Pengkhianat

23.6K 115 7
                                    

"Mas, bagaimana ini??"
Sari menggenggam erat tangan kekasihnya sambil bersembunyi di balik tumpukan kayu bakar.

"Tidak apa-apa. Aku akan melindungimu."
Seorang pria berambut pirang berusaha menenangkan Sari dengan aksennya yang khas. Meskipun berdarah Belanda murni, tapi dia sudah fasih berbahasa indonesia. Jemari Sari diremat dengan erat agar tidak lepas sedikitpun dari genggamannya.

Suara ramai orang terdengar semakin mendekat. Mereka sudah terpojok, tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Lari dari tempat persembunyian sama saja memasang badan menjadi buruan yang mudah ditangkap, karena mereka berada di hutan yang gundul. Sedangkan terus bersembunyi--- John melihat kekasihnya yang gemetar ketakutan.

"Sari.."

Sari mendongak mendengar namanya disebut. Tatap mata yang dalam itu membuat hatinya bergetar, Sari menitikkan air mata memandang John yang dia tahu tengah memaksakan senyuman kepadanya.

Tangan John mengusap pipi Sari, kemudian berpindah ke perutnya yang terlihat sedikit membuncit.

"Katakan padanya aku sangat menyayanginya, seperti aku menyayangimu."

Sari menggelengkan kepala, menyadari apa yang sedang kekasihnya lakukan. Sari tidak ingin berpamitan, tidak untuk yang terakhir kalinya.

"Je bent mijn laatste liefde.."
(Kamu cinta terakhirku..)
Ucap John sambil mengecup kening Sari.

"Tidak.."

"Aku harus. Demi kamu dan anak kita."

Sari menggeleng, menolak perpisahan. Tapi John sudah bertekad. Dia mengecup bibir Sari kemudian berdiri menunjukkan diri.








"Hei!!"
John berteriak, mengumpulkan semua perhatian orang-orang kepadanya. Seketika dia berlari menjauh di antara pepohonon, meninggalkan Sari.

Sari bisa melihat banyak obor mengejar John sambil meneriaki kelasihnya itu. Wajahnya basah oleh air mata, tapi tidak ada suara, karena Sari membungkam rapat mulutnya dengan kedua tangannya.

Keadaan sudah sepi. Tidak ada lagi suara, obor, atau pergerakan orang. Sari mengendap keluar dari tempat persembunyiannya untuk kembali pulang ke rumah. Malam itu, adalah malam terberat dalam hidup Sari, sepanjang malam menitikkan air mata menangisi nasib kekasihnya, berdoa agar keajaiban terjadi dan John selamat.

------------------

Pagi-pagi buta, ketika matahari bahkan belum nenampakkan sinarnya, jalan utama desa sudah ramai oleh suara banyak orang. Sari dan kedua orang tuanya pun ikut keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata rombongan kepala desa dan pemuda gerilyawan tengah memamerkan hasil buruan mereka.

"Semuanya! Lihat! Penyusup itu sudah tertangkap!"

Ayah Sari menggelengkan kepala. Sedangkan Ibunya terus menerus mengutuk penyusup itu. Beberapa waktu yang lalu rencana serangan gerilya dari sekelompok tentara kemerdekaan yang bermarkas di desa mereka terbongkar, diduga karena ulah tentara Belanda yang menyusup dan memata-matai mereka. Gerilyawan secara diam-diam pula telah mengincar penyusup itu, karena beberapa kali mendapatinya keluar masuk kampung mereka di tengah malam. Sampai akhirnya rencana penggerebegkan mereka semalam berhasil. Gubug kecil tempat penyusup itu bersembunyi telah dikepung. Penyusup itu kesulitan melarikan diri dan akhirnya tertangkap.

Sari menjejalkan badannya membelah kerumunan untuk ikut mengintip. Seketika dia menutup mulutnya. Seonggok mayat tergeletak di atas gerobak yang terbuka, wajahnya hancur tidak dikenali. Tapi Sari tahu.. Sangat tahu.. Siapa yang sedang terbaring di sana.. matanya berkaca-kaca, tapi sekuat tenaga Sari tahan agar air matanya tidak menetes. Tenggorokannya tercekat seperti sedang menelan bola besar. Bibirnya bergetar, namun Sari mengeratkan rahang agar tidak bersuara, hingga rombongan itu menjauh. Sari ingin mengejar gerobak itu, tapi dia ingat akan bayi dalam perutnya..
.
.
.
"John.."
Isak Sari dalam kamarnya.

Melahirkan (Oneshot - Jadul version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang