Di sinilah aku. Duduk sendirian di depan toko perlengkapan sekolah yang masih tutup. Memandangi hal-hal yang terlihat sangat sibuk sekali. Padahal aku tidak tahu harus berbuat apa dan mau bagaimana.
Atau mungkin karena ini hari senin. Kalau dipikir-pikir, banyak hal terjadi ketika hari senin. Nabi dilahirkan. Anak-anak dan mungkin juga para PNS yang sedang upacara. Siswi Amerika yang menembaki kawan sekelasnya hanya karena tidak suka hari senin. Dan masih banyak lagi.
Ngomong-ngomong soal sekelilingku, di seberang sana ada tukang parkir dan dia seorang perempuan. Lalu penjual cakwe itu juga perempuan. Oh kebanyakan memang perempuan. Tangguh sekali mereka. Aku jadi bertanya-tanya, apakah mereka punya anak? Sudah berkeluarga? Mengagumkan sekali.
Oh ya. Saat melalui perumahan tadi. Aku melihat seorang nenek tua yang terduduk di teras rumahnya. Beliau terlihat sedang melamun. Ke mana semua anaknya? Atau jangan-jangan beliau tidak punya dan sedang menghabiskan masa tuanya seorang diri sembari menunggu waktu. Aduh menyayat sekali.
Lalu diantara lamunan tukang parkir diatas sepeda titipannya, penjual cakwe, dan ibu-ibu di sebelah kiriku, dan diantara hiruk pikuk ini aku berpikir, akan jadi seperti apa aku? Apa yang kumau? Apa sebenarnya yang kuinginkan?
Tanpa sadar air mataku hampir jatuh saat menulis kalimat ini. Buru-buru aku mengalihkannya dari tukang parkir yang sekarang beralih menatapku. Takutnya ternyata beliau mengenaliku dan menyuruhkan pulang sama seperti semua orang. Untung saja aku memakai masker.
Jadi aku hanya menunduk, dan berpura-pura sibuk dengan ponsel. Padahal tidak ada yang penting. Oh, sebetulnya banyak. Rentetan pesan dari kakak dan mungkin akan bertambah lagi sebelum kublokir salah satunya.
Kekanakan sekali... diriku.
Ya, aku menyadari.
Oh, masya Allah.. mau nangis rasanya. Saat sedang melamun di tengah-tengah taman kota ini, tiba-tiba dapat wa dari pemilik kos yang baiknya di luar nalar. Tempat tinggal tidak perlu bayar full, dikasih pekerjaan.
Kalau diingat-ingat kemarin lucu sekali. Kami bertiga (aku, mbak pemilik kos, dan salah satu pegawai tokonya) saling adu nasib. Ternyata mereka berdua janda. Yang satu ditinggal mati, dan pemilik kos ini bercerai. Aku tidak menanyakannya. Toh, itu hasil dari celetukan mbak-mbak penjaga toko yang menurutku terlalu lancang. Tapi mungkin mereka sudah saling menganggap keluarga satu sama lain.
Dan jangan lupakan aku yang lari dari tunangannya sendiri. Oh, harus kunamai apa perkumpulan ini?Jujur saja aku tidak mau di sini. Meskipun ruangannya dua kali lebih luas dari kamarku di rumah, rasa kosongnya tidak bisa dikelabui. Ramai yang terasa sepi. Tapi aku juga tidak mau kembali ke rumah meskipun betapa merindukannya aku.
Banyak hal yang belum terjadi dan sepertinya akan terjadi. Dari semua hal itu dalam pikirku tidak ada yang menyenangkan, semua terbayang menakutkan.
Atau hanya ketakutan-ketakutan yang kubuat sendiri.
16-10-2023