Sudah TAMAT di Karyakarsa link ada di bio.
Selamat Membaca
Setibanya di apartemen Athaya dikagetkan dengan sosok perempuan paruh baya, perempuan yang membuatnya terlahir di dunia ini, Athalia Kusuma.
"Mama." Perempuan yang masih cantik itu tersenyum dan menyuruh Athaya untuk duduk menunggu dirinya menyiapkan makan malam.
"Nggak usah Ma, tadi habis makan di luar." Sudah menjadi kebiasaan kalau Athalia berkunjung pasti membawa makanan dari rumah. Athalia mengangguk, menyimpan kembali beberapa makanan yang ia bawa. Tubuhnya berjalan menuju sofa yang berhadapan dengan kamar tidur Athaya. "Kenapa Mama nggak bilang mau kesini?"
Athaya yang baru mengambil air mineral mengikuti langkah Mamanya, "Kamu sibuk, disuruh pulang tidak ada waktu. Kasihan Papa kamu rindu kamu."
"Tumben."
"Papa kamu sayang sama kamu makanya dia rindu. Kamu apa kabar?" Athalia memang sering berkunjung dibandingkan suaminya. "Baik Ma. Mama bisa lihat."
Athalia mengangguk, ia menyesap teh hangat yang ia buat tadi."Opa kamu perlakuan kamu dengan baik, kan?" Meskipun hubungan keduanya tidak baik, dalam hati kecil Athalia selalu berdoa semoga Opa dari Athaya mau menerima cucu mereka.
"Kenapa Mama tanya begitu? Opa baik sama Atha." Athalia bernapas lega, pasalnya ia takut jika kesalahannya di masa lalu membuat Opa membenci cucunya.
"Kamu tahu sendiri Mama kaya apa di mata keluarga besar. Ya, meskipun Mama akui kalau ini salah Mama."
"Mama sudah bilang berapa kali sih, Atha sudah hafal betul." Bagaikan kaset rusak yang selalu diputar saat dirinya bertanya kenapa keluarga dari pihak Papanya tidak pernah berkunjung, Athaya kecil hanya tahu bahwa mereka tinggal jauh hingga akhirnya Athaya sadar bahwa ada sekat yang memisahkan.
Athalia tersenyum, ia mengusap kepala putranya itu. "Maafkan Mama ya, yang telah memposisikan diri kamu seperti ini."
"Iya, tapi Atha bahagia dengan apa yang sekarang Atha miliki."
Athalia menepuk pundak putranya itu dengan keras. "Kamu memang anak kurangajar, jelas kamu bahagia lagian sekarang kamu kaya. Beda saat kamu tinggal sama kami."
"Hahaha, ampun Ma. Tapi ini memang kenyataan." Dengan kedua tangan yang bersedekah di depan dada untuk meminta ampun.
"Untung Papa kamu tidak kaya kamu yang mata duitan." Ucap Athalia dengan mendengus sebal, putranya memang tidak memiliki jiwa sederhana seperti dirinya dan suami. "Papa aja yang bod*h bisa mencintai Mama dengan menggadaikan kekayaannya."
Athalia menatap putranya dengan sorot mata tajam, "Kamu belum pernah merasakan cinta ya bilang kaya gitu. Nanti kalau kamu sudah merasakannya Mama yakin kamu jauh lebih bod*h dari Papamu." Bicara dengan putranya memang membuat tensi darahnya tinggi, alhasil ia lebih memilih untuk masuk ke kamar tidur yang biasa ia tempati meninggalkan putranya sendiri.
Athaya yang melihat tingkah Mamanya, hanya bisa menghela napas panjang. Apa begitu mekanisme cinta? Membuat akal pikiran tidak bekerja seperti halnya pikiran Papanya?
Ah, bod*h amat lebih baik gue istirahat.
***
Pagi harinya Athaya melihat tangan terampil Athalia di depan dapurnya, tak lupa perempuan itu membuatkan susu hangat. "Kapan sih kamu mau nikah? Kalau kaya gini terus kasihan Papa kamu." Omel Athalia saat tangannya sibuk membuat omelet.
Athaya hanya diam dengan tubuhnya duduk di kursi meja makan. "Kamu sudah tua Athaya, kapan kamu bawa calon ke hadapan kami?"
"Nggak tahu." Jawab Athaya setelah ia menyesap segelas susu hangat. Sejak tadi malam ia berpikir akan hubungannya dengan Nala, namun ia tidak memiliki jawaban untuk hal itu kecuali hubungan mereka ada karena taruhan.
