22. Pakaian Adat.

4 2 0
                                    

happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...happy reading...

***

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh, dan Cindy masih belum selesai bersiap-siap. Gadis manis itu masih mengoleskan skincare sesuai urutan ke wajahnya.

Dia memang terlihat santai, tapi jauh di lubuk hatinya ia panik setengah mati, takut akan di hukum jika sampai terlambat. Sebenarnya dia sudah terlambat sih, karena seharusnya jam segini ia sudah berangkat.

Dan kebetulan hari ini merupakan perayaan hari pendidikan nasional, jadi sekolah menghimbau agar seluruh murid dan guru mengenakan pakaian adat, terserah mau pakai pakaian adat dari daerah mana pun.

Karena di lemari Cindy hanya mempunyai kebaya, jadi ia memakai kebaya itu saja, hadiah dari neneknya.

“Cindy! Cepetan, Nak! Bang Zidan udah nunggu di depan!” teriak Ibu, Cindy semakin mempercepat pergerakannya, buru-buru memakai kebaya di atas kasur.

Kemudian setelah selesai, dia mengoleskan sedikit liptint di bibirnya, supaya tak terlihat pucat. Setelahnya dia langsung berlari keluar kamar membawa tas di pundaknya.

“Ibu! Cindy berangkat, ya! Assalamu’alaikum!”

“Iya, waalaikumsalam! Hati-hati!”

Saat sedang memakai sepatu, Cindy melihat wajah bantal Zidan di atas motor, ia pun terkekek sendiri. “Bang Jid, kalau ngantuk mah tidur aja, haha, “ candanya.
Zidan mengucek-ucek matanya, agar tak mengantuk lagi. “Kalau Abang tidur kamu siapa yang anter? Bisa bawa motor sendiri, kah?” sindirnya.

Cindy cemberut. “Ejek terus...”

“Haha, enggak, bercanda atuh geulis... naik cepet, kamu udah telat lho ini, “ titah Zidan, mulai menunggangi motornya dan menyalakan mesin.

Cindy pun naik pelan-pelan, karena ia jadi susah bergerak karena bawahan kebaya yang dikenakan. “Oke, sip!”

***

Ternyata sesuai dugaan, Cindy telat sendirian. Dia berdiri di depan gerbang sembari menunggu kegiatan upacara selesai. Padahal ia amat berharap bisa mengikuti upacara kali ini, karena ingin melihat penampilan Yudinata ketika memakai baju adat.

Ia cemberut, suasana hatinya memburuk, jelas lah. Hanya dia yang telat hari ini, padahal biasanya kalau telat dia selalu ada teman.

“Ini upacaranya kecepetan nggak sih? Orang kemarin informasi yang di kasih Pak Imam katanya dimulai jam delapan, kok ini jam tujuh udah mulai aja, “ gerutunya.

Datanglah Lain Hari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang