Happy Reading!
.
.
.
.*-*-*-*
"Gue kira boong."
Hasan beneran kaget saat tiba-tiba Jana datang ke rumahnya jam 9 malam. Kawannya itu tidak main-main dengan ucapannya tadi siang yang akan datang ke rumah buat bantuin Hasan minta ijin ke Emak untuk pergi ke Jakarta bersamanya.
Jana nyengir. "Emak mana? Belum tidur kan?"
Hasan menunjuk dengan dagunya. "Di kamar, gak tau udah tidur apa belum."
"Bilangin, ada gue mau ketemu."
"Lo yakin gue bakal diijinin ikut?" tanya ragu.
"Bismillah aja. Yang penting gue udah usaha buat minta ijin."
Hasan mengangguk samar, lalu membuka pintu lebih lebar dan menggiring Jana untuk masuk.
Jana duduk bersila pada papan kayu yang menjadi lantai rumah itu, karena memang Hasan tidak memiliki sofa satu pun sehingga tamu yang datang hanya akan duduk lesehan. Sambil menunggu Hasan yang memanggil Emak, Jana menyiapkan kata-kata terlebih dahulu. Dia tidak mau rencananya gagal untuk mengajak Hasan pergi bersama. Lagipula, ini kan sesuatu yang bagus. Nanti kalau Hasan dapat pekerjaan, Emak dan Jaka bisa terbantu.
Tidak butuh waktu lama untuk membawa Emak keluar. Kini Emak sudah duduk berhadapan dengan Jana yang sudah menunggunya. Dari belakang, Jaka menguntit dengan membawa-bawa guling dan duduk di dekat Hasan.
"Sehat mak." Jana salim pada Emak, sebagai bentuk menghormati orang tua.
"Alhamdulillah. Aya naon, Jan malem-malem ke sini? Meni rarewas pisan." tanya Emak keheranan. Karena memang tidak biasanya teman dari anaknya bertamu malam-malam, kecuali ada hal yang penting.
".. Ka, punten ambil minum buat A Jana." perintah Emak pada Jaka sebelum obrolan mereka dimulai.
Jaka bangkit, masih dengan guling yang ia peluk, berjalan ke dapur untuk menyiapkan minum.
Sementara Hasan, pemuda itu tidak banyak bicara. Sepertinya ia akan menyerahkan semuanya pada Jana dan keberuntungan. Jika malam ini adalah malam keberuntungan bagi Hasan dan Jana, ya dapat dipastikan Emak akan memberikan ijin. Tapi, kalau bukan malam keberuntungan, mungkin Hasan akan diceramahi oleh Emak karena dengan beraninya menentang larangannya.
"Punten nya, Mak malem-malem gini Jana bertamu." Ujar Jana, memulai pembicaraan.
Emak tersenyum hangat pada pemuda dihadapannya. "Teu nanaon, Jan. Aya naon atuh?"
Sebelum melanjutkan ucapannya, Jana sempat melirik Hasan yang ternyata sedang menatapnya.
Jana berdehem sebentar, meyakinkan diri bahwa ia pasti bisa membujuk emak dari kawannya itu.
"Punten, Mak. Sebelumnya Jana minta maaf karena ngasih tahu Emak dadakan kaya gini. Eemm.. Lusa Jana ada interview ke Jakarta. Besok dari sini pagi-pagi, tapi Jana mau ajak Hasan buat pergi bareng. Itung-itung Hasan nyari kerja juga di sana. Siapa tahu Hasan bisa dapat kerjaan yang baik di sana, Mak." tutur Jana hati-hati.
"Jakarta?" Emak membeo.
"Iya Mak."
Emak menghembuskan nafas panjang mendengar nama kota itu disebut. Hasan yang mulai merasa suasana menjadi tidak enak, hanya bisa menunduk dengan jari-jari tangannya yang saling bertautan. Dalam hati, ia berdoa semoga hasilnya baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita kami, 7 bujang Desa || Nct Dream
Teen FictionHanya cerita sederhana dari sekumpulan bujang-bujang desa yang penuh dengan lika-liku kehidupan. Berusaha menyeimbangkan diri di tengah terpaan jaman yang semakin menggila, membuat mereka semakin mengeratkan genggaman tangan satu sama lain. *-*-*