Angin menerpa pelan. Udaranya terasa ringan, panas sekaligus amis. Tapi pemandangan di depan Bai Suzhen membuat pikirannya terasa semakin dekat pada kesepian. Ia tersenyum. Garis laut membentang di antara langit. Permukaan air nampak berkilau. Titik-titik pantulan sinar matahari nampak seperti bintang yang jatuh. Ombak mendesir pelan. Ayunan pohon kelapa terasa syahdu. Begitu menyentuh kulit, pantai bahkan menyerukan bentuk lukanya yang paling dalam.
Seratus tahun setelah Perang Kegelapan menerjang Dunia Mortal, kondisi Dewa Shanqi yang terkena serangan Mo Lushe berangsur-angsur membaik. Dibantu Bai Suzhen yang kini memimpin baris depan dari Langit Giok bersama Jenderal Denglai, ia terus berkultivasi selama sepuluh tahun untuk mengumpulkan tenaga, menyisiri ulang atmosfer bumi demi segel anti-iblis yang sudah ia pelajari selama seratus tahun belakangan ini.
Ia dibuat sibuk hingga hanya keheningan sesekali seperti ini yang membuat pikirannya baru berhenti pada sosok laki-laki manis yang tidak pernah ia lupakan.
"Xiao Bai?" sapa Xianlong yang muncul entah darimana. Bai Suzhen seketika mengerjap pelan dan tersenyum kecil.
"Kau turun dari Tanah Cahaya?" tanyanya, memperhatikan Xianlong yang menendang ujung jubah dewanya yang terkena pasir.
"Aku mencarimu di Langit Giok barusan. Tanpa Kaisar bilang kau sedang turun. Begitu tahu, aku langsung yakin kau ada di sini."
Mereka berdua terdiam beberapa saat. Menikmati pemandangan pantai dan laut yang memanjakan mata. Gelombang air mendayu, membuat pikiran seketika terasa tenang dan sepi.
"Xiao Bai, kenapa kau tidak mau mengganti namamu menjadi Yue Bai? Kau bilang, waktu Mo Lushe menyebutkan nama itu seratus tahun yang lalu, nama itu terdengar akrab di telingamu."
"Yue Bai... mungkin namaku waktu kecil. Mo Lushe menyebutnya pasti tahu kalau itu nama yang Sekte Bulan berikan padaku dulu sebelum aku mati. Tapi, meski begitu, aku tetap menyukai Xiao Bai. Xuxian memanggilku begitu."
"Pantas saja."
"Apa kau ingat? Pertama kali kau mengajakku ke Hutan Keping Sihir, kau langsung menunjukkanku Kolam Nadi Kunlun." Bai Suzhen berkata tanpa melepaskan pandangannya.
"Hm. Itu ketika aku perlahan-lahan ingin menyadarkan jati dirimu yang sesungguhnya."
Bai Suzhen tersenyum kecil. "Terima kasih. Karena itu juga, aku melihat laut dunia mortal sebagai tempat paling magis lainnya. Aku sangat menyukai laut."
"Laut memang indah," gumam Xianlong pelan. "Tapi... keindahan hanya bertahan beberapa saat saja."
"Kenapa begitu?" tanya Bai Suzhen menoleh.
"Semua yang indah selalu berasa dari hatimu. Jika saat itu kau tidak ingin melihatnya, kau tidak bisa menyebut laut itu indah."
"Sama seperti aku melihat gunung," sela Bai Suzhen dengan tatapan kosong dan nada merenung. Dalam benaknya, gunung adalah bentuk perpisahan dirinya dengan Xuxian. Di atas puncak Qianshi, makam Xuxian berada. Hatinya masih enggan menyatakan kebenaran itu hingga sampai sekarang.
"Aku ke sini untuk menyampaikan pesan Dewa Shanqi."
Bai Suzhen menoleh, lalu dengan hormat bersujud di depannya. "Xiao Bai, mendengarkan."
"Shanqi merasa tekanan energi cahayamu meredup. Apakah kau sedang mengalami kesulitan kultivasi?"
Bai Suzhen terdiam sejenak. Akhir-akhir ini ia sering berdiam diri di Puncak Qianshi. Kadang-kadang menjenguk makam Xuxian dan tidak pernah absen menyiraminya dengan air. Kadang ia tidak sadar kalau dirinya masih kuat dengan kehilangan seseorang sebaik Xuxian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance Between the White Snake and the Prince
FantasiCompleted. [Retelling Chinese Mythology] Bai Suzhen, siluman ular putih yang cantik harus mendapatkan kembali kepercayaan gurunya-Mo Lushe dan membuktikan bahwa dirinya tidak akan mengkhianati Tanah Iblis. Gara-gara energi cahaya yang tidak sengaja...