Seharusnya semua perhatiannya Arin fokuskan pada acara. Meskipun dirinya tidak terlibat langsung di atas panggung, namun setidaknya Arin ada di deretan bangku penonton untuk melihat penampilan teman-temannya. Bukannya malah berdiri gelisah di belakang panggung seraya menggigit ibu jari.
Panggilan Naya dan Nisam yang menyuruhnya untuk beristirahat sejenak bahkan Arin hiraukan. Dia terlalu cemas tentang pesan terakhir yang Kava kirimkan sebelum acara dimulai. Cowok brengsek itu, seolah sudah tahu rencana Arin setelah acara ini dimulai tiba-tiba mengancamnya akan mengacaukan pertunjukkan drama club teaternya.
Arin rasanya ingin memukul wajah yang dia yakin tengah menampilkan ekspresi sombong itu.
Lelah karena terus mondar-mandir tidak jelas, akhirnya Arin mendudukkan diri di dekat kardus besar berisi kostum yang tidak digunakan. Punggungnya dia sandarkan pada tembok sembari terus mencoba menghubungi Kava yang mendadak tidak bisa dihubungi. Seolah sengaja menghindari Arin untuk membuat gadis itu semakin gelisah.
"Arin."
Arin menoleh ke arah asal suara. Di depannya, Mona dengan gaun yang luar biasa cantik menatap Arin dengan senyum menenangkan. Perempuan itu lalu berjongkok dan tangannya terulur untuk mengacak surai hitam Arin.
"Kenapa di sini? Gak nonton di depan? Naya sama Nisan udah duduk di kursi penonton loh," katanya lembut.
Arin menggeleng kecil. "Aku di sini aja. Lagian kan aku bisa nonton dari TV di sana. By the way, kak Mona cantik banget. Semangat tampilnya."
"Berkat kamu juga," Mona kembali berdiri. Dia lalu berjalan ke arah meja dan mengambil satu bungkus snack dari sana. "Makasih buat tulisannya. Kamu hebat banget."
Mendengar hal itu tak ayal membuat Arin tersenyum senang. "Kita semua hebat. Jadi semangat buat hari ini. Aku doain gak ada halangan apa-apa lagi."
"Aamiin. Yaudah, kakak siap-siap dulu. Abis ini giliran kita," ucap Mona. Perempuan itu lalu berjalan meninggalkan Arin setelah menyerahkan snack pada juniornya itu.
Senyum yang Arin tampilkan perlahan luntur ketika Mona sudah berjalan menuju stage. Terlebih ketika suara gemuruh dari penonton mulai terdengar. Arin mengusak rambutnya gelisah. Kakinya dengan cepat melangkah ke arah pintu keluar gedung acara. Lalu tepat ketika dia baru saja membuka pintu, Kava berdiri di depannya dengan sebuah senyum miring yang menyebalkan.
"Hai, Manis. Deg-degan nungguin gue dateng ya?" tanyanya seraya mengangkat dagu Arin agar menatap lurus padanya.
Arin menepis kesal tangan tersebut. "Mana rekamannya? Kamu udah janji mau copy filenya hari ini."
"Udah gue copy. Sisanya urusan Adhi."
"Terus udah dikasih ke-"
"Gue punya dua tiket nih. Buruan masuk dari pintu depan," potong Kava cepat. Tangannya menarik Arin agar mengikutinya untuk masuk lewat pintu masuk pengunjung.
"Kamu gak akan ngancurin acaranya kan?" tanya Arin disela-sela ringisannya karena cengkraman Kava yang cukup kuat.
"Gue gak pernah ingkar janji," Kava menghentikan langkahnya. Cowok itu lalu berbalik dan memosisikan kepalanya di samping kepala Arin. "Dan gue juga benci sama orang yang ingkar janji."
Arin sempat terdiam. Lalu tak lama gadis itu berdehem canggung dan bergeser agar menjauh dari Kava. Manik sayunya menatap Kava dengan sorot kesal. "Iya. Aku gak akan minta putus sampe kamu sendiri yang mutusin aku."
Kava tersenyum miring. "Goodgirl."
<><><>
Pertunjukkan pentas drama musikal yang ditampilkan oleh club teaternya berhasil memperbaiki mood Arin yang semula sangat buruk. Gadis itu tersenyum lebar ketika teman-teman satu clubnya yang kini berada di atas panggung membungkuk sebagai ucapan terima kasih. Kedua tangannya bahkan tidak berhenti bertepuk tangan bahkan setelah mereka kembali ke backstage.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Scenario
Fiksi RemajaKehidupan penuh ketenangan yang Arin idam-idamkan terpaksa harus pupus ketika dia tidak sengaja bertemu dengan Kava. Cowok keras kepala yang seenak jidat mengklaimnya sebagai pacar hanya karena cowok itu tidak terima namanya dijadikan tokoh mengenas...