Sudah terlewat 2 jam sejak Markus mendaratkan diri pada sofa ruang keluarga. Pada pangkuannya terdapat ipad ditemani dengan secangkir kopi diatas meja.
Pria satu anak itu memang sengaja mengerjakan pekerjaan tak pada ruangannya, bermaksud jika Sang Putra mencari tak kesusahan.
"Ayah" panggil Gamavin yang baru saja tiba dengan kotak besi diujung ruangan. Sedikit raut terkejut terlihat pada wajah Markus.
"Kemarilah." Markus merentangkan satu tangannya, bermaksud menyabut kedatangan Gama.
Mungkin efek manja sejak semalam belum hilang pada diri Gama, anak itu sekarang malah dengan sukarela merebahkan diri pada sisi samping sang Ayah.
"Kok udah bangun?" yang dijawab Gama dengan mengangkat bahu. Tanpa sadar putra Markus itu malah menyodorkan tangan kanannya.
"Sakit?" tanya Markus seraya menerima telapak sang Putra. Terlihat membengkak pada bagian punggung tangannya, hal ini dikarenakan infus yang terpasang apik sejak semalam, membuat Markus reflek untuk memberi usapan serta tiupan.
Pagi tadi sebelum Markus bergegas membersihkan diri, Ia melihat infus Gama yang tandas. Segera Ia melepas suntikan pada punggung kanan sang Putra, tentu saja seperti apa yang diajarkan Ryan.
Demam yang mendera Gama bahkan sudah hilang, pertanda bahwa putranya memang sudah baik-baik saja. Lagi-lagi rasa lega Markus rasakan.
"Sudah sarapan?"
"Mager, nanti ajalah. Males ngunyah." Markus terkekeh mendengar jawaban sang Putra. Yang lebih tua memilih melanjutkan pekerjaannya tanpa melepaskan posisi dengan sang Putra.
Beberapa lama waktu mereka habiskan, tanpa ada pembicaraan. Hingga sekelibat pemikiran muncul dalam otak Gama.
"Ayah.."
"Hm?" jawab Markus dengan posisi sama.
"Kenapa Ayah ngadopsi Gama? kenapa gak anak panti lain? Biasanya kan orang-orang ngadopsi anak dari kecil. Lah ini Ayah malah ngadopsi yang udah bisa kencing sendiri–"
"Gama language."
"Issh iya, tapi kan bener. Orang-orang kan ngadopsi anak yang gemes-gemes kecil lembut gitu. Ayah malah ngadopsi yang–"
"Kamu juga menggemaskan."
"Apasih! orang ngomong dipotong terus!!" kesal Gama, padahal Ia sedang menahan salah tingkah atas ucapan Markus baru saja.
"Mau dengar cerita?" tanya Markus lembut, seraya merapikan pekerjaannya. Berniat fokus pada sang Putra.
"Apa?"
"Sini dulu." tepuk Markus pada pahanya.
"Issh ogah! Ayah Apaansih!!" Gama bergidik enggan.
"Kalau tidak mau yasudah, ceritanya nggak jadi."
"Kenapa gitu? malu ahh Yah!!" gerutu Gama.
"Gak usah malu, sama Ayah sendiri malu. Gak ada orang dirumah, kerja semua. Sini." tawar Markus sekali lagi.
Memang Orion diberi Markus hukuman dengan mengerjakan semua pekerjaan yang mengharuskan kehadirannya, dan itu selama satu minggu penuh.
Jika kalian tanya dimana sang Tuan Besar Herlambang? pria berumur itu sedang berada di Spanyol, mengurus beberapa masalah pada dunia tak baiknya.
Beliau memang tak menyuruh Markus selaku putra sulung, dikarenakan Ia tak mau pekerjaan ini menjadi pusat utama, yang notebanenya memang akan ditinggalkan.
Kembali lagi pada Gamavin, anak itu akhirnya memilih pasrah. Beranjak dari posisinya dan berubah pada pangkuan sang Ayah.
Awalnya Gama merasa sedikit canggung dan tak nyaman, akan tetapi Markus yang paham segera memberikan tepukan pada pantat sang Putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamavin and The Martin [END]
Novela JuvenilKeseharian yang mengalir bagaikan arus sungai, tiba-tiba saja terusik dengan kabar bahwa dirinya akan diadopsi oleh seorang DUDA KAYA RAYA. Keseharian yang seharusnya berjalan tanpa arah harus berubah dalam arahan seseorang, bahkan aturan sebuah kel...