"Kamu mau Mama jodohkan? Atau kalau tidak nanti Mama bilang ke Papa buat carikan kamu istri."
"Lah Papa aja cari istri kaya Mama, terus Atha nanti dicarikan kaya apa?"
"Dasar anak nggak tahu diri." Athalia menyelesaikan menu sarapan sebelum dirinya kembali ke kamar untuk membersihkan tubuh.
"Kemarin Paman kamu datang ke rumah, dia cerita kalau saat acara keluarga kamu bawa cewek ya? Siapa dia?" Tanya Athalia saat mereka tengah menyantap menu sarapan. Dari adik sang suami ia mendapatkan informasi bahwa putranya itu membawa pacar barunya, dan yang membuat Athalia kaget, pacar barunya itu bukan dari kalangan atas.
"Buat apa Ma?"
"Buat restuin kalian, kan Mama harus tahu dia siapa?" Athaya menatap Mamanya. "Nanti kalau sudah ke arah sana Atha bawa ke hadapan kalian."
Sudah sering Athaya mengatakan itu, hingga telinga Athalia kebal. Dulu suaminya tidak seperti putranya ini, dulu kalau Athalia ingat-ingat suaminya adalah tipe pria yang serius dan yang pasti dia pria yang begitu sayang akan pasangannya. Sangat berbeda dengan Athaya, yang mungkin mantannya sebanyak pakaian yang ia punya.
"Tapi kapan?"
Athaya mengedikkan bahu, ia juga tidak tahu itu akan terjadi kapan? "Adik kamu itu bentar lagi lulus kuliah, dia juga sudah serius dengan pasangannya. Dan Mama harap kamu dulu ya nikah." Sebagai orang tua ia ingin menikahkan anak-anaknya sesuai urutan.
"Ya mereka dulu nggak papa. Atha biasa aja." Biasa untuk diri Athaya tetapi tidak dengan hati seorang ibu. "Mama nggak mau itu, jadi kamu harus segera bawa pasangan."
Akhirnya Athaya hanya bisa mengangguk pasrah, list kehidupannya belum ada kata menikah tetapi ia harus dipaksa untuk memikirkan hal itu. "Kalau dia baik, bisa kamu jadikan patner hidup, dan yang pasti bisa menjaga nama baik keluarga, Mama akan langsung restui."
"Maksud Mama?"
Athalia terdiam sejenak, ia menatap putranya sebelum melanjutkan pembicaraan. "Mama tahu kalau Mama belum bisa jadi orangtua yang baik buat kalian, tapi ini nasihat Mama. Pasangan kamu itu harus orang yang baik, orang yang tahu batasan dengan lawan jenis, orang yang selalu mendahulukan keluarga dan yang terakhir ia bisa dinasihati."
"Apa ini juga yang buat Papa bisa mencintai Mama begitu besarnya?" Tanya Athaya serius, Athaya selalu bertanya-tanya akan alasan apa yang membuat Papanya rela meninggalkan kemewahan dan hidup sederhana dengan Mamanya. Ibarat kata Papanya adalah orang yang sudah terlahir dari sendok emas, dia belum pernah merasakan kesusahan. Tetapi saat dirinya memilih hidup dengan Athalia jelas itu awal dari kesusahan.
"Bisa dikatakan begitu. Papa kamu hidup mudah dengan kekayaan Opa kamu, tetapi ia tidak merasakan cinta di dalamnya dan Mama hadir dengan cinta dan hal itu." Jawab Athalia. Dirinya hadir di kehidupan Ekajaya dengan sikap yang sudah keras, dirinya juga sering dijuluki perempuan batu karena tidak pernah mau menyerahkan tubuhnya untuk setiap pacar yang dulu ia pernah pacari. Padahal kehidupan kota besar memungkinkan hal itu. Hal itu yang membuat Ekajaya tertarik, dan akhirnya bisa menaklukkan Athalia Kusuma.
"Perempuan memang tidak dinilai dari selaput dara, tetapi perempuan yang mau menjaganya dan bisa, adalah perempuan yang kuat." Perlu digaris bawahi tidak semua perempuan bisa dan tidak semua perempuan beruntung akan hal itu. "Karena sejatinya perempuan sama seperti laki-laki. Dan mau menjaga itu adalah pilihan."
Kenapa obrolan Mamanya begitu berat untuk waktu sepagi ini. "Iya Ma. "
"Dan satu lagi, biarkan Opa kamu juga merestui, jangan buat menantu Mama kaya Mama."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Love is not Perfect ✔ (Tamat di Karyakarsa)
Aktuelle LiteraturButuh bukti untuk cinta