..
Baju resmi yang di kenakan Mave cukup membutnya sedikit kesulitan. Beberapa perhiasan melintang di ujung bahunya menuju arah sakunya.
Bahan tebal dan mengkilap itu, cukup membuat Mave sendiri sadar. Bahwa yang di kenakannya bukanlah hal yang murah.
Meski begitu. Mave mencoba bertindak seperti biasa. Kan bisa saja beberapa pelayan atau prajurit curiga akan tingkahnya.
Kalau-kalau ketahuan kan Mave sendiri yang kesulitan, bagaimana jika Dia di bunuh atau semacamnya di kemudian hari saat waktunya beberapa Orang melihat gerak-geriknya.
Atau jika Dia di paksa untuk di interogasi, apa yang harus Ia katakan?
Dia sendiri saja kebingungan bagaimana bisa Dia berakhir di sini.
Begitupun dengan usahanya kemarin.
Semalam. Dia menyelinap keluar Istana setelah menyelesaikan tugas masak ayam penyetnya. Meski sedikit mengalami kesulitan sejujurnya. Karna bagaimanapun. Di setiap sisi Istana megah Bloviate ini, terdapat prajurit yang siap siaga memegang tombak.
Mave keluar di tengah malam. Mencari tebing yang sekiranya dapat menghantarkannya kembali ke dunia yang seharusnya. Mencari sela-sela yang di pikirnya ada sangkut pautnya terhadap apa yang membawanya kemari.
Dan mungkin bisa menjauhkan Mave dari Dunia yang kiranya terlihat fiksi ini, Di mana Mave bahkan tak tahu harus bagaimana ke depannya.
Yah, meskipun hanyalah kekosongan tangan yang Ia terima. Dan kini sekarang, seperti perintah Oliver. Mave benar-benar mengikuti ke mana Kakak sulungnya pergi membawanya.
Mave dan Dylan, Kakaknya berada di dalam kereta kuda yang sama dengannya, duduk berhadapan. Hingga sedikit pergerakan Mave akan segera di tangkap oleh mata tajam Kakak sulungnya tersebut.
Dylan yang melihat gelagat tak nyaman Mave menatapnya. "Kenapa Kamu tidak menolak?" Tanya Dylan segera.
Wajah jengahnya Ia lontarkan pada Mave. Seolah tidak ada rasa sungkan pada Adiknya tersebut.
Andai saja Dylan tahu, Dia tak bisa menolak karna ketakutan setengah mati dengan Ayahnya itu.
"Memangnya kenapa? Itu bukan urusanmu."
Dylan menyipitkan kelopak matanya. Perubahan nada bicara Mave sedikit membuatnya tak nyaman. Anak itu terbiasa menjadikan pribadi penakut dan pemalu menjadi identitasnya.
Tentu perubahan itu sedikit membuatnya bertanya-tanya. Kira-kira apa yang menjadikannya seperti sekarang?
Bukankah Dylan, sebagai manusia yang normal akan sadar dan berfikir panjang tentang perubahan Adik bodohnya itu?
"Tidak usah bertindak konyol, Kamu akan menyesal jika melanjutkan tingkah tak jelasmu ini."
Mimik wajah Mave sangat merasa terganggu. Namun alih-alih membalas ujaran Dylan. Mave lebih memilih membuka secarik kain yang menutup jendela kereta saat mulai muncul suara ramai di luar kereta.
Ketukan pintu dari kusir membuat Dylan dan Mave saling pandang. "Maaf Pangeran! Ada Bandit! Mohon tetap berada di dalam kereta."
Mave tertawa setelah mendengar peringatan tersebut. Yang benar saja. Mave masih belum sempurna beradaptasi dengan dunia ini.
Tapi sudah ada Bandit yang mencoba merampok mereka. Apa tidak gila.
Mave pindah duduk di samping Dylan. Membuat Dylan berdecak. Rupanya rasa takut Adiknya itu masih bertahan sampai sekarang. Meskipun secara terang-terangan.
"Kembali ke tempatmu." Mave menggeleng.
Dia menatap Dylan dengan serius. "Katakan padaku, Kamu menyayangiku kan?" Ucap Mave menuntut Dylan.
Di hadapkannya wajah Dylan ke arahnya. Tapi Dylan malah mendorong dahinya dengan jari telunjuknya.
"Jangan gila."
Suara pedang beradu membuat Mave makin merasa ingin menyerah. Wajahnya bahkan sudah pucat.
Berbeda dengan Dylan yang malah menopang satu kakinya dengan kaki yang lain. "Untuk apa Kamu takut? Toh ada pengawal." Kata Dylan yakin.
Dia menyenderkan kepalanya ke bantalan kursi dan memejamkan mata.
"Kak ... jika Aku mati di sini. Tolong tulis surat wasiat untukku." Mave mengoceh sampai akhir.
Tak membiarkan Dylan yang ingin bersantai terganggu dengan celotehannya.
"Katakan pada Ayah bahwa Aku sebenarnya berasal dari dunia lain."
Dylan menggeleng heran. Rupanya, tidak hanya bodoh, Adiknya itu, rupanya sudah gila.
Wajah jengah dan lengan Dylan yang di cengkram erat Mave menjadi pemandangan pertama saat pengawal membuka pintu kereta.
"Ah ... Pangeran?"
Beberapa pengawal yang tidak menduga akan melihat pemandangan itu menutup mulutnya tak percaya.
Rupanya, mereka sangat harmonis dan akrab. Berbeda dengan perilaku mereka saat di istana. Di kereta ini mereka terlihat nyaman dengan berpelukan.
Yah, katakan saja begitu.
Pintu kembali di tutup saat para pelayan ingin membiarkan kedua saudara itu saling mengasihi satu sama lain.
"Lepas bodoh."
Mave mengernyit sebal. Dia mengangkat jari telunjuknya untuk menunjuk wajah Dylan.
"Kamu sangat tega! Bagaimana jika Aku benar-benar mati di sini hah?! Apa Kamu bahkan tak menyayangiku?"
Mave bertindak dramatis. Dylan yang semakin merasa jengah itu, lagi-lagi hanya bisa menghela nafas lelah.
Di biarkannya Anak itu marah-marah bahkan sampai kereta tersebut bergoyang.
..
Beruntungnya. Kedua pemuda itu sampai dengan selamat. Meski tadi Mave harus histeris di dalam kereta setelah melihat darah berceceran dengan mayat tergeletak di jalan yang mereka lewati.
Dylan makin di buat lelah.
Dia sendiri heran. Kenapa Ayahnya itu menyarankan Mavery untuk ikut bersamanya. Itu sangat tidak masuk ke dalam kepalanya.
Jujur saja.
Mewahnya penyambutan membuat Mave menganggukkan kepala paham. Yah, itu pasti berlaku karna tamu yang datang adalah anggota dari kerajaan.
Mave itu berjalan di belakang Dylan yang berjalan dengan tegap. Di lihatnya 1 Pria dan wanita dewasa. 1 lagi laki-laki yang di kiranya seumuran dengan Dylan. Dan satu perempuan muda, yang terus menatap Kakaknya sedari mereka turun.
Tapi Dylan tak terlihat menanggapinya, Kakaknya itu sangat cuek. Bahkan pada Pria yang di sebut Baron oleh Ayahnya saja itu, Kakaknya tak melemparkan senyum sama sekali.
Namun kembali lagi, wajah perempuan itu memerah, seperti kepiting rebus yang sering Ia makan di pinggir jalan.
Mata Mave menyipit, melihat Dylan dan perempuan itu bergantian. Dia berdecih. Adegan romantis apa ini.
..
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloviate.
De TodoIsa hanya berniat membantu tetangganya. Siapa yang akan mengira bahwa Dia malah malah berakhir di sini? Slow Update. belum dapet ide. belum bisa lanjutin