"Mungkin di kehidupan sebelum aku bertemu denganmu aku akan berkata aku tidak tahu apa yang yang akan kulakukan di masa depan nanti. Namun kini aku tahu apa misiku sebenarnya. Karena aku yang harus merubah segalanya. Membuat semua kembali pada tempat yang sebenarnya."
Udara dingin kali ini lebih menusuk dari biasanya. Sweaterku sama sekali tidak berguna karena tanganku sudah hampir membeku. Tapi aku bersyukur pagi ini anjing-anjing sialan milik Mr.Cloud itu tidak menggonggong saat aku meletakkan barang tuannya di depan pintu gerbang. Sekarang pukul setengah empat pagi dan aku sudah berkeliling jauh, hingga aku sampai di depan rumah langgananku yang ke lima belas. Itu artinya tugasku sudah selesai.
Perutku keroncongan karena sebelum aku pergi bekerja hari ini aku belum menyentuh makanan sedikitpun. Mataku beberapa kali melirik botol-botol yang ada di keranjang. Ah, betapa nikmatnya bila aku bisa meminum susu hangat itu. Namun botol-botol itu bukan milikku. Aku tidak bisa sembarangan mengambilnya, apalagi tanpa membayar.
Oh yeah. Derita seorang pengantar susu.
"Selamat pagi, Tuan William!" sapaku pada kakek yang sedang jalan-jalan pagi tak jauh dariku.
Tapi kakek itu tidak menggubrisku dan terus berjalan seakan aku adalah angin sepoi-sepoi yang hanya numpang lewat. Seperti biasa. Kau tahu betapa sakitnya itu? Tapi aku sudah terbiasa akan semua itu jadi aku merasa baik-baik saja.
Aku kembali mengayuh sepedaku namun gesekan botol-botol di belakangku menimbulkan bunyi yang membuatku nyaris berteriak karena panik. Jangan sampai pecah, jangan sampai.
Kali ini aku mengayuh dengan perlahan dan penuh perasaan. Tikungan-tikungan, belokan-belokan sudah kulewati dan tujuan terakhirku adalah kembali ke rumah. Aku ada kuliah jam delapan pagi dan tidak boleh terlambat sedikitpun supaya beasiswaku tetap aman pada tempatnya.
"Tetap semangat, Valerie!"
...
Brak!
Bunyi yang memekakan telinga menarik perhatianku. Bunyi itu seperti bunyi sesuatu yang terpelanting ke tong sampah, tapi aku tidak yakin.
Bunyi itu seperti berasal dari gang sempit di sana. Jarang ada orang yang melewatinya, karena jalannya kotor dan gelap.
"Segera lunasi hutangmu, atau kami akan menghentikan pengiriman barang itu untukmu." aku mendengar seorang laki-laki bicara dengan tegas.
"Aku tidak punya uang! Tolong, aku sangat membutuhkannya sekarang juga!" yang lain berteriak.
Brak! Bug! Aku mendengar suara orang dipukuli.
Kedengarannya di sana ada peristiwa yang mengerikan sedang terjadi. Mereka terus meributkan sesuatu yang tidak kumengerti. Aku sangat ingin pergi menjauh dari tempat ini namun keingintahuanku sangat besar. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di sana?
Ah, ini bukan urusanmu, Valerie. Sebaiknya kau menjauh sebelum dapat masalah.
Saat aku akan mengayuh sepedaku, seseorang kembali berteriak, "Bayarlah hutangmu atau aku dan teman-temanku akan membunuhmu!"
Apa? Membunuh?
Sial! Siapa mereka? Apa yang terjadi di sana? Yang pasti aku tahu, seseorang sedang dalam bahaya sekarang.
Aku segera meraih ponselku dan menekan tombol yang saat ini benar-benar dibutuhkan.
"Halo? Kantor polisi? Ya aku ingin membuat laporan. Namaku Valerie. Ada seseorang dalam bahaya sekarang, ya, mereka tampak menyekap korban, hm, mereka berkata akan melakukan pembunuhan. Ya, sir. Aku mohon cepat. Posisiku..."
Kututup telpon itu dan aku segera mencari tempat persembunyian yang aman sampai para polisi itu datang.
Saat aku ingin membelokkan stang sepedaku, tiba-tiba bunyi kaca yang nyaring terdengar di udara. Botol-botol susu saling beradu satu sama lain dan itulah yang menyebabkan bunyi itu.
Sial.
Aku dalam bahaya.
Segalanya tiba-tiba menjadi hening.
Bahaya. Kurasa mereka menyadari keberadaanku.
"Sst, kau mendengar sesuatu?"
"Ya. Kita sedang diawasi."
Bagaimana ini sekarang? Apa yang harus kulakukan?
"Hei, kau!"
Apa?! Mereka melihatku.
"Diam di tempat!"
Dug..dug..dug.. Jantungku berdegup tidak karuan. Keringat menyusuri pelipisku. Tanganku dingin dan gemetaran. Aku berdiri mematung sambil menggenggam stang sepedaku. Sekujur tubuhku tidak bisa kugerakkan.
Dan mereka menyadariku.
Aku ingin bergerak namun, "Jangan bergerak. Atau akan kutembak keluar isi otakmu!"
Suara sepatu terdengar dan suaranya semakin terdengar jelas. Ia semakin dekat denganku, bisa kurasakan kehadirannya.
Alarm bahaya dalam diriku berbunyi dengan sangat kencang.
"Nona," panggilnya, "Berapa banyak yang sudah kau dengar?"
Sesuatu yang dingin terasa di pelipisku. Aku memejamkan mata begitu tahu apa yang sedang ditodongkan ke arahku. Pistol. Benda yang sangat kuhindari.
Ah sial. Kenapa jadi begini keadaannya?
Seorang pria berjalan mengitariku tapi pistolnya masih tepat berada di pelipisku. Ia tampak seperti orang-orang jahat dalam film. Menggunakan setelan jas dan topi. Mirip seperti mafia. Aku jadi berpikir, apakah sekarang kematianku akan tiba? Harus kuakui, aku takut. Ibu...tajam
Pria itu menyeringai.
"Urus tukang hutang itu anak-anak," katanya dengan nada tajam, "Biar aku urus penguping yang ada di sini."
***
Ini cerita pertamaku di Wattpad!
Jadi aku mohon vote dan comment dari semua pembaca ya. Mau comment sepedes apapun juga aku terima kok, yang penting berguna bagi kita semuaa..
Terima kasih, luv luv luv!
KAMU SEDANG MEMBACA
Married To The Bastard
FanfictionAku hanyalah gadis biasa. Aku mencintai keluargaku lebih dari apapun di dunia ini. Tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya aku harus melakukan pengorbanan demi kebahagiaan keluargaku. Namun ada seorang pria. Ia tiba-tiba masuk ke dalam hidupku...