1. A

2 0 0
                                    


Lamina duduk di tepian danau, memainkan kakinya naik turun, mengaduk permukaan air dan menikmati sensasi menyejukkan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia mengerai rambut peraknya, berhenti di tengah jalan, lalu berdecak kesal sembari menciptakan air kebelakang.

Tentu saja, serangan itu tak mempan dan hanya melewati wujudku yang setengah transparan.

"Waktunya livestream Lamina." Kataku dengan senyum lebar menakutkan.

"Tidak mau, aku tak mau bertemu dengan orang-orang menjijikkan sepertimu!"

"Ayolah kau ingin bebas dari sini kan." Maafkan aku mesin penghasil uang, sayangnya kau takkan pernah busa keluar. Orang sepertimu terlalu berbahaya untuk dibiarkan berkeliaran.

"Kalau begitu ayo temani aku jalan-jalan."

Dahinya mengerut, ia menatapku jijik dengan mata keabu-abuan miliknya.

"Benda menjijikkan apa lagi yang ingin kau tampung kali ini."

"Barang bagus pokoknya, yuk ikut."

Tubuhnya bergerak ke arahku diluar kendalinya.

Dagingnya menyatu, melebur dengan permukaan kulitku. Membentuk sebuah baju besi keperakan yang mempesona.

"Kau lebih cantik seperti ini Lamina."

"Aku membencimu...."

"Aku juga, aku juga."

***

"Kenapa kau melakukan ini."

"Melakukan apa?"

"Menahanku."

Saat berjalan di atas permukaan danau berkabut Aku menaruh tangan di dagu dan berpikir sebentar.

"Karena kau berbahaya."

"Aku tak bisa membahayakanmu, bahkan jika aku mengamuk di luar sana itu tak akan pernah mempengaruhimu."

Dia benar, karena aku sekarang tak bisa dilukai hanya dengan cara biasa. Bahkan, ragaku sendiri tak lagi ada di dunia ini sekarang.

"Tapi, setidaknya aku ingin hidup di dunia yang masuk akal."

Aku menoleh, siluet pulau penjara di belakang mulai menghilang. Dari depan ragaku mulai tersedot dan keluar di sisi lain. Di depan layar komputer, dalam  sebuah kamar tidur kotor.

"Bahkan jika semua itu hanya kebohongan."

Lamina bergumam pelan, hampir tak kudengar.

"Bahkan jika itu semua bohong."

Virtual prisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang