5. Just A Formality

239 10 0
                                    

▪︎▪︎▪︎

Jennie tidak pernah rela dari pertama kakinya menginjak kawasan pernikahan ini. Melihat isian ballroom dan altar di dalam, Jennie tidak membuka matanya. Bahkan saat dia duduk di depan kaca rias, dia tidak bisa melihat dirinya sendiri. Ini bukan Jennie sekalipun wajahnya terlihat begitu cantik mengenakan dress putih dengan potongan yang unik.

Dia menghela napasnya berulang kali. Hari yang sudah Jennie hindari dalam doanya, akhirnya kembali menyapa. Ini adalah mimpi buruk yang pernah ada, dan Jennie seperti anak kecil yang tidak mengerti apa tujuan orang dewasa. Apakah ini yang dinamakan permainan cinta? Bukankah formalitas ini terlihat menjijikan? Bagaimana bisa Korea melegalkan hubungan macam ini? Jennie bahkan tak se-update ayahnya.

"Kau sangat cantik, Jennie-ssi." Ini bukan pujian pertama dari penata rias. Jennie bahkan sudah muak mendengarnya sedaritadi.

"Kamsahamnida, Eonni. Tapi, aku tak pernah terkesan akan hal ini." Jawab Jennie sarkas.

"Wae? Apakah karena pasanganmu seorang wanita?"

Tenggorokan Jennie seperti menyemburkan tsunami kuat dari sana. Dia benar-benar terganggu dengan kata pasanganmu dengan wanita. Seluruh tubuhnya seperti disengat listrik. Geli sekali dia memiliki pasangan bersama wanita. Jelas saja pasangannya hanya satu, seorang lelaki, Jung Jaewon.

"Eonni, kau tahu bukan urusan bisnis orang-orang seperti ini?" Jennie mengangkat sedikit kepalanya ke atas untuk mendongak.

"Maksudmu? Ini hanya pernikahan bisnis?"

"Of course! Mana mungkin aku memiliki perasaan pada seorang wanita lagi! Aku sudah memiliki kekasih, tapi karena ini adalah jalan gila yang Appa-ku pinta, aku sebagai robotnya hanya bisa patuh." Jennie mendengak sebal.

"Jinjja? Hanya keperluan bisnis? Aah... aku paham. Tapi, aku hanya tidak menyangka saja." Dia yang sembari memoles-moles wajah Jennie bergeleng-geleng disertai ekspresi konyolnya.

"Aku-pun tidak pernah menyangka ini akan terjadi. Aku terlalu muda untuk melakukan ini." Jennie memutar bola matanya tak percaya.

Sementara di dalam ruangan, tepatnya di atas altar Lisa sudah celingukan panik. Alih-alih merasa tenang, detak jantungnya berpacu lebih gila lagi. Dia melihat sisian altar penuh oleh bunga-bunga putih yang cantik. Pemain biola dan pianis, termasuk Rosè yang sekonyong-konyong tadi meminta mikrofon untuk menyumbangkan satu lagu. Jelas Lisa melarangnya untuk naik.

Bukan Lisa tidak percaya dengan suara merdu Si Chipmunk, dia hanya tidak ingin Rosè menyumbangkan lagu itu seolah-olah memang Lisa menerima semua ini. Dia tidak, dan dia tidak ingin melihat ekspresi Jennie yang mungkin bisa membuat sedikit relungnya tergores. Karena, mau bagaimanapun niat baiknya, Jennie tidak akan pernah berkesan. Bukankah tatapan sejak di meja privat itu adalah sebuah kebencian?

"Tenanglah. Kau akan semakin kaya-raya setelah ini." Ayahnya berbisik, namun Lisa hanya bisa berdecih.

"Aku adalah orang yang kaya-raya." Lisa mengungkap.

Lalu Lisa menoleh sekejap pada Rosè. Perempuan itu entah sedang menguyah apalagi, mulutnya sudah penuh. Tapi, Rosè mengangkat senyumnya selebar mungkin. Memberikan yang terbaik sembari mengacungkan jempolnya.

Tidak lama dari itu, seseorang dari pintu memberikan aba-aba dalam isyarat jarinya, yang berarti acara akan segera dimulai. Lisa menyingsingkan kerah jas-nya sebelum membuang napas gusar itu lamat-lamat. Dalam hitungan detik, ruangan ini mendadak hening dan hanya terdengar suara detak jantung masing-masing. Detak jantung Lisa ketika memandang pintu ballroom, dan detak jantung Jennie gusar Jennie untuk maju kesana.

Business Love | Jenlisa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang