54

669 75 0
                                    

Rei menatap ke arah Deff yang terpaku tak jauh dari tempatnya berdiri. Ada yang aneh, dengan tatapan Deff. Ia mengenal betul bagaimana sikap mantan suaminya. Dan tatapan yang ditunjukan itu bukan tatapan keterkejutan.

"Bebe," panggil Rei membuat tatapan Bebe dan sang ayah terputus.

"Iya mami?"

"Temenin mami make up dulu yuk. Papi di sini sa--"

"Papi ikut ya," kata Yogi dengan suara sedikit keras. Ia sengaja melakukan itu agar Deff bisa mendengar dengan baik apa yang ia katakan. Bahkan menekankan kata papi hingga buat beberapa orang yang berada di sana menoleh dan melihatnya.

"Mas," ucap Rei malu.

"Hari ini aku akan nemenin dan nganterin kamu ke manapun."

Yogi mendorong kembali kursi roda Rei dan mengantarkan ke ruang rias. Sepanjang jalan banyak yang menatap dengan heran. Apalagi interaksi di antara ia dan Bebe begitu dekat layaknya ayah dan anak.

Yogi memilih tak peduli, apalagi menjalin hubungan dengan Rei sudah mendapatkan restu dari sang ibu. Keduanya kemudian masuk ke ruang rias.

"Loh anak siapa ini?" tanya sang perias.

"Anak saya," jawab Yogi. Dan inilah alasan mengapa ia hari ini berencana mengikuti Rei kemanapun. Ia ingin menjawab semua pertanyaan yang terlontar dari bibir staf yang pasti akan menanyakan tentang Bebe. Salah satu rencananya agar Rei bisa semakin membuka hati untuknya.

Jujur apa yang dikatakan Yogi membuat Rei cukup terkejut. Apalagi Yogi dengan gamblang mengatakan kalau Bebe adalah putrinya.

"Ya ampun, cantik banget anaknya pak Yogi."

"Cantik dong, maminya aja cantik, papinya ganteng." jawab Yogi dengan nada khas bapak-bapak yang membuat Bebe terkekeh.

Rei kemudian didandani selama itu Yogi tak beranjak, ia duduk di sofa bersama Bebe. Keduanya sibuk menatap ponsel ataupun mengobrol dengan bahagia.

"Pak Yogi sayang banget ya, sama Mbak Rei," kata Yani sang perias.

Rei hanya tersenyum dengar apa yang dikatakan oleh Yani. Ikut memerhatikan keduanya yang duduk tak jauh dari sana. Ia bisa merasakan kalau Yogi memang begitu menyayangi Bebe. Dan sepertinya itu adalah alasan utama ia mau memberanikan diri coba membuka hati.

Sementara di ruang pemotretran, Deff jadi tak bisa berkonsentrasi. Ketika melihat Bebe, rasanya ingin sekali berlari dan memeluk putrinya itu. Senyum yang ditunjukkan Bebe pada Yogi membuat ia cemburu dan sakit hati.

Satrio duduk di samping Deff yang mematung sambil memegnag kamera miliknya. Satrio kemudian membuka penutup lensa yang masih terpasang. Apa yang dilakukan oleh Satrio membuat Deff terkejut, kemudian menatap sahabatnya itu.

"Ngagetin tau lo." Deff berkata sambil menepuk dadanya, kemudian ia menatap kamera yang ia pegang.

"gimana mau lo setting? Penutup lensanya aja enggak lo buka?" kata Satrio sambil menunjukkan penutup lensa yang ia pegang.

Deff mengambil itu dari satrio, kemudian meletakan ke meja. "Thanks," ucapnya.

"Lo belakangan kebanyakan bengong tau engga? Untung itu enggak ngerubah performa kerja lo."

"Gue cuma kecapekan aja."

Satrio menatap Deff dengan tatapan penuh makna. "Hmm, mentang-mentang ada Kanaya," ledek Satrio. Mengerti betul kegiatan anak muda masa kini. Apalagi keduanya sudah tinggal bersama.

Deff berdecak. "Jangan mikir aneh-aneh."

"Ya, kan ada ayank. Gue ngerti lah." Satrio melefdek lagi. "Eh tadi itu anaknya pak Yogi, Berarti mereka udah jadian lama dong? Anaknya udah tujuh atau enam tahun deh."

"Itu bukan ananknya Pak Yogi," sangkal Deff.

Satrio menatap dengan heran, kenapa sahabatnyaa itu terlihatsangat yakin dengan apa yang ia ucapkan. "Lo tau dari mana emang?"

"Ya, feeling aja. Kalau bukan anaknya dia."

