Automatic

161 23 2
                                    

"Tolong bilang ini semua bercanda." Seulgi bicara dengan tegas.

"Seul... Aku serius."

Genggaman tangannya padaku mulai mengerat. Gadis bermata monolid itu berdecih pelan.

"Joohyun, serius... Aku benar-benar marah padamu karena kau baru bilang sekarang. Atas dasar apa kau ingin bergabung di comeback ini? Katakan padaku, apa manajemen memaksamu untuk kembali? Apa yang CEO-nim katakan padamu?" Tanyanya dengan cepat. Gadis itu mulai mencercaku dengan beragam pertanyaan.

Aku menggeleng cepat. "Seul, manajemen tidak memaksaku. CEO-nim tidak menyuruhku, Seulgi."

"Jika manajemen tidak memaksamu, lalu kenapa?"

"Aku meminta mereka untuk kembali." Seketika mata monolid Seulgi membulat. "Aku meyakinkan mereka bahwa aku sudah siap untuk bergabung di comeback ini."

"Benarkah?" Seulgi menyisir rambutnya dengan frustasi ke belakang.

"Dengar, apa kau sudah berdiskusi dengan doktermu soal ini? Orang tuamu? Apa dokter mengizinkanmu untuk kembali? Apa kau tidak ingat bahwa kau baru mengalami serangan panik ketika kau ada di apartemen? Lalu sekarang kau bilang kau ingin kembali?"

Seulgi melepaskan genggamannya namun aku buru-buru memegang tangannya kembali. "Seulgi, tolong jangan marah padaku..."

"Kau menceritakan hal ini padaku dan menganggap bahwa aku tidak akan marah. Apa kau serius, Bae Joohyun?" Aku menutup mataku dengan takut. Bila Seulgi sudah memanggilku dengan nama lengkapku seperti ini berarti dia sangat marah.

"Seulgi... Aku akan kembali. Apa kau tidak senang?" Tanyaku pelan.

"Serius, Joohyun? Kau bertanya itu padaku?" Seulgi menghela napasnya dengan kasar. "Aku akan senang bila keadaannya tidak seperti ini. Aku tahu bahwa kondisimu belum stabil. Jangan tanya aku tahu darimana karena aku memang selalu memantaumu dari jauh."

Aku menatapnya kaget. "Kau... Memantauku? Aku kira kau... Seulgi, kau bilang bahwa kau butuh jarak dariku."

"Aku memang butuh jarak darimu, tapi bukan berarti aku tidak memantaumu, Joohyun. Aku bahkan tahu apa yang kau lakukan setiap harinya dan bagaimana kondisimu." Seulgi mengalihkan pandangannya dariku. "Aku berkomunikasi setiap hari dengan Eomma dan Jiyeon."

Seulgi kini menatapku dengan serius. "Lalu kenapa kau melakukan ini? Kenapa kau ingin kembali?"

"Aku tahu apa yang terjadi selama aku pergi. Aku juga tahu bagaimana kau sangat stress memikul semua tanggung jawab yang aku tinggalkan." Seulgi terlihat kaget mendengar penuturanku.

"Aku merasa bersalah, Seul. Aku bisa istirahat di rumah, sementara di luar sana kau menderita. Sekarang aku tahu kenapa kau meminta jarak dariku. Astaga, bahkan membayangkannya kau melakukan semua itu saja membuatku tak sanggup."

Mendengar itu seketika Seulgi membeku. "Siapa yang bilang itu padamu?"

"Aku..." Mendadak lidahku menjadi kelu.

"Apakah itu Seungwan?" Wajah Seulgi jadi sangat serius sekarang. "Bila itu Seungwan, aku bersumpah aku akan bicara padanya sekarang."

Aku menggeleng. "Tidak, bukan Seungwan."

"Kalau itu bukan Seungwan lalu siapa?" Seulgi menatapku bingung.

"Aku... " Aku menelan ludahku dengan cepat. "Aku memaksa Sooyoung untuk bercerita."

Seulgi menaikkan alisnya. "Sooyoung?"

Aku mengangguk. "Setelah aku pergi dari apartemen, Sooyoung menghubungiku untuk mengecek keadaanku. Kami berbicara dan aku memaksanya untuk bercerita tentangmu."

It has been a whileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang