ARIATHA [21. Insomnia Akut]

358 15 0
                                    


"Apa Ari serius?"

"Apa gombalan-gombalan usil Ari selama ini beneran karena dia suka sama gue?"

"Apa kejadian pas festival musik di sekolah SMA dulu, Ari nembak gue karena dia beneran suka sama gue atau sekedar iseng belaka?"

"Ari kok nyebelin sih."

"Gue mendadak kepikiran gini kan jadinya."

Reatha sudah mematikan lampu kamarnya. Sudah benar-benar gelap karena lampu tidur yang ada di atas nakas pun sudah ia padamkan juga. Dengan harap matanya bisa segera terlelap agar besok pagi ia bisa bangun dengan cepat karena harus berangkat kerja pagi-pagi sebagaimana rutinitas Reatha selama ini.

Namun nihil. Alih-alih tertidur, Reatha malah resah sendiri di atas kasur. Dengan kasar ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Lalu tangannya memencar untuk mencari ponsel yang ia letakkan di atas nakas.

Reatha sudah duduk sila di kasurnya. Lampu tidur pun sudah menyala kembali sehingga mampu menciptakan cahaya remang di sekitar kamar tidurnya.

"Jadi jangan kaget kalau gue bakal gangguin lo mulai sekarang."

"Gue suka lo dari SMA, lo ingat itu kan, Tha."

"Jadi pacar gue."

Kalimat-kalimat itu terus berputar di dalam pikiran Reatha bagai kaset lama yang terus-menerus diputar kembali. Dan sialnya, ia tidak memiliki kuasa untuk menghentikan suara itu agar berhenti bergulir dalam pikirannya.

"Ahhhhhggggrttt. Gila, gila, gila.....gue bisa gila kalau gini caranya," pekik Reatha tanpa peduli dengan waktu yang sudah semakin larut.

Beruntungnya karena ia tinggal di hunian yang kedap suara. Sehingga sekencang apapun ia berteriak, tidak akan ada tetangga yang terganggu dengan suaranya.

Selimut yang menutupi tubuhnya sudah terhempas ke ujung kasur. Ponsel yang Reatha genggam pun hampir saja ia lempar andai saja ia tidak ingat bahwa ponsel itu baru dibelinya dua bulan yang lalu dari hasil gajinya sendiri selama bekerja di perusahaan multimedia.

Pikirannya masih juga berkelana pada satu manusia yang bernama Ari. Entah sampai kapan lelaki itu akan mengusik hidupnya seperti yang ia alami saat ini.

"Gimana kalau gue telepon Freya aja. Kayaknya setelah ngobrol sama dia, gue bisa tidur dengan tenang. Yah ... paling tidak gue dengar omelannya dia gitu. Kali aja bisa buat gue tidur lelap," gumamnya dengan penuh harap.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif....

"Sial," umpat Reatha saat nomor Freya tidak bisa dihubungi sama sekali.

Ia kembali melirik jam yang ada di ponselnya. "Sudah pukul dua pagi sih. Freya jelas udah tidur. Mana mungkin ia masih terjaga di jam seperti ini kayak gue sekarang."

Reatha menyerah ia terpaksa merebahkan tubuhnya kembali ke atas kasur. Selimut yang tadi sudah ia hempas jauh-jauh, kini kembali ia tarik lagi agar mampu menutupi tubuhnya.

Meski terasa sulit, Reatha berusaha untuk menutup matanya. Ia harus tidur, harus berusaha tertidur agar tidak kesiangan esok pagi.

Tetapi sayangnya, hanya selang satu menit saja, ia sudah kembali membuka matanya lagi.

"Telepon Kyla deh. Dia kan kadang tembus pagi karena main game. Kali aja dia bisa diajak ngobrol," jelas Reatha dengan penuh harap sebelum ia memencet tombol panggil pada nomor ponsel Kyla.

Reatha yang sibuk menunggu jawaban telepon dari Kyla mengisi waktu tunggunya dengan cara menggigit-gigit kukunya.

Cukup lama ia menunggu jawaban, sebelum akhirnya suara krasak krusuk terdengar di seberang sana.

ARIATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang