11. Kantin
Cowok yang lo kira batu kerikil itu di mata orang lain emas berlian!!
-Hujan Reina Adipati-
•••
Bel istirahat sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu, namun guru di depan masih belum menutup pelajarannya. Para murid yang lain sudah mulai bosan mendengarkan penjelasan yang terus berlanjut, sementara perut mereka semakin lapar dan menggebu-gebu ingin diisi.
Hujan, teman Thanisa, menoleh ke arahnya dengan ekspresi bingung. Dia bertanya, "Lo gak bosen, Than? Daritadi nulis mulu perasaan."
Thanisa menggeleng dan menutup bukunya setelah semua catatan telah ia salin dengan rapi. "Aku selama ini udah banyak banget ketinggalan pelajaran, Jan. Jadi aku gak mau sia-sia kan waktu yang aku punya sekarang."
Hujan menganggukan kepala, ia mengerti perasaan Thanisa. Meskipun Thanisa tidak pernah bercerita tentang masa lalunya yang tidak sekolah selama setahun, namun Hujan sudah mengetahuinya dari gosip pagi tadi.
"Nah, pak Jupri udah keluar. Ayo ke kantin, gue laper banget," ajak Hujan dengan semangat.
Thanisa mengikuti langkah Hujan menuju pintu keluar kelas, namun langkah mereka terhenti saat Alva dan teman-temannya menghadang jalan mereka. Pemandangan itu membuat para murid perempuan di sekitarnya histeris.
"Hai, mau ke kantin?" sapa Alva, dan Thanisa hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Astaga, Than! Lo di samperin sama pangeran Bagaskara ke kelas?! Bukan cuma satu, tapi ada enam!" Hujan juga ikut histeris melihat pemandangan di depannya.
Thanisa merasa bingung karena baginya, hanya di samperin oleh Alva dan teman-temannya hanyalah hal biasa dan tidak ada yang istimewa. Namun, jika Thanisa tahu bahwa itu adalah sesuatu yang begitu istimewa, mungkin dia akan melihatnya dengan sudut pandang yang berbeda. Terkadang, kita tidak menyadari betapa istimewanya suatu momen atau pengalaman sampai kita melihatnya dari perspektif yang berbeda atau mendapatkan informasi tambahan.
"Kenapa emang? Alva doang kok." Jawab Thanisa dengan begitu enteng.
"Ya Allah Thanisa! Alva doang lo bilang? Lo gak tau aja para cowok di hadapan lo ini siapa." Ucap Hujan mengguncang tubuh Thanisa.
"Jan, pusing kepala aku, berhenti!" Ujar Thanisa, membuat Hujan menyengir begitu saja.
Thanisa merasa heran dengan reaksi Hujan yang begitu berlebihan. Baginya, Alva hanya orang biasa dan tidak ada yang istimewa dari kehadirannya. Namun, Hujan dengan antusias mengungkapkan bahwa para cowok di hadapan mereka bukanlah sembarang orang. Mereka bukan hanya tampan, tetapi juga kaya. Geng motor yang dipimpin oleh Alva juga menambah daya tarik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanisa melampaui nestapa
Werewolf"Semua orang yang menyakiti maka akan tersakiti. Tapi semua orang yang membahagiakan belum tentu dapat kebahagiaan" LUKA ITU TERLALU BANYAK TAPI TIDAK SATU PUN ADA YANG BERDARAH. TRAUMA ITU MELEKAT, MENCARI OBAT DI MANA DAN SIAPA YANG DAPAT MENYEM...