Serigala

13.9K 475 72
                                    

Febri berjalan riang menyusuri hutan. Tangan kirinya membawa sebakul makanan. Isinya beberapa buah, roti yang masih hangat juga kue-kue kering.

Dia disuruh oleh sang ibu untuk pergi mengantarkannya ke rumah sang nenek. Dan dia harus berjalan melewati hutan, tidak seberapa jauh. Dia juga sering berjalan lewat sini. Kalau baru pertama kali mungkin bingung karena jalan ke rumah sang nenek melewati beberapa jalan bercabang.

Mulutnya tak berhenti bersenandung. Jubah merah yang ia pakai menyapu daun-daun yang berguguran di musim gugur ini. Ahh, Febri tersenyum lebar menikmati segarnya cuaca hutan. Walau siang hari, tapi tidak terasa panas karena sinar matahari terhalangi oleh pohon.

Sungguh sejuk dan Febri suka. Ini alasan kesekian dia suka sekali mengantar makanan ke rumah neneknya.

Febri berbelok ke arah kanan di jalan bercabang yang kedua. Dia berhenti dan menunduk untuk melihat segumpal bulu berwarna cokelat keemasan. Kepalanya miring ke kiri.

"Ugh, seperti bulu serigala." Katanya pelan.

"Tapi kan kata ibu serigala itu sudah tidak ada." Febri menggedikkan bahunya acuh, "mungkin bulu rubah."

Lalu kembali berjalan dengan riang gembira. Ibunya pernah bilang kalau hutan ini memang hutan yang hanya ditumbuhi pepohonan bukan dihuni oleh binatang buas. Apalagi serigala yang sudah langka.

Sudah bertahun-tahun silam serigala itu menjadi hewan yang paling susah untuk ditemukan. Bahkan kerajaan mengumumkan kalau serigala adalah hewan yang sudah punah.

Mungkin di hutan terlarang di kawasan barat itu ada, hutan yang memang terbesar di kerajaan ini. Lagipula ini hanya hutan kecil, sungai pun tidak ada. Hanya pembatas desa.

Tapi Febri juga pernah dengar, katanya paras serigala di muka bumi ini berubah menjadi siluman yang bisa menyamar menjadi manusia. Mereka memang tidak akan mengganggu, hanya untuk membaur. Kecuali jika manusia mengusik mereka.

Entahlah, itu cerita dari mulut ke mulut.

Febri tersenyum lebar melihat rumah neneknya sudah dekat. Dia berjalan lebih cepat dengan berseru memanggil sang nenek.

Rumah neneknya lumayan terpisah jauh dengan rumah yang lain karena nenek mendirikan sebuah ladang stroberi dan anggur. Ini sekian alasan lain makanya Febri tak pernah menolak kalau disuruh ke rumah neneknya.

"Nenek." Panggilnya lagi. Tapi belum juga ada jawaban.

Febri biasanya menemukan sang nenek yang tengah berada di teras, duduk nyaman sambil membaca sebuah buku kuno.

Tapi sekarang kenapa tidak ada, ya. Febri mengernyit. Dia berjalan kearah ladang disamping rumah sang nenek. Tapi tidak ada juga.

Akhirnya Febri mengetuk pintu rumah. Di ketukan kelima Febri merengut kesal.

"Apa nenek pergi ke pasar, ya?"

Febri mencoba membuka knop pintu, dan ternyata terbuka. Dia bahkan kaget sendiri. Berarti neneknya sedang pergi dan tak jauh dari sini. Tidak mungkin kalau pergi jauh pintunya tidak di kunci.

Melupakan sopan santun, Febri masuk saja kedalam. Aroma rempah bercampur wangi stroberi dan anggur menjadi kesan yang pertama kali ia dapat ketika memasuki rumah.

Febri tersenyum, sangat membuatnya lapar.

Dia mengedarkan pandangan. Menatap ke segala arah untuk mencari sesuatu. Siapa tahu kan neneknya meletakkan sekeranjang besar buah-buahan kesukaannya.

Tapi nihil, Febri tidak menemukan apapun selain rumah yang bersih dan tertata rapih.

Dia merengut. Meletakan bakul yang ia bawa di meja dekat pintu. Febri akan kembali keluar tapi pintu kamar sang nenek yang terbuka sedikit membuatnya tertarik.

Kumpulan OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang