03; Yunanda di bully?

19 2 6
                                    

Vida membawa makanan yang telah ia masak barusan dengan Kalandra, walaupun ia hanya membantu mengupas bawang saja tetapi hal itu sudah sangat mempersingkat waktu ibunya memasak.

"Makanan sudah siap, yuk sarapan! Kala, tolong panggil ayah sama adikmu yang masih tidur itu. Biar bunda yang jagain yuyu."

Kalandra menganggukkan kepalanya lalu ia berlari ke kamar sang ayah dan adik kecilnya itu. Tampaknya ia tidak melepaskan kacatama las yang ia pakai sejak tadi... ah sudahlah biarkan saja.

Tok... tok... tok...

"Ayah, ayo sarapan! Ibu sudah selesai masak. Kalau gitu aku ke kamarnya Hildan dulu," Kalandra sedikit bergeser dari kamar ayahnya lalu mengetuk pintunya, "Hildan, yuk sarapan dulu! Jangan tidur terus, ini sudah hampir telat."

Tak lama kemudian Hildan pun keluar dari kamarnya, ia langsung mendekati Kalandra dan memeluknya seperti bayi yang tidak ingin ditinggal. Kalandra merasa ada yang memeluk lehernya dari arah belakang, ia menoleh ke belakang ternyata adiknya yang gemas itu.

Vida melihat anaknya sedang berperlukan, "Ekhem," dehamnya, "Ayo sarapan, jangan bermanja-manja dulu."

Hildan hanya cengengesan saat ditegur oleh ibunya, ia pun duduk di sebelah kakaknya yang cantik ini.

Suasanya mengapa jadi sunyi begini? Mau tidak mau, Kalandra harus mencairkan suasana yang canggung ini. "Karena semuanya sudah berkumpul, kita berdoa dulu sebelum makan. Yang mimpin doanya yuyu, oke dipersilahkan adik kecil."

Yunanda masih bingung dengan perkataan kakaknya itu, "Doa? Itu apa?"

"Sini tangannya," Kalandra membuka kedua tangan adiknya dengan telapak tangan yang menghadap ke arah atas, "nah sekarang berdoa."

Kalandra membenarkan posisi duduknya, "sekarang ikuti yang mas bilang, Alhamdulillahilladzi."

Awalnya memang sedikit bingung bagi Yunanda, ia pun mencoba mengikuti. "Alhamdulillahilladzi teyus apa?" tanyanya.

"Ath'amana,"

"Ath'amana," Yunanda melihat kakaknya untuk memastikan ucapannya sudah benar atau belum.

Kalandra mengangguk lalu melanjutkannya lagi, " wa saqana."

"Wa saqana," Yunanda melihat kakaknya lagi.

"Wa ja'alana,"

"Wa ja'alana," Yunanda melihat kakaknya lagi.

"Minal muslimin," setelah selesai, Kalandra mengusap wajahnya.

"Minal muslimin," Yunanda juga mengikuti apa yang dilakukan oleh kakaknya.

Mereka bertepuk tangan dengan meriah, kini suasana ruang makan menjadi ramai berkat ide Kalandra. Sebelumnya mereka saling berdiam diri dan tidak mengatakan apapun di saat sebelum makan.

"Karena sudah berdoa, ayo kita sarapan!" Ucap ibunya, "yuk silahkan diambil makanannya semuanya~"

Sebelum makan biasanya anak-anaknya akan mempersilahkan orang tuanya untuk mengambil nasi dan lauknya terlebih dahulu, kemudian setelah orang tuanya mengambil lauknya kini giliran anaknya. Dan mereka juga tidak boleh mengambil lauk yang jauh dari tempat mereka duduk. Namun jika jauh biasanya orang tua mereka akan mengambilkannya untuk anaknya.

Di saat orang tuanya makan, hanya Kalandra saja yang tidak makan karena ia harus menyuapi adiknya yang masih tidak bisa memakan makanannya sendiri. Tidak masalah Kalandra makan terakhir, asalkan adiknya bisa makan hingga kenyang.

Hildan melihat kakaknya yang masih tidak memakan makanannya, ia berniat untuk menyuapi kakaknya.

"Mas Kala, ayo buka mulutnya biar aku yang suapin." Ucapnya sambil menyodorkan sendok yang sudah berisi nasi dan lauk pauk.

Banjir Bandang, 2008Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang