22

15.7K 1K 49
                                    



Langit pada sore itu masih terang ketika Isyana pulang dari Heaven Bakery. Wanita itu memilih untuk kembali pulang dengan ojek online karena motornya masih berada di kos Himalaya. Ia terlalu malas untuk menunggangi motornya di tengah kemacetan Kota Jogja pada jam pulang kerja.

Saat Isyana sampai di dalam apartemen, tampak Sultan yang sedang makan di meja makan mereka. Pria itu masih menggunakan kemeja kerjanya, sepertinya juga baru pulang dari kampus.

Pria itu menyunggingkan senyumnya menyambut kedatangan istrinya. Tangannya kotor karena memilih untuk makan langsung menggunakan tangan, tampak sangat menikmati nasi liwet dan ayam goreng buatannya. Sayur kangkung dan lalapan lainnya memenuhi piring pria itu.

"Capek?" tanya pria itu menghentikan acara makannya sejenak, lebih fokus pada istrinya yang baru saja pulang kerja.

"Lumayan. Mas baru pulang?"

"Iya, laper banget makannya langsung makan ini. Kangen banget masakan kamu. Padahal sebelum ke kampus tadi udah makan, tapi ini udah laper lagi."

Isyana melirik ayam goreng yang tadi pagi memenuhi piring kini tinggal dua potong. Sayurnya pun tinggal setengah piring. Pagi tadi semuanya penuh dan masih utuh karena Isyana tidak sarapan karena moodnya sudah terlanjur berantakan.

"Ayam gorengnya tinggal dua potong," Sultan meringis merasa bersalah karena sudah menghabiskan banyak ayam goreng "tadi pagi nyempetin tidur bentar. Bangun tidur laper banget, terus makan. Masakan kamu enak banget makannya makannya habis banyak ini."

Isyana yang sebelumnya kecewa karena Sultan sudah sarapan dengan perempuan lain, padahal Isyana sudah susah payah memasak pagi buta. Namun karena Sultan tampak lahap makan dan memuji masakannya, rasa sedihnya sedikit terobati. Ia senang jika Sultan menyukai masakannya.

Wanita itu ikut duduk di seberang Sultan, melepaskan tasnya dan menaruhnya di kursi sampingnya. Isyana menatap suaminya, yang ternyata juga sedang memperhatikannya.

"Laper engga?" Sultan mengamati wajah istrinya yang terlihat lesu.

"Laper."

"Mau makan bareng aja ini? Biar sekalian, Mas suapi."

Sebelum Isyana menjawab pria itu sudah menyuwir potongan ayam goreng dengan tangannya lalu menyodorkan nasi berserta lauknya ke depan mulut istrinya.

"Aakhh?" Sultan memberi instruksi agar Isyana membuka mulutnya.

Wanita itu pun menurut, membuka mulutnya, Menerima suapan dari tangan suaminya langsung. Memang rasa masakannya lumayan enak, apalagi makan disuapi dengan tangan suaminya begini.

Akhirnya mereka bergantian makan hingga nasi dan lauknya habis tak bersisa. Padahal tadi pagi Isyana memasak dengan porsi yang lumayan banyak.

"Mas, sebenernya tadi pagi aku sempet kesel. Hmm lebih ke kecewa sih." Isyana mengaku padahal saat ini Sultan masih mengunyah dan kalimat yang Isyana katakan barusan membuat pria itu tersedak.

Mungkin karena terkejut. Ada apa gerangan, mengapa istrinya sampai merasa seperti itu? Itu lah pertanyaan yang muncul di otak Sultan. Setelah menyambar air minum dan telah pulih dari tersedaknya, Sultan menatap Isyana.

"Kecewa kenapa?" tanya Sultan hati hati.

"Kecewa waktu aku teleponin kamu tapi engga diangkat, aku khawatir banget udah dua jam tapi kamu engga sampai apartemen. Padahal jarak stasiun ke apartemen palingan cuma tiga puluh menit."

"Maaf tadi aku getar ponselnya dan aku masukin ke dalam tas. Sampai dua jam karena sarapan dulu di dekat stasiun. Maaf yaa bikin kamu khawatir."

"Bukan cuma karena itu aja," bibir Isyana mencebik.

"Ada lagi?"

Isyana mengangguk mantap.

"Mas engga bilang kalo perjalanan semalam sama Nissa Nissa itu. Aku tu tadi habis subuh bangun, masak segini banyaknya. Ehhh taunya kamu malah sarapan sama perempuan lain. Anak dosennya itu cantik?"

