Perihal Ciuman

724 60 0
                                    

"Kak Dani."

"Hmm?"

"Boleh cium?"

Danielle tersedak. Jantungnya seperti baru saja melompat ke tenggorokannya mendengar pertanyaan polos dekelnya itu.

"Ish, kamu tuh gausah selalu izin tauu. Nyosor aja gapapa udahhh."

"Nyosor..."
Kuping Haerin berubah merah padam mendengar saran vulgar pacarnya.

"Bukannya harus dapet consent dulu?"

"Jujur izin km tuh lebih kyk assault. Physical assault." Dani menepuk-nepuk dadanya seakan ia kesakitan.

Haerin selalu begini. Di saat-saat paling tidak Dani duga, Kang Haerin dengan polosnya akan meminta ciuman.

Sepasang mata kucingnya yang tajam akan memegang perhatian penuh Dani. Kemudian, dengan manis, ia menunggu jawabannya.

Dani bukanlah seseorang yang biasanya malu-malu. Bahkan, peran tersebut jatuh kepada Kang Haerin dalam hubungan mereka. Namun, sesuatu tentang tatapan pacarnya yang sesekali melirik bibirnya ditambah bayangan berciuman dengan Haerin yang ditanamkan di kepalanya oleh kata cium selalu membuat Dani kikuk.

Selanjutnya, seperti sebuah ritual:

1. Dani akan tertunduk, merona,

2. Mengiyakan Haerin atau sebatas mengangguk kecil,

3. membiarkan Haerin menuntun wajahnya untuk menatap matanya,

4. hingga akhirnya bibir mereka bertemu.

Selalu rutinitas yang sama. Akan tetapi Danielle tidak pernah gagal dibuat meleleh setiap kalinya.

"Emang kamu ngga malu nanya-nya?" Mengingat-ngingat ritual mereka saja sudah cukup untuk menyulut seluruh muka Danielle.

Haerin hanya cemberut kebingungan.

Ia melangkah mendekati Dani. Jemari lentiknya menyibak rambut Dani ke belakang telinganya yang sudah memerah. Kemudian Ia singgahkan kedua tangannya pada lekukan pinggang Dani, menariknya pelan.

"Yaudah, ngga kutanya lagi."
Ucap Haerin, setengah berbisik di telinga Danielle.

Jantung Danielle terasa ingin melompat keluar.

Danielle hanya bisa meremas lengan baju Haerin saat kekasihnya itu terus menatapi bibirnya. Akhirnya Haerin memejamkan matanya. Kepalanya ia miringkan, membentuk sudut dan lengkungan yang sempurna untuk wajah Dani lengkapi.

Dani menelan ludah. Mukanya yang tidak henti memerah membuat kepalanya pusing. Wangi pelembut pakaian serta sampo vanila haerin membuat lututnya lemah. Bibir merah kekasihnya yang menunggu, sedikit terbuka, membuatnya ikut memejamkan mata.

Hatinya berdebar tidak karuan menunggu kekasihnya menutup rapat jarak di antara mereka.




Deg



Deg



Deg




agak lama ya.


Dani membuka salah satu matanya.

Ia dapati Kang Haerin sudah tidak lagi memejamkan matanya. Pacarnya itu hanya tersenyum menatapi dirinya. Dani hampir bisa mendengar tawa yang sedang Haerin tahan dari getaran mulutnya.

Dani sudah tidak paham lagi harus dikemanakan mukanya.

Mungkin ke bahu Haerin, sambil memukuli lengannya.

"Nyebelin."

"Ahahahahha."

Haerin melepaskan tawanya sembari mendekap Danielle dengan erat. Sebuah upaya meredakan hujan pukulan kekasihnya itu.

"Kang haerinnnnnnn."

"Hadir."
Kang Haerin menyeringai dengan lebar.

"Udahlah gausah minta cium-cium—"

Haerin pun mencium Danielle.

Kali ini tanpa izin. Bahkan tanpa menunggu Danielle selesai merajuk.

Saat Haerin menarik diri dari ciuman mereka, matanya yang jahil tadi sudah tertunduk sayu. Ia menyibak rambutnya sendiri ke atas keningnya, memberikan Danielle kesempatan untuk mengintip sepasang telinganya yang telah memerah sempurna.

"Kyk gitu, kak?"
Haerin menghindari mata Danielle, sedikit malu dengan tingkahnya sendiri.

Alih-alih menjawab, Dani langsung menarik dasi Haerin kencang.

"Mending kamu lanjut cium aku."

Di situ Haerin dibuat paham. Mendengar kekasihnya mengucapkan kata cium kepadanya memang sedikit mendebarkan.

---

Saat bibir mereka bertemu untuk kedua kalinya, Haerin mulai menggerakkan mulut mereka.

Salah satu hal yang Danielle pelajari setelah berpacaran dengan Haerin adalah, adik kelasnya ini, entah sejak kapan dan bagaimana caranya, sangatlah mahir bercumbu.

Semua tarikan, dorongan, isapan, dan usapan gigi terasa sangat tepat. Danielle selalu berakhir meleleh dalam tuntunannya, membiarkan Haerin melakukan apapun terhadap dirinya. Entah itu menginterogasi isi mulutnya, atau menyandera lidahnya dalam sebuah isapan, semuanya Dani terima dengan rintihan kecil.

"H-haerin—mmh"

Danielle berpegang erat pada belakang kepala Haerin. Mengacak-ngacak rambutnya. Menariknya lebih dalam.

Dani juga memepelajari betapa sensitifnya telinga haerin.

Jika ia menyusurkan jemarinya pada lekukan telinga Haerin—yang dengan manisnya selalu menyala merah saat mereka berciuman—kekasihnya itu akan sedikit terkejut dan mengeluarkan suara-suara kecil yang bagi Danielle sangatlah menggemaskan.

"Mmh-"

Akan tetapi, bahkan dengan ulah Danielle, Haerin tetap sibuk melumat bibir kak pacarnya. Suara-suara kecilnya terbungkam ciuman mereka. Keusilan Danielle pun berakhir memakan tuannya sendiri karena sensasi getaran suara Haerin di bibir Danielle membuat kakinya tambah lemas.

Tentang Haerin lagi, jika ia sudah memulai sesuatu, sulit sekali untuk menghentikannya.

Ia terus mencium Dani hingga sekujur tubuh Dani terasa geli. Hingga lutut Dani menyerah dan Haerin harus mendudukkannya di atas meja. Hingga punggung Haerin lembab di dalam kemejanya saat tangan Dani menyusuri dan berpegang erat padanya.

Pada saat Dani akhirnya berhasil menghentikan Haerin, bibir mereka berdua sudah membengkak dan dihiasi liptint Dani yang membekas disekitar mulut keduanya.

Mereka berdua mengatur nafas masing-masing.

Sebagian dari kemeja mereka keluar dari dalam roknya. Rambut mereka mencuat kesana-kemari. Seluruh badan mereka ikut naik turun menarik nafas yang masih hangat.

Dan bagi Dani, saat ini Haerin terlihat sangat can—

"Cantik."

Ucap Haerin.
Wajahnya segera ia sembunyikan di pundak Dani.

Lagi-lagi seluruh indera Danielle dipenuhi oleh Haerin. Ia letakkan telapak tangannya di punggung Haerin, merasakan setiap tarikan nafasnya. Lagi-lagi dirinya dipenuhi oleh Kang Haerin.

Dan saat ia melirik keluar jendela, menyaksikan detik-detik terakhir dari senja, Danielle tersenyum. Lagi-lagi harinya dipenuhi oleh Kang Haerin.

"Haerinnie."

"Hmm?"

"I love you."

Daerin | Candyz Lokal AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang