. . . . ☆

56 11 9
                                    

Pria itu, Benjamin Park. Terduduk dengan senyuman kecil yang menghiasi bibirnya, pandangannya tertuju kepada wanita yang tengah berlarian kecil bersama anak kecil di pinggir sungai. Wanita itu, yang kehadirannya selama setahun ini mewarnai kehidupan Benjamin.

Wanita yang berhasil mencuri perhatian dan kasih sayangnya, wanita yang mengelus punggungnya walau ia tau jika wanita itu yang lebih memerlukan elusan untuk punggung kecilnya itu.

Benjamin menolehkan kepalanya, melihat bangku besi yang berada tidak jauh dari bangku yang ia duduki saat ini. Setahun yang lalu, ada seorang wanita yang duduk di sana dengan tatapan mata yang kosong. Wanita yang saat ini sedang bermain bersama anak kecil itu, Erika Kim.

Flashback on : A year ago

Entah sudah berapa lama Benjamin tinggal di luar negeri untuk menempuh jenjang pendidikannya, saat kembali ke negara asalnya ia jadi merasa asing. Ada keinginan untuk dirinya berkeliling di kota tempat tinggal keluarganya, karena ya dia akan menetap di negaranya ini.

Bodohnya seorang Ben, ia pergi sendirian di kota yang sudah menjadi asing ini. Ia mengingat jika kedua temannya sedang ada urusan keluarga yang membuat mereka tidak ada di sini untuk seminggu ke depan. Jadi, ia hanya mengandalkan maps yang ada di ponselnya.

Bus yang ia naiki berhenti di perhentian yang menjadi tujuan Benjamin, ia turun dari bus dan seketika angin sedikit kencang menerpa dirinya. Ia mendatangi sungai yang menjadi daya tarik dari kotanya ini, ia ingat saat kecil dulu ia dan kedua temannya sering kali datang karena terdapat lapangan basket bagus.

Namun saat tiba, ia terkejut karena keadaannya yang sudah berbeda, dan tempat ini sangat ramai. Mungkin karena ini akhir pekan, jadi banyak yang menghabiskan harinya di sini untuk melepas penat.

Benjamin menyusuri jalan konblok yang mengelilingi sungai, sepanjang jalan entah sudah berapa kali ia disapa oleh anak-anak kecil yang berpapasan dengan dirinya. Walau terasa aneh, Ben membalas sapaan dari mereka.

Sepertinya sudah lebih dari 30 menit kaki jenjang Benjamin melangkah, ia menutuskan untuk duduk di salah satu bangku besi yang mengarah langsung ke arah sungai. Dengan lagu yang masih menemaninya, perlahan kelopak mata Benjamin tertutup. Semilir angin serta lantunan melodi bersatu, membuatnya menjadi tenang walau di sekitarnya terpantau ramai.

Namun, belum lama kelopak matanya tertutup. Benjamin merasakan tepukan kecil di bahunya, saat kelopak matanya kembali terbuka, ia melihat seorang gadis kecil dengan wajah sedih berdiri di depannya sembari satu tangannya menyodorkan setangkai bunga mawar.

"Kakak kalau aku kasih bunga ini, mau kakak terima atau kakak tolak kaya yang kakak itu lakuin?" tanya gadis kecil itu dengan satu tangan lainnya yang menunjuk ke arah seorang gadis yang sedang duduk termenung di bangku sebelahnya.

Benjamin kembali menatap gadis kecil itu dengan senyuman lebar, ia mengambil bunga mawar itu dari tangan mungil sang gadis kecil, "Tentu akan kakak terima, terima kasih buat bunganya adik kecil." Ucap Ben sembari menyubit pelan pipi gadis kecil itu.

Perlahan Benjamin bisa melihat senyum manis dari gadis kecil itu, gadis kecil itu mengangguk lalu berlari dengan riang ke arah dua orang yang Benjamin yakini sebagai orang tua dari gadis kecil itu. Mereka memberi isyarat terima kasih ke arah Benjamin lalu pergi menjauh dari area sungai.

Kedua mata Benjamin menatapi bunga mawar pemberian gadis kecil itu, lalu ia kembali menoleh untuk memastikan apakah gadis yang menolak mawar ini masih ada di tempatnya atau sudah beranjak.

Ternyata gadis itu masih di sana, masih pada posisi terakhir kali Benjamin lihat. Walau hanya melihatnya dari samping, Benjamin yakin jika pikiran gadis itu sedang kosong. Ia kembali menatap mawar itu, lalu terbesit sebuah ide di otaknya.

Save You, Save Me ; ChericeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang