini. “Laut sangat tenang.”

“Ean juga menyukai pantai, kami pernah beberapa kali ke sini saat ulang tahunku,” jawab Martin.

“Benar, dia memang begitu.”

“Nou,” panggilnya, dia masih menatap jauh ke arah laut, mencoba mencari ujungnya. “Apa kau masih berpendapat begitu soal ayahku, maksudku setelah kau bertemu dengannya.”

“Entahlah, manusia itu rumit. Dia dalam seperti lautan. Manusia lain tidak pernah berhasil menyelaminya.”

Dia menunduk, masih tidak bisa mencari lubang yang bisa ia jahit. Barangkali prasangka bisa cukup menjadi prasangka saja. Aku tidak mau berkomentar lain, Andreas bersikap seperti raja dan ayah yang menyenangkan. Namun serigala selalu dapat berbulu domba.

“Kau benar.” Martin meringis.

“Nou,” itu bukan Martin. Tetapi Gil mendekat sembari membawa sebuah bungkusan beludru berwarna biru tua di tangannya.

“Aku ingin bicara berdua dengannya. Bisa bicara dengan Nou sebentar?”

Martin menatapku sebentar, “kau baik-baik saja?” Aku mengangguk, Gil tidak akan melakukan apa pun padaku. “Aku aman bersamanya,” sahutku.

Setelah punggung Martin menjauh, cukup jauh untuk dapat mendengar percakapan aku dan Gil, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam bungkusan beludru itu. Tangannya gemetar, tapi dia tidak berhenti membuka lapisan kain lainnya. “Apa itu Gil?”

“Ini, kau boleh membenciku setelah ini, tapi aku yakin jika ini milikmu. Aku membawanya, karena aku ingin kau memiliki apa yang seharusnya menjadi milikmu.”

“Apa maksudmu?”

“Ini.”

Ketika cahaya matahari masuk barang seberkas melewati bayangan kami berdua. Gil membawa tanganku menyentuh tiara yang dibawanya. “Kau gila!”

“Nou! Dengarkan aku!”

“Kau mencurinya, Gil! Kau mencurinya!”
Itu tiara dengan painete delima yang Han tunjukan di gudang harta karun. Tiara yang Han bilang jika itu milik istri raja Armen, tapi bagaimana itu menjadi milikku? “ Gil, aku tidak menyangka!”

“Nou, dengar. Kau puteri yang hilang, kau yang berhak memiliki ini, lagi pula, mereka tidak pernah menggunakannya lagi, apa salahnya jika kita membawanya pulang?”

“Gil! Bagaimana bisa kau bicara begitu?”

“Nou, kumohon kau boleh membenciku.” Gil menjatuhkan kain beludrunya, permata merah itu berkilat, mataku mulai buram. Benda itu benar-benar indah, tetapi bukan ini yang aku inginkan. Gil tidak harus melakukan ini untukku. Aku menggeleng.

“Nou, terimalah.”

Aku menggeleng untuk menolaknya sekali lagi. Aku lari, aku ingin menjauh, lebih jauh, sangat jauh dari tempat ini. “Nou!” Gil berteriak, dia meraih tanganku dengan mudah, sedangkan tiara itu menggantung di tangan kirinya.
“Tolong dengarkan aku,” Gil memohon, dia dengan mudah membuatku menghadapnya. Aku tidak ingin mengatakan apa pun. Aku berbalik lagi, dan..

Dor!

Dor!

“Gil?”

“Tangkap dia! Dia seorang pencuri!”

Dalam keburaman mataku sendiri, semua orang ditangkap. Tangan mereka diikat di atas kepala. Zex, Zed, Bibi Wei, Paman Sam.

“Nou?” Suara Gil parau, semua ini terlalu mendadak untukku. Darah Gil luruh dari bahunya yang terluka. Tembakan segala arah itu memboyong kesadaran Gil terlalu cepat, bahkan hanya untuk bicara. Painete rumah itu berlumur darah, ketika tangannya terangkat dia menangis.

“Nou, kau tahu. Akan ada seseorang yang akan melakukan segalanya untukmu. Karena kau lebih berati dari apa pun.”

“Gil..”

“Gil! Bicaralah! Jangan tinggalkan aku!”

“Nou, aku tidak bisa menepati janjiku untuk memandikan babi paman Sam.” Dia meringis dalam situasi begini. Aku menatap Martin dari jauh, lengannya dicekal satu orang besar yang kupikir adalah pengawal, dia menggeleng lemah.

Dor!

Dan, Gil memelukku. Sekali lagi. Membiarkan tubuhnya menjadi perisai hidup. Bibi Wei berteriak sampai pingsan sedangkan Zex tidak bisa berkutik atau mereka mungkin...

“Kita ditipu,” kataku pada Gil, aku terisak bukan main. Hatiku barang mencelos mengikuti arah ombak yang lari ke laut. Kenapa bukan aku saja!

“Aku tidak akan membiarkan mereka membunuhmu.”

Gil berbalik meski dengan wajahnya yang dipeluk maut, dia tertawa melihat gerombolan kami diringkus. “Peta, brengsek!” Gil menggenggam tanganku. Menyerahkan tiara itu dengan lemah. “Pakailah, aku pernah melihatmu memakainya, kau sangat cantik.”

“Kapan?” aku menangis dalam senyuman.

“Dalam cawan.”

Jadi aku menggunakannya di kepalaku. Seketika dadaku bergemuruh. Ada sesuatu dalam diriku yang mengalir lebih deras. Gil menatapku dengan serius sambil berjalan tertatih. “Kau tahu, aku pernah bilang padamu. Tetaplah hidup meski aku sudah mati.”

“Tidak tunggu!”

Itu bukan suaraku, samar dari jauh Raja Andreas membawa seseorang di gendongannya. Tepat saat Gil jatuh di pasir. “Hentikan, semua ini hentikan!”

“Apa yang kalian lakukan! Kalian membunuh anakku!”

Melihat itu, Peta menggeleng singkat. “Aku oernah bicara begitu saat kedua orang tuaku meninggal, tapi apa yang kau lakukan?! Kau —kalian bahkan tidak menoleh sedikitpun ke arahku.”

Semua orang tidak menyadari bahwa duri itu begitu dekat. Zex bahkan tidak bisa memercayai jika dalang dibalik semua ini adalah Peta. Orang yang paling dia andalkan. Wajah zex memerah, “aku akan membunuhmu atas semua ini!”

“Cukup!”

Nou mendekat dengan gontai.
“Nou! Tolong hentikan semua ini, anakku sekarat!”

Martin melihat kulit adiknya segera membiru. Sebuah kutukan yang lahir dari ramalan yang tidak terpenuhi. “Tolong aku, tolong aku Lui.”
Andreas masih memanggil Nou dengan sebutan Lui. Semua kejadian ini membuat Nou bungkam. Tidak tahu harus berbuat apa lagi. “Aku akan membantumu, tapi hidupkan, Gil!” Nou menjawab itu dengan asal.

“Jangan Nou, kita semua ditipu! Jika kau sudah mengenakan tiara itu, tidak akan yang bisa menghalangimu. Kau punya kekuatan sekarang.”

“Mata dibalas mata!” Wei berteriak histeris.
Andreas merangkak, hampir memeluk kaki Nou jika saja dia tidak mundur beberapa langkah. “Ampuni aku, aku tidak bisa kehilangan anakku.” Nou menyentuh tiara yang masih berlumur darah Gil. Tangannya mati rasa, tubuhnya terpaku.

“Ambil! Akan kuberikan semua milikku padamu! Kumohon, Lui.” Tubuh Andreas seketika kaku ketika Peta ikut mengacungkan pistol ke kepala rajanya. Semua orang menjadi gelap pada hasrat masing-masing.

“Kau pikir dia akan memaafkanmu, asal kau tau. Dia keturunan terakhir Armen. Kau tidak akan bisa melawannya.”

“Pergilah kau ke neraka!”

Dor!

Aku memejamkan mata, berharap semua ini hanya mimpi, karena aku masih bisa merasakan pelukan Gil melindungiku. Aku yakin, dia akan datang, Gil masih hidup, semua orang akan baik-baik saja.

Dan ketika aku membuka mata, aku berada di laut. Tempat di mana aku tenggelam karena melarikan diri dari pusara air. Saat aku mencoba menyentuh wajahku. Semuanya dingin. Aku sudah mati.

Namun, satu suara muncul dari dalam air. Aku tidak tahu pasti, tapi dia bilang. “Tetaplah hidup meskipun aku sudah mati.”

Lalu gema namaku bergumul di riak, “Nou...”

Aku terkesiap, aku mengenalnya.

Itu Ian.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tora : The Thief & The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang