Rupanya waktu memang berjalan, hampir 80% persiapan pra-pernikahan sudah selesai. Tidak banyak lagi yang bisa diurus, undangan sudah disebar walaupun belum semua, final fitting sudah dilaksanakan, tinggal pelaksanaan di hari-H.
Hari ini, jadwalnya Deon membantu Sherin pindahan ke unit apartemen baru yang mereka sewa. Selain memindahkan barang-barang Sherin, Deon juga menyicil mengangkut barang-barangnya.
Unit kali ini lebih luas dari unit Sherin yang sebelumnya, lokasinya juga lebih strategis dan dekat dengan kantor mereka berdua. Fasilitasnya juga lebih lengkap, sudah ada 3 kamar tidur, dapur, ruang tengah, private pool, dan lain-lain lagi.
Sherin heran sebenarnya, unit ini bisa dibilang mewah, kenapa tidak sekalian Deon beli rumah? Biarlah, Sherin memang agaknya belum begitu mengerti dengan bagaimana cara Deon berpikir dalam hal begini.
Hari ini Hari Sabtu, rencananya besok mereka akan ke Bogor untuk menemui Cakra dan Jennifer sekaligus memberikan undangan. Jadi, Sherin ingin urusan unit mereka bisa selesai hari itu juga.
Pernikahan mereka tinggal menghitung hari, kalau hari ini Sabtu, pernikahan mereka itu Sabtu depan. Euforia keduanya terasa semakin melekat, perasaan tidak sabar makin menggema ke mana-mana.
"Ra" panggil Deon, mereka berdua sedang saling membantu memasukkan pakaian Deon ke lemari setelah menyelesaikan pakaian Sherin
"Ya?" sahut Sherin
"Aku nggak sengaja ngeliat satu undangan di tas kamu, buat siapa?" tanya Deon
Otomatis Sherin berhenti beraktivitas dan menoleh, "Kaniya. Kita ke sana ya, Kak?"
Deon mengernyit, "Kamu undang dia?"
Sherin menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya, "Kata polisi kan Kaniya itu gadis baik-baik, Kak, bahkan dia yang minta maaf waktu itu juga karena emang beneran mau damai, cuma situasi setelahnya yang nggak mendukung aja. Boleh ya?"
Deon terdiam sejenak lantas mengangguk, "Boleh, nanti aku hubungi pihak sana dulu"
Sherin tersenyum lebar, "Makasih, sayang"
Deon terkekeh ringan. Semakin Deon sadar bahwa Sherin memanggilnya dengan romantis hanyalah saat keinginannya diperbolehkan oleh Deon, selebihnya tidak.
Usai memastikan unit mereka telah rapih dan siap ditempati, Deon dan Sherin langsung bertolak ke sebuah lapas khusus wanita. Tadi Deon sudah menghubungi pihak sana dan memperbolehkan mereka datang di jam 11 siang.
Sampai di sana, keduanya menunggu sejenak, sebelum akhirnya petugas mengarahkan mereka untuk masuk ke sebuah ruangan. Deon dan Sherin duduk bersebelahan, di depan mereka ada sebuah kaca yang menjadi pembatas.
Hanya sekitar lima menit menunggu, akhirnya sosok Kaniya dengan pakaian biru tua itu muncul. Wajahnya datar dan kusam sambil menata kursi untuk dia duduki di sana.
"Apa kabar, Kak?" tanya Sherin lembut
"Baik. Lo udah sembuh, Sher?" balas Kaniya pelan
"Iya, seperti yang lo lihat, gue sehat" jawab Sherin
Kaniya menunjukkan senyum tipisnya, lantas mengangguk, "Syukurlah. Mas Deon?"
"Iya, gue juga sehat kok"
Senyum itu mengembang lagi di bibir Kaniya, lantas dia menunduk dan seketika keheningan tercipta di antara mereka. Sherin jadi bingung sendiri melihat Kaniya yang begitu, dia menoleh sekilas pada Deon, membuat Deon meraih tangan Sherin dan menggenggamnya erat.
"Gue malu, Sher" ucap Kaniya tiba-tiba
"Kenapa malu?" tanya Sherin
Kaniya terkekeh, "Gue malu sama lo, sama Mas Deon, gue malu karena kalian udah tahu gimana kotornya gue, gimana bodohnya gue, dan gimana lemahnya gue. Kenapa kalian datang ke sini sih? Gue jadi makin malu dan ngerasa bersalah" ujarnya dengan setetes air mata mengalir
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]Trapped || Kim Doyoung & Kim Sejeong
FanfictionMenurut sebagian besar orang, perselingkuhan itu kesalahan yang tidak bisa dan tidak berhak untuk dimaafkan. Lantas bagaimana jika kesalahan atas perselingkuhan itu berada pada dia yang merupakan korbannya? Harusnya itu sudah berlalu, keputusan unt...