25

142 7 1
                                    

Hinata menutup matanya sementara penata rias menyapukan maskara di kelopak matanya. Terus terang, dia masa bodoh dengan penampilannya. Semua orang memuji kecantikannya namun dia tidak perduli. Dia hanya merasa bahwa pernikahan ini adalah tugas. Jika para perias dan penata acara sudah bekerja maka dia percaya bahwa tugasnya pasti lancar.

Hanya itu. Tak ada yang istimewa.

Hingga dayang kepercayaan kushina yang kini jadi dayang kepercayaannya, menghantarkan ramuan obat yang dia pesan. Para perias merasa heran dan dayang itu berkilah. "Calon permaisuri harus menjalankan upacara penyempurnaan pernikahan nantinya, tentu saja calon permaisuri membutuhkannya."

"Calon permaisuri masih muda. Saya kira ramuan terlalu berlebihan. Apalagi pangeran penguasa..." perias itu tidak meneruskan bicaranya, malah tersipu.

"Apa? Kau mau bilang bahwa pangeran penguasa yang justru membutuhkan ramuan itu?"

Para perias mengulum senyum.

"Sungguh tidak sopan!" Dayang itu tidak terima.

"Sudahlah," kata Hinata akhirnya. Dia mulai meminum ramuan itu. Rasanya sungguh pahit apalagi dua mangkuk ramuan ada di situ. Dia tahu ramuan apa tiap mangkuknya. Dia tetap meminumnya tanpa sisa walau pun harus merasakan kepahitan ganda. ",Terims kasih. Ini sangat berarti bagiku."

Dayang mengangguk. Para perias saling melirik. Hinata mtmbiarkan saja salah paham itu. Terserah mereka mau berpikir apa. Perias sudah mengaplikasikan lipstik dari kelopak mawar merah di bibirnya dan sapuan pemerah pipi membuat wajahnya sempurna.

"Saatnya mengenakan gaun pengantin, calon permaisuri."

Hinata mengangguk. Dia berdiri dan merentangkan tangan. Para dayang memakaikan busana pengantinnya yang bertumpuk dan rumit. Hingga tampilah pengantin wanita yang cantik.

Semua dayang terkagum. Bahkan Hiashi dan Hanabi yang menunggu di lorong depan istananya tertegun ketika melihatnya berjalan ke arah mereka.

"Ayahanda,"

Hinata bersujud di depan ayahnya. Hiashi menepuk puncak kepalanya. "Berdirilah, Nak. Kedudukanmu akan lebih tinggi dari kami."

Hinata bangkit dari sujudnya. Hanabi langsung memeluknya,"Kakak, kau benar-benar cantik hari ini."

"Terima kasih, Hanabi."

"Ayo, ayah rasa pengantin pria sudah menunggu." Hiashi mengingatkan kakak beradik itu. Hanabi melepaskan pelukannya dan mereka mengantarkan Hinata pada serangkaian upacara pernikahannya dengan Minato.

Serangkaian upacara pernikahan berjalan lancar. Pendeta memberikan doa doa untuk kebahagiaan mempelai. Rakyat bersuka cita, berharap pada pernikahan keduanya. Mereka tidak tahu bahwa kedua mempelai tidak fokus pada pernikahan. Angan keduanya pada hal lain. Hinata teringat pada Hiruto. Angan Minato tertuju pada Mikoto dan anak-anaknya. Namun, tidak ada kesalahan apa pun di upacara. Mungkin, keduanya memang multitasking.

Hingga acara meningkat pada pesta perayaan pernikahan. Para bangsawan dan rakyat sungguh begitu menikmati pesta. Beberapa punggawa kerajaan bahkan sudah mabuk. Namun Minato masih terjaga. Hinata pun memantapkan hatinya untuk menghadapi upacara penyempurnaan pernikahan.

Para dayang mulai menuntunnya untuk berdiri. Rakyat bersorak, memberikan ucapan selamat dan doa terbaik. Hinata dituntun untuk berjalan menuju kamar pengantinnya. Malam semakin larut. Tentu saja mereka harus menyendiri dalam kamar.

Setelah rangkaian upacara awal penyempurnaan. Minato membuka tudung kepala Hinata. Dia bisa melihat jari wanita itu saling meremas. Hinata gugup. Minato tahu itu.

Namun, mereka juga tahu bahwa para anggota dewan dan tetua Hyuga mengawasi mereka. Harapan untuk penyatuan keduanya begitu besar.

Minato pun berbisik,"Kau tidak harus melakukannya jika tidak mau."

Desire Of KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang