13. PERPISAHAN DI BANDARA

28 3 0
                                    

Jeno berdiri dan melamun beberapa menit, ia melihat beberapa orang di depannya dengan tatapan tak percaya dan mengamati dari bawah hingga ke atas. Barusan laki-laki itu masuk kerumah Winter, bahkan gadis itu sendiri yang menyuruhnya masuk. Tentu Jeno sangat bahagia, ia bahkan sengaja memakai parfum agak banyak dan merapikan rambutnya karena merasa hari ini adalah hari yang berbeda, hari yang istimewa baginya dimana Winter tumben sekali mengajaknya dan membuat janji dengannya.

Jeno terkejut melihat beberapa koper ada di sudut ruang tamu rumah Winter, ditambah Haerin dan mama Winter yang tampil dengan rapi, seperti hendak pergi ke suatu tempat. Dalam hatinya Jeno mulai hawatir, koper yang dibawa cukup besar dan jumlahnya ada tiga which is sama dengan jumlah dari isi rumah ini, sehingga Jeno langsung berpikiran bahwa Winter akan pergi.

"Kamu mau kemana?" tanya Jeno, menatap Winter dengan tatapan penuh tanya dan raut bingung.

Winter melipat kedua tangannya di dada, "ke bandara. anterin ya" ujar gadis itu sambil menepuk pundak kiri Jeno kemudian.

Mendengar itu kaki Jeno terasa lemas. Semua yang ia pikirkan dijalan sebelum tiba dirumah ini benar-benar langsung sirna, ia berpikir bahwa hari ini bisa menjadi catatan baru perjalanan mereka berdua dimana Jeno hanya memikirkan soal kencan. 

"kamu mau pergi kemana?" ucap Jeno dengan suara yang rendah dan terdengar lemah, wajahnya mulai pucat seperti hendak pingsan. Entah Jeno yang berlebihan tapi hatinya begitu sakit dengan semua bayangannya yang datang begitu saja saat mengetahui semuanya.

Jeno kembali memikirkan hal lain dalam benaknya, ia takut pujaan hatinya yang belum membalas perasaannya ini tiba-tiba pergi dimana ia tak dapat melihat lagi. Setiap hari bertemu saja sering merasakan komunikasi sepihak apalagi dengan jarak yang jauh.

Winter sengaja tidak membalas. Gadis itu malah mulai mendorong koper dan menyuruh adik serta mamanya keluar, sementara Jeno harus juga menurut membantu Winter membawa semua koper yang tersisa. Anehnya melihat wajah Jeno begitu sedih, Haerin maupun mama seperti sepakat untuk mengerjai Jeno, padahal tentu mereka tahu bahwa Winter tidak ikut pergi melainkan tinggal di Korea sendirian.

Sesampainya diluar rumah, Winter langsung duduk di samping kursi pengemudi sedangkan mama dan Haerin duduk bersandingan di belakang. Jeno yang baru saja selesai menyusun koper ke dalam bagasi pun menyusul masuk, laki-laki itu yang masih penasaran dan sedih hanya diam dan bermuka masam. Melihat air muka Jeno sebenarnya membuat Winter susah payah menahan tawa, karena baru kali ini Winter mengerjai seseorang dan ternyata itu sangatlah lucu.

Sementara itu dibelakang mama mulai berbisik ke Haerin, "kayaknya temen kakakmu mikir kalau semua orang pergi" dan adik Winter langsung mengangguk diikuti senyum yang tipis.

"Tapi dia tampak baik ya, tampan juga. Kenapa kakakmu nggak suka balik?" bisik mama, yang mulai penasaran setelah suatu malam Haerin bercerita tentang perasaan Jeno yang mungkin bilang seorang teman kepada mama padahal ada rasa cinta yang kuat di dalam hatinya.

Haerin menghela napas, ia lalu memalingkan muka melihat ke mama dan mulai berbisik juga, "dia aneh ma. Saudaranya juga nggak kalah aneh" mama mengangguk mengerti sambil menahan tawa.

Sepanjang waktu berlalu diperjalanan, tidak ada obrolan diantara mereka. Haerin dan mama ternyata tertidur karena lelah semalam menyiapkan semua hal, sedangkan Winter dan Jeno hanya menatap ke depan. Namun ada hal yang berbeda diantara mereka, biasanya Jeno yang banyak bicara dan mulai pembicaraan, tapi kini...

"Tumben kamu diam? sakit gigi lagi" Winter mulai bersuara.

Jeno meremas setirnya, bahkan saking tegangnya ia berkeringat dingin. Winter pun menoleh karena Jeno masih diam, laki-laki itu diam bukan karena tidak mau menjawab tetapi Jeno sedang sibuk memikirkan sesuatu yang belum terjadi.

2. HOW CAN I SAY ?? [Jeno × Winter] End 💨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang