..
Di Kediaman Baron Rowel ini, Mave memperhatikan rintik air yang mengepung jendela kaca.
Dia duduk tepat di sampinganya, bersama Anak Laki-laki beliau, Maurice, dan Anak Perempuannya Layla.
Yang menakjubkannya, bulan biru penuh itu bersinar terang bahkan saat hujan turun.
"Matamu sangat Indah, Pangeran Mavery."
Mave menoleh pada Layla yang baru saja berujar. Termasuk Maurice yang kini juga memperhatikan matanya.
Mave mengerjap. Dan mengangguk. "Terima Kasih." Jawabnya sebagai timbal balik.
Mereka masih bertahan menatapnya. "Sangat Indah seperti bulan biru itu." Jelas Maurice, menunjuk langit.
Oh, Mave tidak tahu kalau Pria itu bisa bersuara. Bagaimanapun, sedari awal, Pria itu hanya diam dan memperhatikannya.
"Benarkah?" Mave memastikan.
Jemarinya menyentuh kaca jendela. Keterdiaman di meja itu, tak menimbulkan perasaan canggung. Atau mungkin hanya dirinya saja yang merasa ini amat nyaman.
"Kami ... cukup terkejut atas kedatangan Pangeran." Kata Layla.
Sekarang Mave fokus pada mereka berdua. Ketika Layla berujar begitu. Mave jadi berfikir jauh. Mengapa mereka berkata begitu?
Seberapa sulit jangkaunnya hingga mereka berkata begitu?
"Mengapa begitu?"
Layla melirik Maurice. Mungkin meminta tolong Kakak laki-lakinya untuk mewakilinya menjelaskan.
"Bukankah Yang mulia harusnya paham?"
Mave mengernyit. Membuat Maurice kini merasa canggung.
Jadi dari pada melanjutkan kecanggungannya, Dia berupaya menjelaskan. "Karna tatapan tajam Yang mulia. Sangat sulit bagi semua Orang untuk berusaha mendekat pada Anda."
Layla memainkan telinga cangkirnya. Memutar-mutar cangkir itu di atas piring kecilnya.
"Semua Orang mungkin merasa takjub, tapi sebagian Orang merasa takut."
Fakta ini, cukup membuat Mave berfikir panjang. Apakah, panggilan Bodoh hanyalah berlaku di dalam istana saja.
Karna sejujurnya, jika memang seluruh rakyat tahu, mungkin mereka akan menatapnya dengan rendah.
Tapi rupanya, seluruh Orang yang mengetahuinya itu, melindunginya, mungkin persepsinya terhadap keluarganya salah kaprah.
"Mungkin ini terdengar tidak sopan, dan kurang ajar. Tapi yang Mulia. Sulit bagi Kami hanya untuk bertegur sapa dengan Anda." Maurice diam sebentar.
"Melihat keberadaan Anda saja sudah sangat sulit, seolah sulitnya terbandingi dengan kami yang ingin menjumpai berlian langka."
Rintik hujan yang mengetuk kaca jendela itu berhenti, di gantikan angin kecil seolah berbagi tugas untuk mengeringkan sisa basahnya hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloviate.
RandomIsa hanya berniat membantu tetangganya. Siapa yang akan mengira bahwa Dia malah malah berakhir di sini? Slow Update. belum dapet ide. belum bisa lanjutin