Pagiku selalu diisi dengan keramaian dengan mama yang sibuk di dapur bersama kakak semata wayangku untuk menyiapkan sarapan pagi ini. Aku Farel anak kedua dari keenam anak mama, mama perlu diapresiasi karena bisa membesarkan enam anaknya tanpa seorang pendamping.Aku berhasil menjadi guru fisika dari usiaku yang tergolong muda hingga sekarang berumur 32 tahun. Mama selalu menyuruhku menikah tetapi harus dengan perempuan yang sholehah, haduh Mama mau dimana aku mencari kriteria itu, hingga akhirnya aku bertemu
"Mas, ini Leil temen adek yang kemaren adek ceritain itu loh", ucap adikku yang nomor empat
Akupun berhenti diruang tamu langsung menampilkan senyum sambil membungkuk kepala sedikit, tanpa berbicara aku masuk ke kamar. Pintu kamar terbuka memunculkan Mama sambil tersenyum "Ituloh Mas maunya Mama tuh yang kaya Leil, udahlah cantik, pendiam, sholehah lagi nggak kayak mantan kamu pakaian seksi seksi begitu". Lihatlah Mama masih saja dengan pemikiran kunonya, tetapi hatiku terbuka akan hal itu " Iya Mama, nanti Mas pikirin lagi", ucapku.
Memang Leil adalah satu-satunya wanita yang bisa menarik perhatian seluruh anggota keluargaku, dimulai dari adikku yang memperkenalkan sebagai temannya hingga dia mulai memperkenalkan kepadaku untuk kujadikan sandingan di pelaminan. Emang Leil mau sama yang tua kayak aku selalu itu bantahanku.
Aku dengan Leil tidak pernah berbicara selama ini, karena aku ingin menjaga marwahnya dan ia yang pendiam dengan lelaki. Terkadang aku penasaran akan suara lembut yang dia keluarkan dari mulutnya. Dibanding dengan mantan-mantan ku yang lalu Leil berbeda, Leil adalah Leil, perempuan dengan jilbab syar'i dengan warna yang bisa dihitung jari. perempuan ini memang hanya mampu menampakkan senyumnya bila berseru pandang denganku tetapi mampu memikat perhatianku belakangan ini. Tidak bisa, aku tidak bisa seperti ini selalu.
Dengan tekad bulat aku kerumah orang tua Leil dengan sendiri, dengan lantang aku duduk bersama kedua orang tuanya dibangku jepara dengan membuat rumah ini lebih terlihat minimalis "Assalamu'alaikum Pak, Buk" pembukaan clasic yang kumulai dahulu
"Waalaikumsalam, Nak?", ucap sang bapak dengan maksud bertanya namaku."Ah, Nama saya Farel, Pak. Kedatangan saya kemari ingin melamar putri bapak, Leil" ucapku dengan setengah gugup dan setengah berani.
Mendengar hal itu dapat terlihat ekspresi Bapak dan Ibu terkejut dengan ciri khas mata membulat
"Maaf sebelumnya Nak Farel, kami tidak mengenal kamu, dan wajahmu baru terlihat hari ini. Bagaimana aku bisa mempercayaimu untuk menjaga anak perempuanku?" ucap kekhawatiran bapak."Saya abang dari Mikaila, Pak. Saya abangnya teman Leil, saya sudah menetapkan hati saya dengan menatap mata Leil, Pak" kata-kata ini sungguh keluar begitu saja dengan tulus.
"Baiklah, Bapak Ndak bisa paksakan, Bapak hanya memberi peluang, biar Leil lah yang menjawab nanti, kebetulan Leil lagi tidak ada dirumah. Seandainya diterima kamu ingin pernikahan yang seperti apa?"