37. The Northern Cold

176 16 1
                                    


Aku meregangkan tubuhku di atas sofa. Di atas meja berlembar-lembar data dan surat akhirnya selesai aku baca dan pelajari. Dokumen yang diberikan oleh Alex juga telah selesai aku baca, benda itu ada di dalam laci meja kerjaku sekarang. Aku menoleh ke arah jendela kamar, di luar sudah gelap, juga hanya terdengar suara daun yang tertiup angin.

Di balik jendela itu, Heavt berdiri tegak dengan kedua tangan di belakang punggungnya. Dia sudah berdiri seperti itu sejak sore hari, sepertinya sudah lebih dari tiga jam.

"Kesatria Heavt, masuklah."

Dia akhirnya bergerak, melangkah masuk ke dalam kamar.

"Apa ada yang Yang Mulia Putri butuhkan?"

"Tidak. Saya hanya ingin mengatakan bahwa pekerjaan saya sudah selesai, Anda bisa pulang."

"Saya akan terus berada di sini."

"Anda tidak perlu melakukannya."

"Yang Mulia Putri mungkin tidak tahu, tapi tugas saya menjaga Yang Mulia itu berarti kapan pun dan di mana pun. Karena keselamatan Yang Mulia Putri menjadi hal yang terpenting saat ini."

Aku tahu tentang tugasnya. Hanya saja aku terganggu jika dia terus berdiri mematung di balik pintu seperti tadi. Bisa saja aku memukulnya karena mengira dia pembunuh bayaran.

Heavt melanjutkan, "Saya akan terus berjaga di sini, jadi Yang Mulia Putri bisa beristirahat dengan tenang."

Justru itu yang membuatku tidak tenang.

Aku berdiri, "Kalau begitu, Anda bisa duduk di sini. Jangan berdiri di depan pintu seperti itu," tanganku menunjuk sofa yang baru saja selesai aku duduki.

Heavt mengangguk, "Baiklah, saya akan duduk."

Dia kemudian duduk dengan tenang di atas sofa. Meski postur duduknya benar-benar kaku, namun dia memberiku kemudahan karena tidak keras kepala seperti Rian Visco.

Begitu aku sampai di tempat tidur, Heavt membungkuk, "Selamat beristirahat, Yang Mulia Putri."

Mataku mulai terpejam, tubuh yang sudah lama selalu tegang ini akhirnya bisa merasakan kembali tempat tidur.

.

.

Malam itu seperti baru aku rasakan lagi. Saat mataku bisa terpejam dengan tenang, tidak terganggu dengan suara berisik di bawah tempat tidur, atau terganggu karena ranting pohon yang mengetuk jendela kamar.

Begitu aku bangun, Heavt langsung bangkit dan memberi salam kepadaku. Dari yang aku lihat, dia tidak tidur sama sekali selama berada di kamar ini.

"Selamat pagi, Yang Mulia Putri."

"Anda tidak tidur, Sir?"

"Saya tidak diperintahkan untuk itu, Yang Mulia."

Dia kaku sekali.

Terdengar suara pintu yang diketuk, "Nona, apa Nona sudah bangun?" suara Mai terdengar di baliknya.

"Ya, masuklah."

Mai masuk sambil membawa troli berisi perlengkapan mandi dan cemilan pagi hari. Mai berjalan dengan tegak, melewati Heavt tanpa melirik ke arahnya. Sepertinya dia masih belum mempercayai Heavt sepenuhnya, tidak seperti dirinya pada Ricard. Yah, itu karena Mai lebih sering melihatku dan Ricard bersama.

"Apa tidur Nona nyenyak?"

"Ya, aku merasa lebih tenang."

Mai menuangkan teh, "Para pelayan sudah menyiapkan perlengkapan Nona untuk pergi nanti. Saya akan memanggil mereka jika Nona sudah siap."

Until I DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang