34 || Catatan Tersembunyi

207 30 10
                                    

ᴋᴇꜱᴇᴅɪʜᴀɴ ʏᴀɴɢ ʙᴇʀᴜꜱᴀʜᴀ ᴅɪᴜɴɢᴋᴀᴘᴋᴀɴ

.

.

Baru kemarin foto Shiqa disebarkan, dan pagi ini semua orang di kafetaria membicarakannya. Semua orang mendadak lebih fokus  dengan ponsel masing-masing dibanding makanan mereka.

Aiza melirik Sammy yang seperti biasa sibuk menyisihkan potongan seledri dari mangkuk sup. Selagi Sammy yang melakukannya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Para siswa tidak akan tahu siapa pengirim foto Shiqa yang sebenarnya.

Dia kembali pada ponselnya. Menggulir bagian komentar pada foto yang diunggah itu. Ada ribuan komentar dengan berbagai praduga maupun diskusi tak berujung, tapi sayangnya belum ada yang mengaku kenal dengan gadis di foto tersebut. Foto Shiqa mewabah bukan tanpa sebab. Itu dikarenakan narasi yang ditambahkan Sammy tentang ‘mencari orang hilang'.

“Dia alumni empat tahun yang lalu,” ujar Zahi. "Mana mungkin angkatan kita tahu itu."

Sesuatu mulai terasa mengganjal. Ini semua memang hanya untuk menguji kebenaran ucapan Pak Hilmi.

“Itu terjadi tepat saat perayaan kelulusan!” Tangan Aiza mengepal di atas meja. “Secara logika, kabar meninggalnya Shiqa pasti membuat heboh semua orang di hari itu—“

“Kecuali memang karena tidak ada satu pun yang peduli padanya,” potong Zahi.  “Aku rasa semua tulisannya di buku abu-abu itu sudah cukup menjelaskan kehidupannya selama ini.”

“Jika itu benar, aku jadi membayangkan bagaimana hidupnya yang begitu kesepian,” timpal Fath.

“Setidaknya dia punya satu orang yang dekat dengannya.” Sammy bermonolog.

Zahi berhenti menggulung mi. “Dia pasti sudah memprediksi ini semua. Kalau pun ada yang mengenalnya, orang itu juga pasti bagian darinya.”

“Misalnya Maya?” Mata Fath melebar lalu menurunkan volume suaranya. “Jangan bilang dia sebenarnya kaki tangan Shiqa.”

“Tapi Shiqa tidak ada hubungannya dengan video-video Teresa.” Aiza membantah tenang, meski itu mulai membuatnya otaknya kembali berpikir. “Maya juga bilang bahwa yang memberikan flash drive itu adalah teman dekat Teresa ....”

“Dan kita tidak tahu pasti siapa ‘teman dekat' yang dimaksud Maya.” Fath dapat membaca keraguan Aiza. “Kau tahu? Kau? kau?” desaknya seraya menuding bergantian ketiga temannya dengan brokoli yang masih tertusuk di ujung garpu. “Tidak ada yang tahu, ‘kan?”

“Bagaimana mungkin!” keluh Zahi. “Hubungan mereka bertolak belakang. Teresa itu pem-bully, sedangkan Shiqa adalah orang yang pernah di-bully.”

“Bro ....” Fath mendaratkan tangannya ke bahu Zahi. “Dia jelas sedang meneror kita. Ingat! Semua sudah ia rencanakan dengan rapi. Maya diracuni bukan tanpa sebab. Itu terjadi tepat ketika kita akan menemuinya. Lalu teman dekat Teresa yang dimaksud Maya, dia pasti di sini. Bersekolah di sini!”

Fath menebar tatapannya pada yang lain sebab mereka masih bergeming. “Singkatnya, Shiqa bukan anak baik lagi sekarang.”

Fath kemudian menyantap makanannya lagi dan membiarkan ketiga orang itu merenungi argumennya yang kian kritis. Mereka pun sejujurnya paham akan kecurigaan Fath, karena sejauh ini kemungkinan apa pun dapat terjadi.

“Kenapa Jia belum datang juga?” Aiza tersadar usai menengok jam besar di tengah ruangan.

Bahu Sammy terangkat. “Mungkin kelas mereka ada ulangan tambahan.”

CONSEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang