Prolog

22 2 2
                                    


Gadis berwajah bulat dan bermata sipit yang sering dikira keturunan Cina itu namanya Mey, Meynah. Padahal namanya Mey, tapi katanya dia lahir dibulan april.

Dia murid baru dikelasku. Meski agak heran kenapa dia lahir dibulan april, namun yang lebih mengherankan adalah kenapa dia pindah sekolah? Padahal sudah semester kedua kelas delapan. Walau aku penasaran, rasa malas ku untuk bertanya dan mencari tau lebih besar dari rasa penasaranku.

Mungkin karena dia cantik, dia menarik perhatian anak-anak kelas. Salah satunya seorang anak cowok, namanya Adit, Aditya. Cowok cungkring, wajahnya ganteng, yang otaknya pintar bila dibanding dengan anak cowok lainnya yang ada dikelas, sekaligus teman laki-laki yang paling dekat denganku.

Kadang mengesalkan melihat orang yang diperhatikan karena kecantikannya. Tapi aku tidak membenci Mey, hanya saja dia terkadang menyebalkan, karakternya sangat keras kepala yang jika dibandingkan dengan batu, batunya minder atau insecure duluan. Ketegasannya itu bikin aku ciut. Tidak ada alasan untuk membencinya walau terkadang mulutnya terlalu blak-blakan, dan yang lebih menyebalkan dari itu adalah omongan dia yang ada benarnya.

"Na... Ina!? Nina!!" aku tersentak, teriakannya menyadarkan lamunanku ditengah jamkos pelajaran ke lima. Suara cowok yang tidak asing ditelingaku, Adit. Dia berteriak didepan mejaku sambil memukul pelan lengan kananku. Walau memukul pelan, pukulannya tetap sakit dengan tangan yang isinya tulang doang. Mau apa dia? Apa mau ngajak ribut lagi?

"Minjem tipx" belum aku menyahut, dia sudah mengatakan keinginannya terlebih dulu.

"Ambil aja" jawabku malas. Seperti tidak biasa saja. Ya... walau biasanya aku akan melemparkan tipx itu padanya sehingga tidak ada diantara kita yang perlu untuk mendekat.

"Jangan ngelamun, nanti kesurupan loh" ucapnya sambil menggunakan tipx dimeja ku. Ternyata dia membawa bukunya agar tidak bolak-balik.

"Gak bakal" balasku sambil melihat tulisannya yang lebih rapi dari tulisanku, tulisan huruf a dengan ekor diatas.

"Jangan ngomong seolah nantang gitu. Sekolah kita ini kan horor" balas dia lagi, membuat pembicaraan ini jadi lebih panjang.

"Terus? Kamu mau aku kesurupan kah!?" Balasku ku dengan nada sedikit tinggi. Memang dia ke sini bukan untuk pinjem tipx saja, dia ini sengaja ngajak ribut. Apa tidak bosan kita berkelahi setiap hari? Apa saat kita ribut terus kejar-kejaran dia ini tidak merasa lelah? Lagian kalaupun aku diam, kepalaku tidak kosong, karena isinya dia terus.

"Lagian kenapa bengong gitu? Ada masalah?"

Tuh kan, yang horor itu bukan sekolah ini, tapi perhatiannya padaku. Kenapa dia lama sekali menggunakan tipx itu.

"Iya! Makanya minjem seratus dong!" Aku tidak ingin percakapan tidak penting ini berkepanjangan dan lebih lama lagi.

"Makasih" ucapnya sambil menaruh tipx yang sudah digunakan lalu kembali ke tempat duduknya dan tidak meladeni candaanku.

Tak lama setelah obrolan itu bel berdering, bertanda sekolah sudah selesai. Aku membereskan buku-buku dan mencari alat tulisku yang dipinjam oleh teman-teman sekelas.

Tepat saat aku baru keluar dari gerbang sekolah. Seseorang memegang tanganku. Dia cowok, cowok yang tadi mengobrol denganku. Dia membalikkan tanganku lalu menaruh selembar kertas berwarna abu-abu berangka dua ribu.

"Aku cuma ada duit segitu, semoga bisa membantu ya!" dia tersenyum lalu pergi sambil tertawa berjalan mundur.

Aku merasa kesal dan dia puas melihat reaksiku.
Beneran ngeselin, candaanku tadi dibalasnya setelah 20 menit berlalu.























*Cerita ini tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Dan jangan lupa divote ya man-teman. Dukungan kalian semangat saya. Terimakasih ❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sinonim >< Antonim (12○Maret)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang