Lelah sekali Sherin malam itu, aktivitasnya begitu banyak ditambah perasaannya yang tidak enak. Untung malam itu ada Jihan yang peka dan bersedia mengantar Sherin pulang. Kebetulan mereka searah jadi Jihan enteng saja mengantar Sherin.
Setelah berucap terima kasih dan menunggu sampai mobil jihan menjauh, Sherin langkahkan kakinya masuk ke lobby, menyapa sebentar beberapa satpam dan petugas resepsionis sebelum Sherin masuk ke lift.
Lift apartemennya sepi, jadi Sherin tidak perlu lama menunggu dan dia juga sendirian dalam kotak besi itu sampai ke lantai delapan, tidak ada orang lain.
Keluar dari lift, langkah Sherin masih lemas. Jadi pelan sekali Sherin melangkah menyusuri lorong yang sepi itu. Namun, langkah Sherin terpaksa berhenti saat dia lihat Deon berdiri di depan pintu unitnya.
Sherin menghela nafas berat, inginnya dia berbalik badan dan menghindar, tapi tubuhnya terlalu lelah dan butuh segera diistirahatkan. Jadinya Sherin melanjutkan langkah dengan tidak menghiraukan keberadaan Deon.
"Ra" panggil Deon
Sherin buka passcode pintunya, lalu melangkah masuk tanpa peduli apapun. Rupanya Deon ikut masuk, Sherin jadi heran, bukankah laki-laki itu punya akses untuk masuk ke unitnya? Kenapa pakai acara menunggu di lorong segala?
"Ra, kita harus bicara" ujar Deon
Sherin masih tak peduli, dia lepas sepatunya dan dia letakkan di rak yang dekat pintu masuk tadi. Lalu, Sherin lanjutkan langkah ke ruang tengah, dia taruh tas kerjanya dengan kasar di sofa sampai beberapa isinya tumpah karena Sherin lupa menutup zippernya.
"Kita udah sepakat untuk komunikasi tiap ada masalah kan, Ra?" tutur Deon
Sudah tidak bisa lagi Sherin tahan kegeramannya, dia balik badannya, "Di sini siapa sih yang nggak komunikasi? Siapa sih yang bohong?"
Deon pejamkan matanya, "Okay, aku yang salah, aku yang bohong, aku minta maaf. Udah ya?"
Sherin menyeringai, "Kita udah mau nikah loh, Kak? Udah banyak yang kita libatin di rencana kita itu, tolong jangan buat aku ragu lagi!"
Deon tercengang, "Nggak gitu, Ra. Aku cuti hari ini untuk ngurus kiriman makanan kemarin, aku harus dapetin siapa pelakunya"
"Kan aku udah bilang nggak usah, aku nggak apa-apa kok. Lagian bisa aja itu dari teman aku kan?"
"Teman siapa? Emang kamu udah tahu?"
Sherin terdiam, dia buang mukanya ke sembarang arah. Dia memang sudah bertanya pada teman-temannya dan tidak ada satupun yang mengaku mengiriminya makanan itu atau berniat menjahilinya dengan mengirimkan makanan atas nama Deon.
"Nggak ada, kan?" ulang Deon, "Aku cuma mau kamu aman, Ra, aku nggak mau ada orang yang jahat sama kamu, aku nggak mau kamu celaka. Itu aja. Itu yang bikin kamu ragu untuk nikah sama aku?"
Sherin sempurna terdiam. Hakikatnya Sherin juga takut dirinya akan dicelakai lebih dari itu, tapi dia lebih takut jika Deon semakin mengulik masalah itu dan bahayanya akan semakin mengarah pada Deon.
Di tengah sunyinya mereka berdua, mata Deon malah menangkap sesuatu janggal dari tas Sherin. Sebuah amplop putih yang mengeluarkan kertas dengan bekas-bekas tulisan berwarna merah.
Di saat itu, Sherin langkahkan kakinya ke dapur, bersamaan dengan Deon yang mulai meraih amplop dan kertas mencurigakan itu. Deon mengernyit mendapati isinya, dia langsung hampiri Sherin di dapur untuk meminta kejelasan.
"Ini apa, Ra?" pekik Deon tertahan
Sherin terkejut saat benda yang ingin dia sembunyikan dari Deon itu sudah berada di tangan laki-laki itu. Berusaha Sherin rebut kertas itu dari Deon, tapi terlambat, Deon sudah tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]Trapped || Kim Doyoung & Kim Sejeong
FanfictionMenurut sebagian besar orang, perselingkuhan itu kesalahan yang tidak bisa dan tidak berhak untuk dimaafkan. Lantas bagaimana jika kesalahan atas perselingkuhan itu berada pada dia yang merupakan korbannya? Harusnya itu sudah berlalu, keputusan unt...