Sultan menghembuskan napas pelan, "Mas pikir itu bukan masalah besar. Kami ketemu di stasiun kok, engga aneh aneh dan tadi pagi juga sarapan bareng karena dia ngeluh kelaperan. Maaf yaa bikin kamu khawatir dan kecewa."

"Pertanyaan yang itu anak cantik engga kamu jawab!?" Isyana tanpa sadar mulai ngegas.

"Kan perempuan, jadi ya cantik. Kalo laki laki yaa ganteng."

"MASSS IH!! Jawab yang bener!" Isyana menjadi kesal.

"Engga penting dia cantiknya kayak gimana. Saya ini pria beristri, engga akan lirik lirik perempuan lain Isyanaa."

"Beneran?"

"Bener sayanggg," Sultan menjawab dengan lembut, bagaimana Isyana tidak luluh.

Tangan Sultan masih kotor, padahal pria itu ingin mengusap kepala Isyana dan mencubit pipi istrinya itu yang menggemaskan.

"Terima kasih yaa kamu udah jujur perasaan kamu kayak gini. Bisa jadi kalau kamu cuma mendem rasa kecewa dan kesal itu tanpa bilang, Mas engga akan tahu perasaan kamu sebenarnya. Nanti yang ada hubungan ini jadi engga berjalan dengan baik. Akhirnya kita saling curiga dan menyakiti satu sama lain. Ditambah dengan salah paham yang memperburuk semuanya."

"Sebenarnya aku agak ragu bilang, takutnya kamu pikir aku cemburuan dan posesif."

"Mas engga masalah, Mas senang kalo kamu jujur tentang perasaan kamu. Jangan cuma dipendam aja, karena nanti yang ada terus numpuk dan ketika udah meledak malah bahaya. Komunikasi itu penting dalam sebuah hubungan, jangan sampai kita salah paham dan membuat hubungan kita retak. Kita sama sama belajar yaa Sayang,"

Sudut bibir Sultan tertarik membentuk senyuman yang begitu manis, membuat lesung pipi nya muncul.

"Kenapa sih akhir akhir ini sering banget manggil 'sayang'?" tanya Isyana penasaran.

"Karena Mas sayang kamu."

Mleyot dehh Isyana...

"Dihhhh gombal!" seru Isyana meskipun wajahnya sudah memerah menahan malu.


o0o


Hari berukutnya Sultan baru mengetahui jika motor yang biasanya diguanakan Isyana berada di Kos Himalaya. Pagi itu juga Isyana mengatakan mengenai apa yang terjadi beberapa hari yang lalu mengenai dirinya yang diikuti sepulang dari kerja.

Tentu informasi yang baru saja diterima Sultan membuat pria itu marah sekaligus khawatir. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Isyana malam itu. Meskipun ingin marah pada kenyataannya istrinya tidak bersalah, siapa pula yang menyangka malam itu dirinya akan diikuti oleh pria yang tidak dikenal.

"Lain kali hati hati yaa, Mas antar jemput aja mulai sekarang. Seumpama Mas lagi keluar kota mending naik ojek online atau taksi online aja," putus Sultan tidak ingin diganggu gugat.

"Iyaa."

Isyana hanya bisa menurut, toh itu juga demi keselamatannya. Padahal Isyana memilih pagi ini untuk menceritakan kejadian dirinya diikuti karena suasana hati mereka sedang baik. Wanita itu mengira Sultan tidak akan semarah ini.

Hmmm, sebenarnya suaminya itu tidak memarahinya. Namun wajah tegang Sultan membuat Isyana menjadi segan. Bibir Isyana mencebik, ia melirik diam diam suaminya yang sedang sibuk menyetir menuju Heaven Bakery. Saat ini mereka berdua berangkat kerja bersama, rencana pulang kerja nanti mereka akan mengambil motor sekaligus beberes barang barang yang masih tersisa di kos.

"Masss," panggil Isyana dengan nada sedikit merengek.

"Hmmm," Sultan hanya membalas dengan gumaman saja.

"Jangan marah dong, masak pagi pagi udah marah. Senyummm," Isyana menghadap suaminya menatap pria itu sembari mencontohkan Sultan untuk tersenyum.

"Mas takut kamu kenapa napa."

"Iyaa tau, lain kali aku lebih hati hati. Tapi kan sekarang aku baik baik saja. Yuk jangan rusak pagi Mas dengan cemberut begitu. Kasian mahasiswa Mas, liat muka dosennya tegang begitu."








Kalo part ini rame, banyak vote and comment nanti bakalan cepet update dehh.

Yukkk ramaikann


BETTER THAN WORDS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang