11.

1.3K 120 11
                                    

•••••••••


°°°°°


Kota Angmala, sebuah kota yang hampir semua bangunannya terbuat dari tanah dan pasir, atapnya hanya bertutupan daun kelapa dan beberapa kain tirai. Kota tersebut terkenal dengan pasarnya yang selalu ramai akan penduduk dari desa lain, salah satunya Desa Angsepa, tempat Pak Kades tinggal.

"Anggur emas! Anggur emas! Beli dua gratis satu! Anggur emas! Khasiatnya bisa membuat umur anda menjadi panjang! Anggur emas! Anggur emas!" seorang penjual berseru, menawarkan dagangannya ke orang-orang yang berlalu lalang.

"Permisi pak,"

"Oh hai adek cantik, kamu mau beli anggur emas ini?" sang penjual bertanya ketika datang seorang gadis dengan jubah yang dia pakai.

"Makasih pak, saya cuma mau numpang tanya tentang kota ini," gadis itu menolak lewat senyumnya.

"Hm? Tentang kota ini?" gadis itu mengangguk.

"Baiklah, kamu mau tanya apa?"

"Kalau dari kota Angmala ke Kerajaan Semilir, lewat mana ya pak?" gadis itu bertanya.

"Kamu mau kesana? Untuk apa?"

"Saya cuma tanya pak,"

"Oh, kalo kamu mau ke Kerajaan, kamu butuh waktu 2 jam dari sini, itupun kalau tidak ada badai pasir, kalo ada bisa jadi 3 sampai 4 jam perjalanannya" jelas sang penjual.

"Iyakah pak? Jauh juga ternyata,"

"Iya dek, sejak tuan Mangkel jadi kepala keamanan kerajaan, desa-desa yang dulunya dekat dengan Kerajaan, dipindah sejauh mungkin ke perbatasan agar tidak menimbulkan konflik antar desa, dan kota Angmala jadi pusat berbagai desa untuk berniaga dan berbelanja sampai sekarang," jelas sang penjual.

"Bapak pernah ketemu sama tuan Mangkel?" tanya gadis itu.

"Saya? Belum dek, dan mungkin nggak akan pernah. Karena tuan Mangkel itu tipe orang yang tidak suka dengan penduduk desa sepeerti saya," sang penjua membalas.

"Alasannya pak?"

"Tidak tahu. Tapi karena perubahan yang tuan Mangkel lakukan, seluruh desa yang ada di bawah pemerintahan Kerajaan, hidupnya aman damai sentosa sampai saat ini,"sang penjual menanggapi.

Disaat gadis itu berbincang dengan sang penjual, Gita dan Zee telah sampai di kota yang mereka tuju, yaitu kota Angmala. Keduanya masih terengah engah setelah berlari dari kadal raksasa tadi, mereka bersandar di bekas pondasi rumah dengan keringat yang mengucur deras.

"Kak Gita gerah nggak? Aku gerah banget pakai baju kayak gini," Zee mengeluh, sedikit membuka bajunya.

"Aku juga, tapi kalau kita lepas, kita kepanasan karena suhu kota ini yang panas banget," Gita membalas, menempelkan tangannya ke pipi untuk mendinginkan wajah.

"Aku juga mau kak Gita" Zee mendekat ke Gita dan menarik tangan gadis es itu untuk ditempelkan ke pipinya.

"Ah~" Zee menghela napasnya, lega.

"Saya pergi dulu, makasih atas anggurnya!"

"Iya sama-sama, eh dek nama kamu siapa?"

Gadis itu membalikan badannya dan tersenyum ke arah sang penjual.

"Ella."
 
 
°°°°°
 
 
Adel dan Ashel masih berlari, mereka berdua mulai melihat sebuah gapura. Adel menyipitkan mata ketika melihat tulisan di atas gapura tersebut.

"Ang ... Angma ... ANGMALA!!" serunya setelah mengeja huruf yang ada di atas gapura tersebut.

"Shel! Kita sampai di Angmala Shel!"

The Last Protector of Snaga (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang