"Sudah pulang?"
Kendati reporter waktu menuding angka sepuluh pada jarum pendek dan lima belas di jarum panjang, mestinya dupleks kelopak mata Jeon Jungkook tidak perlu tersentak sedemikian cepat tepat melalui daun pintu apatemen dan menutupnya. Vokal berbobot sambutan selamat datang telah mengejawantah resam semenjak sepakat menautkan emosi berjudul afeksi dengan eksistensi yang tengah duduk di sofa sembari memangku literatur fiksi di salah satu tangan berjemari jenjangnya. Entah sekadar pulang dari toko kelontong di persipangan atau dibabat habis pekerjaan yang berlindak-lindak seperti kesempatan kali ini.
"Leilia?"
Jungkook tidak pernah terbiasa, apabila variabelnya Han Leilia. Manik kelam itu akan senantiasa gemetar seiras dengan bilah bibir yang berkedut, hati yang bergejolak ganal-ganal hendak muntahkan emosi yang tidak tertahankan, dan segala gestur daksa yang mendadak lepas kendali. Itu siksaan yang tidak pernah akan menggapai nilai durjana, karena Jungkook justru mengasihinya. Maka sebagaimana Leilia mengubar kejelitaan lengkung setengah bulan di bibir lalu berderap ke arahnya, Jungkook lantas merangkum entitas ke dalam pelukan, merundukkan jemala sejajar bahu kemudian mencari serpihan-serpihan kehidupan di ceruk leher gadis Han itu.
"Hari ini pun terima kasih karena sudah bekerja keras," ujar Leilia sedemikian menenangkan tanpa absensikan aksi mengusap punggung Jungkook guna merawat sosok hasai yang tengah lelaki itu perankan dengan penuh afeksi. "Kamu mau bersih-bersih diri dulu atau langsung istirahat?"
"Makan," cetus Jungkook hingga membikin Leilia sedikit memisahkan interaksi mereka.
"Belum makan malam?" Memegangi sisi bahu bawah Jungkook, Leilia bertanya dengan nada bertendensi sangsi. Gelengan Jungkook memperkokoh impresi Leilia kepadanya yang luar dugaan. Bukan berlebihan, tetapi memang tidak biasanya Jungkook mengabaikan ritual wajib makan tiga kali sehari. Tanpa titah, kognisi Leilia mereminisensi kondisi pangan di dapur mereka yang terbilang mengkhawatirkan. "Sayangnya, tidak ada makanan yang tersisa di atas meja. Mengingat tabiatmu yang sangat tidak sudi memakan makanan ciptaan orang lain, aku skeptis memesan makanan cepat saji adalah opsi yang bagus."
"Aku ingin memakan masakanmu."
Seperti sebelumnya, balasan itu melesit begitu saja dari kerongkongan Jungkook mengimbaskan efek lebih signifikan di mana sensor penglihat berbentuk almond milik Leilia membeliak bersama kontur roman terdistorsi. Barangkali terkecap layaknya seperangkat dusta, tetapi Jungkook tentu bersungguh-sungguh. Ia belum memakan apa pun malam ini, bahkan melupakan porsi siangnya hingga seorang Han Leilia menyeruak ke integral atensi menstimulasi fungsi salah satu organnya bersinergi. Nafsu makan itu kembali dengan syarat yang selektif.
"Kamu serius?" Sembari menyensor profil penuh Jungkook di hadapan, Leilia menagih afirmasi yang nyatanya lekas dibalas anggukan tidak bercela. Di bawah seringai tipis, Leilia melontarkan seduksi, "Ho? Kamu punya waktu untuk menarik ucapanmu, Jungkook."
"Tidak akan."
"Kamu tahu benar, selain sederhana, masakanku itu rasanya standar. Jadi, barangkali tidak setara dengan seleramu."
"Tidak masalah."
Dua pasang manik saling bersirobok ganal-ganal menggali bongkahan validasi sampai salah satunya mendengkus gemas. Tidak ada untungnya memanjangkan tali kelambu konversasi ini. Sebab, sejatinya Leilia pun sedari awal tidak berkarsa menolak, kalau lelaki besar itu memang inginnya demikian.
"Baiklah, jika kamu betulan mau. Sementara aku menyiapkan makan malam, kamu pergilah bersih-bersih." Leilia memutari daksa Jungkook kemudian memberi tolakan minimalis di punggung kokoh itu agar bergegas ke destinasi yang mesti ia tuju. Namun, sebelum tungkai Jungkook membawanya terlalu jauh, Leilia mengimperatif, "Jangan lupa pakai wewangian di rak belakang cermin kamar mandi, jika kamu berendam! Itu akan membuatmu rileks dan mengurangi penatmu."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Buai Getir Asa
FanfictionDi ujung penat akibat bantaian keangkaraan masa, galaksi kembar Jeon Jungkook membekuk presensi Han Leilia yang menyambut kedatangannya di balik pintu, dan ia enggan dilalap buaian begitu saja. "Jadi, tolong hiduplah dengan lebih bahagia." ©suyomini...