04. Rindu Ibu

757 35 0
                                    

Kakinya melangkah masuk kedalam kamar. Menyalakan saklar lampu, menampilkan ruangan bernuansa elegan dengan warna navy. Terdapat hiasan astronomi luar angkasa pada langit-langit kamar. Lampu yang menerangi figur diatas membuat sang empu serasa berada diluar angkasa.

Netranya menelusuri setiap sudut ruangan. Hingga jatuh pada sendal bermotif teddy bear. Ingatannya kembali pada saat pertikaiannya dengan sang adik.

"Apa coba yang gue pikirin" tepisnya pada semua rasa tak nyaman ini.

Badannya dihempas ke atas ranjang, berusaha tak terganggu dengan semua pemikiran tidak jelasnya.

Ya, Darrel lagi-lagi berusaha menepis rasa bersalahnya pada Gerlan.

Lain Darrel lain pula Gerlan.

Gerlan sendari tadi duduk di meja belajarnya memandangi figur foto yang menampilkan tiga orang dewasa dan dua anak kecil, foto itu adalah foto yang kala itu akan dia berikan pada Darrel sebagai hadiah ulang tahun namun sebuah insiden yang tak terduga terjadi di pagi hari tepat pada hari ulang tahun Darrel.

"Huuh.... Tidak adakah satupun dari kalian yang akan menjelaskan kepada kami tentang apa yang terjadi?"

"Kenapa kalian membiarkan kami menanggung beban atas kesalahan yang kalian lakukan?"

"Bunda... Kenapa? Kenapa kau memilih menyerah begitu saja? Apa semua ini memang sudah begitu berat untuk kau tanggung?"

"Dan ibu... Kau dimana? Kenapa meninggalkan aku sendiri diantara orang-orang yang tak bisa menerimaku?"

*Dringgg...

Bunyi dering dari hp membuyarkan lamunan Gerlan. Nama Aran tertera disana. Ah.... Gerlan lupa bahwa masih ada satu orang yang rela menjadi dinding penopangnya.

"Hai" ucap Gerlan membuka pembicaraan.

"Gue rasa ada yang gak beres, berasa rindu aja gitu sama lo jadi gue telfon deh, maaf ya tengah malam menganggu" balas Aran.

Mendengar ucapan sahabatnya, Gerlan tersenyum cerah, ini yang dia suka dari Aran, kepekaan anak itu melebihi kepekaan saudara tirinya. Dia bahkan pernah berpikiran bahwa dia dan Aran adalah saudara kandung yang terpisahkan.

"Gue rindu ibu Ran"

"Gue juga rindu mak bapak gue, tapi gak sedih-sedih amat tuh. Lo jadi orang jangan alay deh bro"

"Idih lo mah enak jir masih ada kak Adri"

"Lo juga enak sat masih ada gue!"

"Jan bilang lo gak pernah anggap gue selama ini?! Wah parah sih bro"

"Alay jing!"

"Ah! males gue telfonan ama lo mulutnya binatang semua! Udah-udah tidur lo sana besok kudu datang cepat biar gak kena tagih buk benlas"

"Eh iya anjir! Ya udah gue tutup, bye nyet!"

Setelah menutup telfon Gerlan bergegas ke kasur untuk tidur.

Jangan kalian pikir dia anak orang kaya mau dan rela uang jajannya kepotong (walau cuman 2rb) buat bayar kas.

Pikir Gerlan gini 'ayah gue kan donatur terbesar di sekolah itu berarti uang yang dikeluarin juga banyak dan itu di pakai buat sekolah jadi buat apa lagi gue bayar kas, orang ayah gue tiap hari ngirim duit ke sekolah'


••
•••

Seperti tujuan awalnya, pagi ini Gerlan bergegas pergi setelah menyantap sarapannya yang bahkan hanya beberapa sendok.

Not BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang