"Ayah, ibu... Kalian di mana?"
Eri terbangun dengan mata yang terasa berat, dan saat ia membuka matanya, dunia sekitarnya terasa sangat asing. Ia terbangun di sebuah ruangan gelap dengan penerangan yang sangat minim, yakni dari satu jendela kecil yang ada di sampingnya.
Cahaya redup yang masuk melalui jendela itu hanya menambah misteri yang menyelimuti setiap sudut ruangan. Saat Eri mencoba untuk melihat keadaan luar, ia kebingungan karena ia tidak bisa melihat apapun selain warna putih, rasanya seperti tidak ada apapun di luar sana.
Eri mencoba untuk mencari orangtuanya, ia keluar dari kamar tersebut melalui salah satu pintu yang ada di belakangnya. Saat Eri membuka pintu kamar tersebut, ia terkejut dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ketakutan mulai menyelimutinya akibat dari kengerian yang ia saksikan saat ini.
Di ruangan tersebut, terdapat tanda-tanda kehancuran dan kekacauan. Darah yang telah mengering terpampang di dinding-dinding, dan aroma besi yang menusuk hidungnya memenuhi udara. Tulisan-tulisan aneh dan acak tersebar di seluruh ruangan, seperti pesan dari orang yang mungkin telah kehilangan akal sehatnya.
Eri berusaha keras untuk mengingat apa yang telah terjadi sebelum ia berada di tempat ini, tetapi ingatannya begitu kabur. Ia merasa ada sesuatu yang sangat buruk, sesuatu yang mengerikan yang harus dia lupakan.
Pikirannya terasa semakin kacau, dan tiba-tiba ia merasakan sakit yang tajam melintasi tubuhnya. Ketika Eri mencoba untuk bergerak, ia merasakan luka-luka yang menyakitkan di seluruh tubuhnya, seolah-olah tubuhnya dipenuhi oleh goresan dan lebam, rasanya sangat nyata. Namun, ia tidak bisa melihatnya.
Eri terus berjalan, menjelajahi ruangan demi ruangan yang dipenuhi dengan kegelapan dan ketakutan. Suara langkah kakinya bergema di telinganya, dan itu membuatnya semakin paranoid. Sesekali, ia merasa ada sesuatu yang mengintai di bayangan-bayangan gelap, tapi ia tidak bisa melihatnya dengan jelas.
Sampailah ia di ruangan yang sepertinya adalah ruang keluarga. Terdapat banyak sekali serpihan kaca yang berceceran di lantai. Ada satu benda yang menarik perhatian Eri yakni sebuah boneka teddy bear dengan pita merah. Eri merasa sedikit familiar dengan boneka tersebut, dengan hati-hati ia berjalan menuju boneka teddy bear tersebut. Saat Eri mengambil boneka tersebut akhirnya ia teringat dengan sesuatu. "Teddy bear ini.. Aku ingat, ini kan pemberian ayah." Ia memeluk teddy bear tersebut.
Saat ini Eri sangat merindukan sosok ayahnya, teddy bear tersebut setidaknya dapat menenangkan Eri dari pemandangan mengerikan yang ia saksikan dari tadi. "S-suara apa itu?" Eri terkejut dengan suara misterius yang datang mendekat. Tanpa pikir panjang Eri bersembunyi di belakang yang berada di pojok ruangan.
Suara tersebut berasal dari dua entitas yang Eri tidak ketahui, saat Eri mengintip dari balik sofa ia menyaksikan dua sosok bayangan yang terlihat seperti sedang bertengkar. Kedua sosok tersebut terlihat seperti sedang beradu mulut, sosok pertama terlihat seperti seorang wanita dan sosok yang lain adalah seorang pria.
Tiba-tiba sosok pria tersebut menampar bayangan lainnya, sosok bayangan perempuan itu membalas tamparannya dengan melemparkan serpihan kaca kearahnya. perkelahian antar dua sosok tersebut tak dapat dihindarkan. Eri hanya bisa memeluk boneka teddy bearnya dengan penuh ketakutan. Banyak kaca yang melayang dan sesekali Eri mendengar kata-kata seperti makian yang keluar dari mulut kedua sosok tersebut.
kedua sosok tersebut bertengkar hebat sampai-sampai salah satu sosok terbanting ke ruangan yang lain, dirasa sudah aman Eri segera beranjak dari belakang sofa dan lari keluar dari ruang tersebut. Dirasa sudah aman Eri berhenti berlari dan mulai berjalan seperti biasa lagi.
Tiba-tiba, Eri merasa ada sesuatu yang mendekatinya. Suara bisikan-bisikan jahat merayap ke telinganya. "Eri.." Suara-suara itu terus memanggilnya. Eri mencoba untuk mengabaikannya, tetapi bisikan-bisikan itu semakin mengganggu. Ia terus berjalan, tetapi terasa seperti tidak ada akhir yang terlihat.
Ia merasa terjebak dalam rumah yang mencekam ini, dan ia tidak tahu bagaimana cara keluar. "Dimana aku?" gumamnya, mencari jawaban dalam kebingungannya yang mendalam. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi ia tahu bahwa satu-satunya pilihan yang ada adalah bertahan hidup dan mencari jalan keluar dari tempat yang penuh dengan kengerian ini.
Karena tidak kuat lagi Eri akhirnya duduk bersandar di sebuah dinding. Eri mulai menangis, ia terlalu banyak melihat kengerian yang seharusnya tidak dilihat oleh anak seusianya. Diperparah dengan rasa sakit yang terus mencengkram tubuhnya. "Ayah.... Ibu... Tolong" Eri memeluk lututnya sembari menangis.
Beberapa saat kemudian Eri mulai merasakan ada sesuatu yang mendekatinya, ketika ia mengangkat kepalanya dan melihat kesamping. Bulu kuduknya mulai berediri, Ketakutan yang ia rasakan semakin menjadi-jadi, keringat dingin mulai bercucuran dari tubuhnya. Sesosok hitam yang ia lihat tadi akhirnya bertemu dengannya. Sesosok hitam tersebut mencoba untuk mendekat, sosok hitam tersebut mendekat perlahan-lahan kearah Eri.
Adrenalin mulai menendang, Eri dipaksa oleh tubuhnya untuk menyelamatkan diri. Ia berdiri dan mulai berlari menjauhi sosok bayangan tersebut. Ia berlari tanpa arah dan tujuan yang jelas, Setelah sekian menit berlari ia menengok ke belakang. Eri merasa lega karena bayangan tersebut tidak mengejarnya.
Eri berhenti sejenak untuk mengumpulkan energi, ia kembali duduk sembari memeluk teddy bearnya. Setelah dirasa cukup, Eri melanjutkan perjalanannya menyusuri rumah tersebut. Ia berjalan melalui lorong demi lorong dan sampai lah ia di sebuah pintu. Eri merasa sangat familiar dengan pintu tersebut. Karena ada sesuatu yang mendorongnya untuk membuka pintu tersebut akhirnya Eri membukanya.
"Tempat ini..., kelasku?"
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenebris
HorrorSeorang gadis bernama Eri terbangun dari komanya, ia kehilangan beberapa ingatannya. Di dunia yang asing ini Eri akan berhadapan dengan pemandangan-pemandangan serta makhluk-makhluk yang mengerikan. Ia terpaksa untuk menjelajahi rumah tersebut untuk...