Hal terakhir yang di ingat oleh Aleitheia adalah sebuah rasa sakit luar biasa hingga akhirnya dia tidak dapat merasakan apapun lagi. Setidaknya hal itu jauh lebih baik dari pada meminum racun yang justru akan menyiksanya secara perlahan sebelum membawanya pada kematian.
Aleitheia membuka kedua matanya yang sejak tadi terpejam. Ia mengernyit memandang sekeliling. Tempat itu terasa tidak asing dalam pandangannya, perisai dengan ukiran burung Phoenix yang tertera di dinding sangat mirip dengan lambang kerajaannya.
Apa alam tempat orang yang sudah meninggal dunia tampak seperti ini? Jika ya, maka dia tidak akan mau beranjak dari sana. Aleitheia tersenyum senang sama sekali tidak menyadari perubahan yang ada padanya.
"Ouh astaga, terima kasih, Tuhan. Princess Aleitheia kita sudah bangun." Seru seorang wanita membuka pintu kamar.
Kedua mata Aleitheia membulat sempurna. Ia hampir saja menangis melihat sosok wanita yang sangat dia rindukan, wanita yang sudah seperti ibu keduanya itu harus merenggang nyawa hanya karena membelanya.
"Lady Margareth." Lirih Aleitheia beranjak dari tempat tidurnya, hendak berhambur memeluk kepala pelayan juga pengasuhnya sejak kecil akan tetapi bayangan yang tertangkap ekor matanya membuat langkah kaki Aleitheia terhenti sebelum memutuskan menoleh ke arah cermin besar yang terpajang di sana.
Sekali lagi, Aleitheia di buat terkejut saat bayangan dirinya terlihat di kaca. Ia menyentuh permukaan wajahnya lalu menunduk memandang kedua telapak tangannya dengan pandangan tak percaya.
Ini adalah wujudnya saat berumur tiga belas tahun..
"Baiklah, Princess. Kita harus melakukan persiapan untuk merayakan ulang tahun Pangeran Vincent dan juga Putri Valerie karena nanti akan ada banyak sekali tamu dari kerajaan tetangga akan datang." Ungkap Lady Margareth memberitahu.
Aleitheia mengernyit. Tunggu dulu, dia sepertinya tau kejadian ini sebelumnya karena pernah mengalaminya sendiri. Aleitheia menoleh memandang kepala dayang yang sudah mengabdi begitu lama melayaninya.
"Perayaan ulang tahun?" Ulang Aleitheia.
"Tentu saja. Bukankah kemarin Putrisendiri yang paling tidak sabar bahkan meminta para perancang busana terbaik untuk datang ke istana?"
Aleitheia tentu tak akan melupakannya. Dia yang dulu sangat ceria dan naif menantikan hari itu, hari di mana dia akan di pertemukan dengan pria yang justru hanya akan menghancurkan hidupnya.
Saat itu, Aleitheia hanya bisa melihat rupa pria yang di jodohkan dengannya melalui lukisan dan gambar tapi itu sudah cukup membuatnya jatuh hati nyaris seperti orang bodoh.
"Apa dari kekaisaran juga akan datang?" Aleitheia bertanya tanpa minat. Dia cuma ingin memastikan dugaan yanh ada di kepalanya saja.
Jika dulu Aleitheia akan menemukan dirinya mengulas senyum di depan cermin tanpa henti, namun kali ini berbeda. Ia bahkan tak ingin melihat wajah pria itu.
"Tentu saja, Kaisar Euphoria akan datang bersama Putra mahkota Aiden, calon suami anda." Senyum Lady Margareth memberitahu.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa putri bungsu dari kerajaan Phoenix di jodohkan dengan putra mahkota dari Kekaisaran Euphoria karena kelahiran sang putri yang cocok dengan perbintangan lahir pewaris sah Kekaisaran Euphoria membuat Kaisar secara langsung meminta kerajaan Phoenix menerima lamaran.
Bersatunya Kekaisaran Euphoria dan Kerajaan Phoenix benar-benar mengemparkan mengingat Kerajaan Phoenix memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas hampir setara dengan luas Euphoria tapi yang menjadi perbedaan Kekaisaran memimpin beberapa kerajaan di bawah kekuasaannya membuat Kerajaan Phoenix berada satu tingkat di bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Princess
Fiksi PenggemarAleitheia Rhea harus merelakan hidupnya berakhir dengan tragis karena ulah suami yang tidak pernah mencintainya sedikitpun tapi takdir berkata lain karena Aleitheia harus hidup kembali di masa di mana semua kekacauan belum terjadi dengan semua ingat...