Sepuluh tahun kemudian.
Jeffrey baru saja pulang kerja. Karena saat ini dia memang bekerja di perusahaan ayahnya. Padahal, dulu dia sudah berencana untuk bermusik saja. Mengingat band Ninety Seven yang dulu dibangun bersama teman-temannya cukup menghasilkan. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya mereka berpisah dan tidak lagi melakukan aktivitas bermusik seperti sebelumnya.
"Nanti bilang Mama kalau aku tidak sengaja bertemu kamu di jalan. Supaya tidak curiga."
"Iya, Kak."
Ucap Kasih sebelum menuruni mobil. Dia langsung menyalami Jessica yang sedang duduk di teras sembari meminum teh dingin. Karena aktivitas kesukaannya sejak sepuluh tahun terakhir adalah duduk di teras sembari melamun seperti ini.
Iya. Setelah Joanna pergi, Kasih diangkat anak oleh keluarga Jeffrey. Dia dibiayai sekolah hingga lulus S2 dan menjadi dosen di salah satu universitas bergengsi kota ini. Karena selain pintar, dia juga memiliki banyak koneksi. Sehingga bisa dengan mudah masuk di tempat ini.
"Tadi aku bertemu Kak Jeffrey di jalan, jadi aku ikut juga."
Jessica mengangguk singkat. Dia masih menatap depan. Hingga Jeffrey tiba dan menyalami tangannya juga. Sama seperti apa yang Kasih lakukan sebelumnya.
"Masuk, yuk, Ma! Mau hujan, nanti masuk angin kelau kelamaan di luar."
Jessica menggeleng pelan. Membuat Jeffrey hanya bisa menarik nafas panjang. Karena dia jelas tidak tega meninggalkan ibunya sendirian di luar.
"Kalian masuk sana! Pasti lelah karena seharian kerja. Mama mau di sini saja. Siapa tahu Joanna pulang."
Ucapan Jessica jelas membuat Jeffrey naik pitam. Karena bosan mendengar nama itu dari ibunya.
"Ma! Sudah berapa kali aku bilang, dia tidak akan pulang! Anak nakal itu tidak memikirkan kita! Sudah lah! Lebih baik lupakan dia! Sudah sepuluh tahun juga. Mama harus move on demi Papa dan kita! Mama pikir kami tidak sedih jika melihat Mama seperti ini, hah!?"
Jessica mulai menatap Jeffrey. Kedua matanya sudah berkaca-kaca saat ini. Sebab dia jelas tidak akan bisa melupakan Joanna yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Apalagi mereka dekat sekali. Tidak seperti Jessica dengan Kasih.
"Kamu pikir Mama tidak tahu kalau kamu yang mengusir Joanna dari rumah? Kamu pikir Mama tidak tahu kalau kamu yang membuatnya takut pulang? Kamu pikir Mama tidak tahu kalau kamu yang melarang dia bertemu Mama? Mama tahu semuanya! Tapi Mama diam agar kamu tidak ketakutan dan semakin merasa bersalah! Mama juga tahu kalau kalian ada hubungan! Mama tahu semuanya! Tapi Mama selalu pura-pura tidak tahu apa-apa untuk menjaga perasaan kalian yang mungkin masih belum siap untuk bercerita. Padahal Mama juga tidak akan mempermasalahkan. Mama memikirkan kalian semua! Mama hanya ingin menunggu Joanna, dia anak perempuan pertama Mama. Mama yang merawatnya saat pertama kali datang bulan, Mama yang mengajari dia berenang, Mama juga yang menjadikan dia sebagai pelipur lara saat keguguran anak kedua. Sampai kapanpun Joanna anak Mama! Mama yakin dia pasti pulang! Mama yakin dia rindu Mama juga!"
Jessica bangkit dari kursi. Dia memasuki rumah sembari menangis. Sebab dia jelas sakit hati karena dilarang Jeffrey menunggu Joanna yang telah pergi.
Jeffrey dan Kasih saling tatap. Karena mereka tidak menyangka jika Jessica tahu hubungan mereka. Sebab selama ini mereka memang tidak pernah bermesraan di dalam rumah.
"Kak... Bagaimana ini?"
"Kita lihat saja nanti!"
Jeffrey langsung memasuki rumah. Berniat meminta maaf pada ibunya. Namun sayang, dia tidak menemukan Jessica di mana-mana. Entah ke mana wanita itu pergi sekarang.
6. 40 PM
Makan malam di rumah ini berjalan hening seperti biasa. Tidak ada perbincangan hangat dan canda tawa. Apalagi pertengkaran kecil seperti saat masih ada Joanna.
Semuanya terasa dingin dan senyap. Karena hanya ada suara denting peralatan makan saja yang terdengar. Sebab kunyahan mereka saja begitu pelan. Seolah ingin berlama-lama di ruang makan. Padahal tidak akan ada perbincangan apa-apa di sana.
"Kapan kalian akan menikah?"
Tanya Sandi tiba-tiba. Membuat Jeffrey dan Kasih sama-sama tersedak. Karena dia sudah tahu jika mereka berpacaran. Bahkan, dia juga yang mengatakan pada istrinya. Sebab pernah melihat mereka makan di luar sembari menggenggam tangan di atas meja.
"Mama sudah mengatakan kalau kami sudah tahu tentang hubungan kalian, kan? Tidak apa-apa, tidak perlu takut. Kami tidak akan menentang, karena kami tidak mau kehilangan anak untuk yang kedua kalinya."
Deg. Ucapan Sandi membuat hati Jeffrey berdenyut sakit. Dia jelas tahu apa maksud si ayah saat ini. Hingga membuatnya tidak nafsu makan lagi.
"Kalian tinggal bersama, apa kata orang kalau tahu hubungan kalian? Papa dan Mama hanya tidak ingin terjadi fitnah. Kalau Mama dan Papa sih, fine-fine saja. Karena selama ini kalian di rumah juga tidak aneh-aneh, kan? Tapi kembali lagi. Tidak pantas rasanya kalau laki-laki dan perempuan dewasa yang saling cinta tinggal satu rumah tanpa ada ikatan pernikahan. Jadi kapan kalian menikah? Harapan Papa sih bulan depan. Lebih cepat lebih baik, kan?"
Jeffrey tampak keberatan akan ucapan ayahnya. Sebab dia jelas masih belum ingin menikah sekarang. Karena diapun dengan Kasih baru mulai berpacaran dua bulan. Untuk rencana menikah memang pernah ada. Namun tidak untuk dalam kurun waktu dekat.
"Aku akan pindah ke apartemen saja. Supaya tidak terjadi fitnah."
Ucapan Jeffrey jelas membuat Kasih kecewa. Sebab dia memang berharap Jeffrey lekas menikahi dirinya. Toh, tidak ada yang perlu ditunggu juga. Mengingat usia mereka sudah sama-sama matang dan mapan juga.
"Kamu tidak mau menikahi Kasih?"
Kali ini Jessica yang bersuara. Setelah sejak tadi diam saja. Karena masih sakit hati akan apa yang diucapkan Jeffrey sebelumnya.
"Mau, tapi tidak buru-buru. Aku masih muda, dia juga. Banyak hal yang belum kita kerjakan. Aku belum siap menikah, Ma, Pa. Hubungan kami juga baru berjalan dua bulan. Aku rasa ini masih terlalu cepat."
"Iya, Ma, Pa. Aku dan Kak Jeffrey butuh waktu untuk lebih saling mengenal. Aku yang akan tinggal di luar saja. Kebetulan kemarin temanku ada yang menawarkan apartemen dekat kampus juga. Supaya lebih mudah mengajar, lebih baik aku saja yang keluar. Kasihan Kak Jeffrey kalau harus tinggal di luar. Makannya bagaimana? Dia kan tidak bisa memasak. Hehehe. "
Kasih berusaha bercanda. Guna mencairkan suasana. Sebab Jeffrey pernah mencoba memasak di rumah. Namun berakhir terjadi kebakaran kecil di dapur rumah. Hingga membuat Jessica dan Sandi melarang si anak untuk mendekati dapur selamanya.
"Mama keberatan?"
Tanya Sandi pada istrinya. Membuat Jessica diam sejenak. Karena sedang berpikir untuk setuju atau tidak.
"Terserah kalian bagusnya bagaimana. Asal kalian senang, Mama dan Papa akan setuju-setuju saja."
Jawaban Jessica jelas membuat Kasih agak merasa kecewa. Padahal, dia berharap jika Jessica akan sedikit menahannya. Takut kehilangan dirinya. Sama seperti saat wanita itu kehilangan Joanna.
Udah kangen Joanna?
Kalo mau tamat malem ini, jangan lupa ramein :)
20 comments for next chapter!!!
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERYTHING TAKES TIME [END]
عاطفيةJust ordinary story about Joanna and Jeffrey.