Suara lembutnya, pandangan teduhnya, dia begitu tampan jika seperti itu. Akan tetapi semua itu untuk gadis yang masih bertahta dihatinya, bukan aku istrinya
Inaya Hilya Zea Nisa Farah
Hanya memerlukan waktu satu jam, mereka sudah sampai di rumah sakit, kebetulan ning Zaila masih di rawat di rumah sakit jakarta. Ning Zaila terbaring di atas ranjang, dengan cadar yang masih setia menempel di setengah wajahnya, berdasarkan penjelasan dari kiai Yusuf ning Zaila hampir dilecehkan oleh Fauzi, untung ning Zaila mempunyai celah untuk kabur dan akhirnya iya tersenggol mobil, hanya ada luka-luka ringan saja di tubuhnya sedangkan dari pihak polisi masih mencari Fauzi dan istrinya yang berhasil kabur. Keluarga Syafi’i yang mendengar merasa kasihan dengan ning Zaila, begitu juga dengan ning Hilya, iya merasa bersalah, iya tidak menyangka ayahnya bisa sejahat itu, selama obrolan keluarga itu Hilya hanya diam, iya merasa tidak pantas berada di sekitar dua keluarga terhormat itu, sedangkan gus Aydan tidak memangdang Hilya sama sekali, andaikan tidak ada abi dan uminya, gus Aydan sudah mengusir Hilya dari rumah sakit itu.
“Alhamdulillah Zaila baik umi” ucap ning Zaila setelah bangun dari tidurnya. Meyakinkan pada nyai Rusydah akan keadaannya.
“Alhamdulillah umi lega nak,” balas nyai Rusydah mengusap sisa air matanya
"Mas Aydan.” panggil ning Zaila pada gus Aydan yang berada di samping kiai Fahri, yang sedari tadi hanya menundukkan kepala, sekilas melihat ning Zaila.
Merasa namanya dipanggil gus Aydan menoleh pada abinya dan dibalas dengan anggukan kepala. Iyapun berjalan mendekati ranjang ning Zaila.
“Bagaimana kabarmu dik Zaila?” suara lembut gus Aydan berhasil membuat Hilya menatap sang pemilik nama, ini kali pertama dia mendengar suara lembut dan pandangan teduh suaminya, tapi bukan untuknya , untuk wanita lain, cinta pertamanya, dambaan hatinya tapi bukan istrinya. Hilya memang belum mencintai gus Aydan, tetapi kenapa ada rasa sesak dihatinya, ada rasa tidak terima melihat suaminya bersama wanita lain.
Sadar diri Hilya, kamu itu siapa, kamu itu hanya perempuan pengganti, perempuan yang menjadi sebab adanya kekacauan ini, batin Hilya
“Maaf, Zaila pergi dihari pernikahan kita, maaf mas, Zaila tidak menepati janji yang kita buat, Zaila sudah menyembunyikan masalah ini,” lirih ning Zaila, gus Aydan hanya menggelengkan kepala dengan pandangan yang banyak tertunduk, iya tidak bisa menatap perempuan yang bukan muhrimnya, seandainya mereka sudah menikah, gus Aydan pasti akan membawa ning Zaila kepelukannya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
“Apa Zaila bisa memperbaikinya mas, kita mulai lagi dari awal ya,” perkataan ning Zaila sukses membuat semua pandangan tertuju padanya, mereka terkejut dengan permintaan ning Zaila karena mustahil untuk kembali memulai hubungan itu di saat sudah ada Hilya yang menjadi istri gus Aydan, lalu jika mereka kembali memulai hubungannya, bagaimana dengan gadis yang menyembunyikan rasa sesak di hatinya dalam tundukannya itu.
Ning Zaila memang belum mengetahui pernikahan gus Aydan dengan Hilya, karena orang tuanya menunggu ning Zaila sembuh total.
“Putriku, gus Aydan sudah menikah dengan ustadzah Hilya, ikhlas ya nak,” bisik nyai Fatimah di dekat telinga ning Zaila. Namun, mampu didengar oleh semuanya membuat air mata ning Zaila mengalir bebas. Nyai Fatimah tidak ingin putrinya terus berharap pada gus Aydan.
Kecewa, terluka, marah, itulah yang dirasakan gadis bercadar 25 tahun itu, tapi hanya air mata yang bisa iya tuangkan. Dia bukan gadis yang akan berkoar-koar dalam kesedihannya, menumpahkan kemarahan pada semua orang, akan tetapi dia gadis dewasa yang didik dengan keagamaan.
“Umma, boleh Zaila istirahat.” pinta Zaila dengan suara pelan.
Ada rasa sesak dihati gus Aydan, iya hanya bisa diam melihat gadis yang selalu iya selipkan dalam setiap doanya menangis dalam diamnya.
Di saat semua orang ingin keluar dari ruangan ning Zaila, Hilya masih terpaku di tempat pandangannya tertuju pada ning Zaila yang tertidur memunggunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HILDAN
Teen Fiction"Setidaknya katakan sesuatu pada saya gus," ucapan Hilya bagaikan angin lalu, Gus Aydan mulai mengotak atik ponselnya. "Gus, saya tahu, ada sesuatu yang terjadi di sini, jangan hanya diam gus saya butuh penjelasan," pinta Hilya tapi dengan respon y...