Part 29 Lupa

32 7 0
                                    

⚠️ Plagiat dilarang mendekat 👿
🍀Happy reading 🌺

Sinar mentari menyelinap masuk ke kamar jendela Ami yang sedang bergelut dengan laptopnya.

"Ini laptop kenapa sih! Dari tadi dinyalain nggak bisa-bisa," kesal Ami sembari cemberut.

"AAMII! CEPAT TURUN, INI SARAPANNYA UDAH SIAP!" teriak Wulan dari bawah.

Dengan kesal Ami berjalan menuruni tangga, melihat raut wajah putrinya membuat Dirham menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa mukanya kayak gitu?" tanyanya.

"Laptop Ami rusak," jawab Ami cuek.

"Lah kok bisa rusak," imbuh Wulan sembari menyendok nasi ke piring Ami.

"Nggak tau, padahal udah lama Ami nggak pake," tukasnya.

"Sudah cemberutnya, biar papa bawa ke rumah om Andi."

"Hmm," jawab Ami sembari memasukkan makanannya kedalam mulut.

"ZIDAN ...!" teriak Wulan lagi.

Dengan baju yang rapi Zidan berjalan kebawah, ikut gabung di meja makan bersama dengan keluarganya.

"Mi, semalam kamu kemana?" tanya Zidan yang membuat orang tua mereka langsung memandang ke arah Ami.

Ami mengedipkan kedua matanya memberi kode. "Semalam kamu kemana?" tanya Zidan lagi yang membuat Ami menatapnya seolah ingin menerkamnya di tempat.

"Jalan-jalan," jawab Ami.

"Kemana?" tanya Zidan lagi.

"Ketaman doang kak, sekalian jajan."

Kedua orang tua Ami hanya menyaksikan percakapan mereka. Bukannya mereka tidak mau ikut campur, namun ia percaya kepada Zidan untuk mengurus Adiknya.

"Mi, keluar tengah malam itu berbahaya, apa lagi cewek seperti kamu," ucap Zidan menasehati.

"Habisnya Ami suntuk di rumah, lagian dari dulu Ami kan nggak pernah keluar, jadi wajar dong jika Ami keluar saat Ami udah sembuh," jawab Ami yang membuat Dirham langsung menatap putrinya.

"Mi, kamu tidak boleh bilang begitu, kalau mau keluar kami tidak melarang mu, tapi kalau bisa siang saja atau nggak sore, jangan larut malam begitu. Dan betul apa yang dikatakan Zidan, anak gadis seperti kamu itu berbahaya keluar tengah malam sendiri," ucap Dirham lembut.

Ami terdiam, ia menyadari ucapnya agak kasar. "Ma-maaf," jawabnya tidak enak.

Tak ada percakapan setelah itu, sepi dan hanya terdengar suara gesekan sendok.
Usai sarapan Ami membantu Wulan membersihkan rumahnya. Kini ia sedang berdiri di taman sembari memegang sapu.

"Bismillah siap bertempur," gumamnya sembari mengangkat sapunya.

"Non lagi ngapain?" tanya pak Iyas yang sedang menjaga pagar depan.

"Heheh mau nyapu pak," jawab Ami sesekali ia mengayunkan sapunya.

"Mau dibantu non?"

"Nggak usah pak, lagian Ami yang pengen kok," jawab Ami.

'Non benar-benar udah berubah, Alhamdulillah non nggak lagi seperti dulu,' batin Pak Iyas.

Setelah selesai menyapu, Ami duduk di teras rumahnya. "Hadeh capek banget," keluhnya sembari mengibaskan kedua tangannya.

"Oh iya, hari ini kakak Abi belum nelpon," gumamnya saat ia memandang ponselnya di atas meja.

Tanpa berpikir panjang Ami langsung menelpon suaminya. Panggilan pertama tak dijawab begitupun dengan panggilan ke dua dan ketiga.

Istri Wibu Ustadz Abimanyu (Tamat + Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang