"Lepaskan aku!"
"Lepaskan aku!" Sanji semakin histeris sebab tak bisa menyingkirkan borgol yang mengikat tangan kanannya ke ranjang pasien.
"Aku mau mencari anakku!"
"Lepaskan aku!" Sanji terus mengeluarkan air mata untuk kesedihan mendalamnya.
Sementara, ayah dan sang ibu duduk di sofa dengan ekspresi tanpa merasa bersalah.
Diam saja tak menjelaskan apa pun tentang kemana bayi yang baru dilahirkannya pergi.
Sanji yakin orangtuanya tahu. Ia dibawa ke rumah sakit oleh mereka tadi pagi.
"Aku mohon lepaskan aku!" Sanji meminta dalam nada memelas kali ini. Memberontak tidak akan membuat ayah dan ibunya luluh.
"Aku harus mencari anakku."
"Beri aku kesempatan melihat anakku."
"Papa, Mama, tolong, tolong!" Sanji terus meminta dengan segenap belas kasihan yang bisa diberikan oleh kedua orangtuanya.
"Sudah meninggal."
Setelah hanya diam saja sejak satu jam lalu, akhirnya sang ayah berbicara. Walau sangat dingin. Tatapan amat marah padanya
Jawaban dari Yoga Dermawan tersebut, tentu membuat kerisauan hati Sanji menggunung.
Rasa sedih mendalam menyerang. Ia pun tumpahkan dengan tangisan yang pilu.
"Anakku nggak mungkin mati!"
"Dia pasti masih hidup!" Sanji pun kembali histeris. Tak akan menerima kenyataan.
Plak!
Sanji menerima tamparan keras pada pipi kiri dari sang ayah. Yoga Dermawan murka.
"Anakku nggak mati!" Sanji berteriak marah.
Mengamuk di kasur dan terus berusaha untuk membuka borgol yang memenjarakan tangan miliknya. Ia pasti akan bisa kabur.
Orangtuanya harus tahu perlawanan sengit yang bisa dirinya tunjukkan.
Sanji sama sekali tidak akan gentar dengan tindakan apa pun dilakukan ayah dan sang ibu untuk menghentikan dirinya.
Jika harus mati, ia sangat siap.
"Lepaskan aku!" Sanji berteriak kembali.
"Aku akan mencari anakku, dimana pun dia berada. Kalian tidak bisa memisahkan kami."
Plak!
Sanji menerima tamparan lagi di pipi yang sama. Bahkan, lebih keras dibanding tadi.
"Lupakan anak sialanmu yang sudah mati itu."
"Jangan berani merusak reputasi keluarga dengan ulahmu yang menjijikan ini, Nak."
"Kembali ke Indonesia dan fokus dengan posisi barumu di partai. Jangan buat nama saya tercoreng sedikit pun."
Sanji diam mematung dengan air mata terus mengalir di pipinya yang terasa kebas.
Terus dipandang sang ayah meninggalkan ruangan dengan ekspresi sangat marah.
Kini, giliran ibunya yang mendekat. Tatapan lebih teduh, tapi tidak ada empati terpancar.
"Kembali dengan kami ke Indonesia atau kamu memilih tinggal di rumah sakit jiwa, Sanji?
"Pilihan ada di tanganmu, Putriku."
Tubuh Sanji kini gemetar oleh rasa takut. Ia akan terperangkap kembali dalam kehidupan sempurna palsu dibuat oleh orangtuanya.
..............
Yuhuu, mau lanjut lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Buah Hati Rahasia
General Fiction[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Hemmy Weltz (33th) sudah bertekad kuat akan membalas dendam pada orangtua Sanji Dermawan (28th), karena darah dagingnya dibuang oleh mereka tanpa belas kasih. Kedua politikus sok suci itu akan dihan...