LIMA | Jurang Kesakitan
"Langkah keduanya telah menemui ujung dari jalan yang dilalui. Sebuah jurang yang teramat curam bernama perceraian."
🌸🌸🌸
Selama berpacaran Jevano hingga usia pernikahan yang ke delapan, hubungan Kanaya dan pria itu baik-baik saja. Tidak ada masalah apalagi perselisihan. Cinta keduanya yang sama besar membuat hubungan itu selalu hangat dan penuh tawa.
Setiap tindakan yang Jevano lakukan untuk Kanaya pasti untuk kebahagiaan wanita itu. Pernah suatu waktu di masa lalu, ketika Kanaya begitu terpuruk, Jevano selalu berada di sisinya. Gosip tidak menyenangkan beredar di media sosial. Membuat mental Kanaya down. Dia mengendara tanpa tujuan. Berharap panjangnya jalan yang dia lalui bisa sedikit memudarkan rasa gelisahnya.
Langit mulai kelam, hanya lampu jalan yang menyinari jalanan sepi itu. Kanaya putuskan berhenti di sebuah taman, duduk sendirian di bangku itu dengan wajah pucat dan mata sendu oleh beban pikiran yang berat. Dia merasa terjebak dalam labirin masalah, merasa putus asa karena tak tahu harus bagaimana lagi.
Tiba-tiba, langkah kaki lembut menghampirinya. Jevano datang, membawa aroma menenangkan dari parfumnya yang lembut. Entah bagaimana bisa pria itu temukan dirinya. Dia duduk di sebelah Kanaya tanpa berkata apa-apa, hanya membiarkan kehadirannya menjadi teman kesendirian Kanaya.
Kanaya menoleh, menyeka wajahnya yang basah oleh air mata. "Kamu baru pulang kantor?"
Jevano tersenyum lembut, wajahnya tampak kuyu. Kemeja putihnya tidak lagi rapi. "Hem, aku baru selesai rapat lalu ngecek ponsel, dan baca berita itu..." helaan napasnya terdengar, "Aku telepon kamu, tapi nomormu nggak aktif."
"Ponselku mati."
Meski kalut tampak membayangi wajah Jevano, pria itu tetap memberi senyum lembut yang menenangkan bagi Kanaya. "Kabari aku ya lain kali. Aku akan ajak kamu keliling Jakarta, jangan pergi seorang diri," katanya sembari mengelus puncak kepala kekasihnya.
Kanaya tersenyum, "Kamu sibuk. Katanya mau jadi sekaya pemilik Pradja Steels kan? Jadi kamu harus kerja keras."
Jevano terkekeh, wanita itu masih ingat ucapannya. Janji Jevano untuk jadi pria sukses sehingga Kanaya tidak perlu menghawatirkan materi saat hidup dengannya.
"Benar, tapi ternyata nggak mudah. Meski aku kerja sampai mimisan, yang kaya tetap mereka dan aku yang bisa mati karena overwork."
Kanaya tertawa lepas, Jevano selalu memiliki cara menghiburnya. "Kalau gitu biar aku yang cari uang banyak."
"Jadi kamu udah yakin buat serius sama aku?" sudah tak terhitung berapa kali Jevano sampaikan ajakannya untuk serius, tapi tidak pernah ditanggapi Kanaya. Sedang kali ini wanita itu tampak menyiratkan kesanggupan untuk jadi pendampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After October
RomancePernikahan Kanaya dan Jevano berada di ujung tanduk. Perpisahan siap menyambut keduanya. Bagai gedung tua yang sudah lapuk, dinding-dinding kepercayaan di antara mereka telah terkikis perlahan. *** Sepuluh tahun pernikahan membawa Jevano pada titik...