Haerin mengusap keringat diwajah yang terus mengalir, hampir seharian ia memangkas habis ilalang dan rerumputan didepan rumah lamanya.
Memutuskan untuk menaruh mesin pemotong rumput dan berjalan menuju Hanni yang senantiasa menunggu dibawah pohon maple.
"Apa yang sedang kau buat?" Ia mendudukkan diri disebelah Hanni, menatap penasaran pada sesuatu yang tengah gadis tersebut buat.
"Aku tak sengaja menemukan tanaman merambat didekat pohon" jawabnya sambil menunjukkan flower crown yang sedikit tidak karuan.
Haerin menggelengkan kepala dengan senyuman kecil terbentuk dari bibir. Segera mengambil flower crown dari genggaman Hanni.
"Jangan pernah menyentuh benda apapun secara sembarangan" wantinya sambil membenarkan lingkaran dari tanaman merambat tersebut. Menambah beberapa bunga liar yang berada disekitar tempat mereka duduk.
Senyum semakin mengembang saat melihat hasil karyanya yang benar-benar indah untuk dipandang.
Hanni tersentak saat merasakan sebuah benda diletakkan di atas kepalanya.
"Cantik sekali" bisik Haerin.
"Benarkah?" Tanya Hanni malu-malu, menyentuh flower crown dikepalanya.
Haerin menggeser tubuhnya hingga kini ia duduk saling berhadapan. Menata rambut gadis dihadapan, tidak lupa menyelipkannya dibelakang telinga.
Senyuman tampak semakin melebar dari keduanya.
"Sudah lama aku ingin memberitahu mu tentang ini, namun aku benar-benar malu untuk mengutarakannya. Tapi jujur saja kau benar-benar cantik" terdengar nada suaranya semakin menurun diakhir kalimat.
Wajah semakin memerah berbarengan dengan tawa kecil yang terdengar dari Hanni.
"Kau sangat manis Haerin, benar-benar manis" ucapnya dengan kedua tangan terangkat, hendak meraih wajah Haerin namun sebelum itu terjadi gadis tersebut segera menghindar.
"Jangan menyentuhnya, wajahku berkeringat"
Kedua tangan Hanni masih terangkat, namun senyumnya perlahan turun membuat Haerin merasa bersalah. Ujung baju ia gunakan untuk mengusap peluhnya.
Terlihat senyum Hanni kembali naik saat telapak tangannya menyentuh permukaan lembab namun lembut dikedua sisi wajah Haerin.
Seperti saat pertama kali menyentuh wajahnya, ia benar-benar memuja setiap lekuk wajah Haerin.
"Kau benar-benar berkeringat" bisik Hanni tak menyadari bahwa kini wajah keduanya semakin dekat.
Sementara itu Haerin tampak tenggelam dalam pikirannya. Menatap lama fitur wajah Hanni, hingga tatapannya jatuh pada bibir lembut gadis dihadapannya.
Tangannya naik, menggenggam erat kedua tangan Hanni yang masih setia bertengger di kedua sisi wajahnya. Detak jantung keduanya semakin berdebar kencang, seolah tengah berlomba.
Pada akhirnya Haerin menang, tatapannya tak pernah lepas dari kedua bola mata yang tampak redup kehilangan sinarnya.
Tatapan mata kembali turun pada bibir yang tampak lembut dihadapan, mengundangnya untuk merasakan sentuhan lembut tersebut. Tanpa sadar kepalanya semakin mengikis jarak diantara mereka.
"Ekhm! Permisi nona-nona, maaf mengganggu waktu-waktu indah kalian... Namun brunkål buatanku tidak bisa menunggu lama" ucap Alston membuat kedua gadis salah tingkah.
Ia segera membantu Hanni berdiri. Berjalan beriringan mengekori pria tua baik hati yang tengah membawa alat pemotong rumput.
Haerin menunduk malu karena hampir tertangkap basah, genggaman tangan keduanya sedikit mengencang mengisyaratkan bahwa mereka benar-benar gugup.
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
_