Di Bandara
Kenzi: Assalamu'alaikum. Maaf Om, Tante, Teresha di mana yah?
Bunda Teresha: Wa'alaikumussalam. Teresha---
Plak
Bunda Teresha: Astaghfirullah, Ayah! Istighfar.
Ayah Teresha: Gara-gara dia, Teresha kembali merasakan trauma, Bun. Baru saja dia sembuh, tiba-tiba luka lamanya terbuka kembali. Gara-gara dia juga, Bun! Anak kita pergi!
Bunda Teresha: Iya, Ayah. Tapi Ayah harus sabar. Bisa saja kan, Kenzi ingin menjelaskan sesuatu. Kita harus beri dia waktu untuk bicara. (Ayah Teresha menatap Kenzi)
Ayah Teresha: Wa'alaikumussalam. Cepat, bicara, ada apa kamu mencari Teresha?
Kenzi: Iya, Om, Tante benar. Saya ke sini ingin menjelaskan sesuatu ke Teresha. Sebenarnya apa yang Teresha lihat di Rumah saya tidak seperti apa yang dia pikirkan. Saya dan Elina adalah saudara sepersusuan. Elina dari bayi hidup sebatang kara. Kedua orang tuanya adalah sahabat sejati kedua orang tua saya. Itu sebabnya, Bunda saya merawatnya. Tetapi setelah Elina lulus SD, dia di titipkan di Pondok Pesantren. Setelah lulus SMA dan sekarang kuliah, dia bekerja menjadi asisten rumah tangga di Panti Asuhan. Saya juga baru tahu tentang ini semua dari Bunda saya."
Ayah Teresha: Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di Rumah kamu hingga Teresha tiba-tiba pulang dan langsung memutuskan untuk pergi Umrah?
Kenzi: Elina..., dia ternyata punya penyakit kanker darah. Saya---
Teresha: Ya Allah, Elina... (Kenzi berjalan menghampiri Teresha)
Kenzi: Teresha, syukurlah, kamu belum pergi. Aku---
Teresha: Tidak penting aku jadi pergi atau tidak. Saat ini yang terpenting, Elina. Kenapa kamu tidak pernah memberi tahu aku tentang penyakit Elina, Kenzi? Kenapa?
Kenzi: Aku juga baru tahu, Sha, tadi, saat di Panti Asuhan. Tiba-tiba saja, Elina mengeluarkan darah. Wajah dia pucat sekali. Aku sudah meminta tolong Ibu-ibu Panti agar membawanya ke Rumah Sakit. Tapi, dia menolaknya. Kata dia, hari ini adalah hari penting kamu. Dia ingin ada di sisi kamu. Akhirnya, aku menurutinya. Tapi pada saat sampai di Rumah kamu, dia pingsan. Karena itu, aku menggendongnya ke Rumahku dulu untuk mendapatkan pemeriksaan dari Ayahku. Tapi, baru saja aku masuk ke kamar, meletakkan tubuh Elina di kasur. Kamu tiba-tiba datang dan---
Teresha: Pada saat aku datang, kamu buka jas dan Elina dalam keadaan tidak memakai hijab. Lalu, bagaimana aku tidak berpikiran yang tidak-tidak?
Kenzi: Bukan aku yang melepas hijab Elina, tapi Bunda aku. Kalau aku melepas jas karena aku kepanasan. Di kamar Tamu, AC-nya rusak. (Teresha menutup kedua matanya)
Teresha: Sekarang, Elina, di mana, Kenzi? Aku ingin bertemu dia.
Elina: Assalamu'alaikum. (Teresha membuka matanya dengan di iringi setetes air mata yang membasahi pipi)
Teresha: Wa'alaikumussalam. Elina...
Teresha berjalan menghampiri Elina. Dia langsung mengsejajarkan tubuhnya dengan Elina yang kini duduk di atas kursi roda yang di dorong oleh Bunda Kenzi. Sementara Ayah Kenzi berada di samping istrinya. Teresha menundukkan kepala untuk menutupi pipinya yang sudah di pastikan banjir dengan air mata.
Elina: Barakallahu fii umrik, Teresha, sahabat sejati, sahabat sesurgaku. Do'a terbaik aku panjatkan kepada Allah untuk kamu. Aamiin.
Teresha: Aamiin. (Elina mengangkat pelan kepala Teresha)
Elina: Sha, aku benar-benar minta maaf karena sudah merusak hari bahagia kamu. Gara-gara aku, kamu jadi sedih seperti ini. Aku benar-benar minta maaf, Sha. Tidak seharusnya---
Tes
Teresha: El, hidung kamu keluar darah. Kita harus cepat-cepat bawa kamu ke Rumah Sakit. (Elina menahan lengan Teresha yang berniat berdiri)
Elina: Jangan, Sha. Biarkan aku melihat kamu dan Kenzi menikah. Itu adalah impian terakhir dalam hidupku. (Teresha menggeleng lemah)
Teresha: Jangan bicara seperti itu, El! Kamu pasti sembuh. Kamu harus kuat, demi aku. Jangan tinggalkan aku sendirian. Kamu adalah sahabat sejati yang aku cari selama ini. Aku tidak mau kehilangan kamu, El.
Elina: Ikhlaskan aku untuk nanti pergi, Sha. Kamu harus percaya. In sya Allah, kita akan bertemu lagi di surga-Nya.
Bunda Teresha: Ayo, Teresha, sayang. Ayah, penghulu, dan saksi-saksi sudah menunggu. Kenzi juga sudah bersiap.
Akhirnya, aku mengikuti langkah Bunda ke arah tempat duduk yang biasa di gunakan orang-orang untuk menunggu jam keberangkatan pesawat. Di sana, aku di rias wajahnya dengan make up secukupnya. Elina dan Bunda Kenzi juga duduk bersamaku. Setelah Teresha selesai di rias, ijab qobul langsung di mulai. Terlihat, Ayah Teresha dan Kenzi sudah duduk dan berjabat tangan dari jarak beberapa meter.
Dengan suara cukup lantang dan jelas, Kenzi melafalkan kalimat ijab qobul dalam bahasa arab. Tanpa terasa, air mata kembali menetes pada kedua mata Teresha. Dia mengaminkan do'a penghulu dengan tatapan mata ke arah Elina yang ternyata sudah menutup kedua matanya.
Teresha: Elina... Bangun, El. Tolong, Elina, buka mata kamu. (Teresha berhambur memeluk Elina)
Bunda Kenzi: Innalilahi wa innailaihi raji'un. Elina sudah kembali kepada Allah. Tadi, Bunda lihat, dia tersenyum sambil mengucapkan dua kalimat syahadat. In sya Allah, Elina khusnul khatimah. Teresha harus bisa ikhlas yah. (Bunda Teresha mengelus hangat puncak kepala Teresha)
Kenzi: Assalamualaikum Teresha, bidadari surgaku.
Bunda Teresha: Teresha, sayang, Bunda tahu kamu sedih karena kehilangan Elina, sahabat sejati kamu. Tapi kamu harus ingat. Kenzi sekarang sudah menjadi suami kamu. Ayo, sambut suami kamu dengan senyuman. (Teresha tersenyum sambil berjalan ke arah Kenzi)
Teresha: Wa'alaikumussalam Kenzi, imam surgaku.
Pada saat Teresha mencium tangan Kenzi, dahinya di cium dan di bacakan do'a. Setelah itu, pelukan hangat Kenzi berikan untuk istrinya.
Kenzi: Percayalah, Sha, Elina sudah bahagia di surga sana melihat kita sudah menikah. Kamu harus bisa ikhlas, walaupun rasanya begitu berat.
Teresha: Iya, Kenzi. In sya Allah, aku ikhlas.
SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Stories Of Heart
SpiritualTentang kumpulan cerita pendek yang membahas mengenai hati