"Tapi gue perhatiin mukanya mirip." Satrio masih kekeh, melihat wajah dan interaksi yang terjadi di antara keduanya.

"Mirip apa sih?" kesal Deff. Ada rasa tak tak terima saat Satrio menyamakan putrinya dengan Yogi. Padahal dulu ia sendiri yang tak mempercayai kalau Bebe adalah darah dagingnya.

Satrio jadi semakn heran dengan kelakuan Deff. "Kok sewot banget lo? Kayak bapaknya aja," kata Satrio lagi yang tentu saja itu adalah kebenaran yang tak ia ketahui.

Deff memilih tak menjawab, ia bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju point pengambilan gambar. Meskipun kali ini bukan bagiannya, ia juga memerlukan foto untuk melengkapi yang lain. Pria itu mengambil gambar semua yang berada di sana.

Dari arah lorong, Yogi, Rei dan Bebe yang beradda di pangkuan sang mami mendekat. Deff terpaku memandang itu membuatnya kesal sendiri.

"Mami, kayaknya Bebe pernah lihat Om itu," kata Bebe tiba-tiba.

"Yang mana sayang?" tanya Rei karena posisi Deff yang berdekatan dengan kameramen.

"Yang rambutnya panjang, bawa kamera itu."

Jujur saat ini rasanya jantungnya berdebar tak keruan. Apa Bebe mengingat sang ayah? Padahal Deff jelas terlihat sangat berbeda. Sekarang rambutnya panjang, juga memakai kacamata, meski tanda berupa tahi lalat di atas alis kirinya masih sama. Ia tak menduga kalau Bebe mengingat itu.

"Di mana sayang?" Tanya Rei lagi.

"Bebe lupa Mi, tapi aku pernah lihat. I try to remember," kata Bebe lagi.

Mereka semakin dekat, Rei terhenti di point pengambilan gambar. Bebe turun dari pangkuan sang mami, ia berdiri dan menatap ke arah Deff. Masih coba mengingat di mana ia meilihat sang ayah.

Deff berdiri di samping Satrio yang terus menemani. Ia saat ini tengah menatap ke kamera, sebenarnya ia mengambil banyak gambar Bebe. Sementar Satrio mengayunkan tangannya meminta Bebe mendekat. Tapi anak itu menggelengkan kepala. Sebelum akhirnya Bebe digendong Yogi dan duduk di kursi memerhatikan sang mami.

"Lucu banget sih anaknya Pak yogi," puji Satrio.

Deff kembali berdecak kesal dengar apa yang dikatakan rekanya itu. "Berisik tau enggak."

Bebe masih memerhatikan sang ayah, ia masih sangat penasaran. "Ah, di lapangan." Bebe kemudian berlari menghampiri sang ibu.

Itu jelas membuat yang berada di sana terkejut. Termasuk snag sutradara.

"CUT CUT, Anak siapa itu heh!!" sang sutradara berteriak. Ia terlalu fokus hingga tak melihat siapa yang beralari mendekat.

Itu membuat Bebe terkejut dan terlihat hampir menangis. Deff melihat itu, Yogi juga melihat apa yang terjadi ia memutuskan untuk menghampiri Bebe.

"Kenapa sayang?" tanya Yogi sambil menggendong anak itu kembali.

"Bebe mau ngomong sama mami."

"Nanti ya mami ma-" Blum sempat Yogi melanjutkan kata-katanya ia terusik dengan keributan di belakangnya.

Di sana Deff dan sang sutradara bertengkar mereka berdua adu pukul. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tapi keduanya terlibat saling adu jotos. Bebe menangis sambil menutup telinga.

"Bawa ke sini Mas," kata Rei yang sudah melangkah untuk mengambil putrinya yang ketakutan.

Yogi mengantarkan Bebe, mebiarkan ia bersama sang mami.

"Tolong kamu jangan teriak Mas," pinta Rei. Ia takut Yogi akan bersuara keras, Bebe tak menyukai itu.

Yogi anggukan kepala. "kamu duduk dulu," kata Yogi sambil berlari, ia meminta staf untuk membawakan kursi roda untuk Rei. Sementara dirinya berlari menghampiri keributan di belakang.

"Kalian ngapain sih?" tanya Yogi berusaha menahan suaranya. "Anak saya sampai nangis."

Deff menoleh, ia terhenti ketika melihat Bebe yang menangis. Namun, karena itu ia mendapatkan satu pukulan yang membuatnya terjatuh. Deff memutuskan untuk tak membalas. Sementara ia masih menatap pada Bebe dan Rei yang menatap padanya.

one night stand with janda Gendut Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang