"Hai Syafa, kau baru pulang jam segini?" Alex tersenyum cerah, menatap Syafa yang terlihat terkejut di hadapannya. Wanita itu tampak sangat lelah, dan hanya menaiki sepeda. Ya Tuhan, kenapa Syafa tidak naik motor.
"Lex, sejak kapan kamu di sini?" Tanya Syafa keheranan. Pasalnya, jakarta ke Sukabumi lumayan jauh. Untuk apa Alex repot-repot kemari.
"Kebetulan aku ada keperluan di sini. Meninjau proyek baruku dan Revan, adiknya tante kamu. Jadi, aku sekalian mampir."
"Oooh, gitu. Ayo masuk kalau gitu. Di losmen ada ruang tamunya."
"Oke, aku bawa Pizza tadi. Siapa tahu kamu lapar."
"Iya. Kebetulan aku belum makan."
Syafa tersenyum manis, dan Alex langsung mengangguk senang. Syafa sangat jarang tersenyum, ekspresinya selalu datar dan dingin. Melihatnya tersenyum seperti sekarang, Alex merasa Syafa benar-benar terlihat cantik. Alex sungguh sangat menyukai wanita itu.
Keduanya duduk di ruang tamu yang disediakan losmen. Tidak ada tamu lain karena rata-rata mereka menginap. Alex membawa sekotak Pizza dan satu ekor ayam crispy utuh. Melihatnya saja, Syafa sudah kenyang sendiri.
"Banyak sekali."
"Aku belum makan. Jadi, jika kau sudah kenyang nanti, aku akan menghabiskan sisanya."
Syafa tersenyum tipis, kemudian memakan Pizza yang dibawakan oleh Alex. Syafa seorang pecinta Pizza, ia hampir menghabiskan separuh pizza yang dibawakan oleh Alex tadi. Sementara Alex sibuk memakan ayam crispy-nya.
"Enak?" Tanya Alex sambil mengambil pizza, jujur ia penasaran Syafa bisa makan sampai selahap itu.
"Aku penyuka pizza. Ini sangat enak."
"Ayam ini juga enak, cobalah." Syafa menerima ayam dari Alex kemudian mencicipinya. Enak juga, saos barbeque-nya sangat terasa. Saos kejunya juga sangat enak.
Dan benar saja, ayam dan pizza itu habis beberapa saat kemudian. Alex membantu Syafa membereskan sisa-sisa makanannya kemudian mencuci tangan. Keduanya lalu kembali ke ruang tamu, Alex ingin beristirahat sebentar sebelum meneruskan perjalanannya.
"Bagaimana acaranya, sukses? Kau terlihat betah di sini."
"Lumayan. Di sini warganya ramah-ramah dan kami di sambut dengan baik. Tidak ada kendala yang berarti."
"Baguslah. Aku sempat berpikir kau tidak akan betah dengan suasana pedesaan."
"Menurutku lebih nyaman. Di sini sejuk, tidak panas seperti di kota."
Alex mengangguk setuju. Keduanya berbincang santai. Syafa, meskipun ekspresinya datar dan ala kadarnya, namun kini Syafa sedikit lebih terbuka padanya. Wanita itu juga terlihat tidak lagi risih saat bicara padanya.
Saat keduanya saling berbincang santai, suara deringan ponsel Alex terdengar nyaring. Suara deringan khas yang di pasang oleh seseorang. Alex menghembuskan napas berat, kemudian mengangkat panggilan video itu.
"Oooom!! Kok lama ngangkatnya."
Suara yang tidak asing membuat Syafa mengernyit heran menatap Alex, lelaki itu hanya menggidikkan bahunya sambil tersenyum pasrah, Syafa tertawa lirih.
"Om lagi istirahat di jalan. Ada apa Zelin?"
"Tadi aku khawatir, Om nggak angkat-angkat telponnya. Om juga nggak bales wa dari aku. Aku pikir Om kenapa-napa."
"Om lagi di jalan, nyetir. Nggak mungkin Om angkat telpon sambil nyetir. Nanti Om kena tilang."
"Om dimana?"
"Di Bogor. Memangnya kenapa?" Alex berbohong. Ia malas jika Zelin bertanya macam-macam seputar Sukabumi dimana Syafa berada. Entah kenapa, Alex merasa Zelin selalu ingin menjauhkannya dari Syafa. Padahal anak itu masih kecil, ada-ada saja.
"Aku mau momoroll. Belikan ya Om. Besok antarkan ke sekolahku."
"Wait Zelin!! kenapa kamu nggak beli sendiri."
"Pokoknya aku mau momoroll oleh-oleh dari Om. Anggap saja sebagai imbalan karena tempo hari aku traktir Om." Alex akhirnya mengangguk, malas berdebat dengan gadis rewel itu.
"Kamu kok masih pake seragam jam segini? Masak ada sekolah sampai sore?"
"Aku ada les matematika Om. Hari ini di wajibkan pakai seragam. Aku cantik nggak Om pake seragam gini?"
"Iya. Kamu cantik."
"Makasih Om. Aku udah tahu kok. Om, udah ya, aku mau mandi. Jangan lupa momoroll-nya."
"Oke."
Panggilan terhenti. Syafa terheran-heran dengan percakapan antara Alex dan Zelin. Kenapa keduanya nyambung sekali. Dan, dari mana juga Zelin memperoleh nomor Alex. Syafa sedari tadi menahan diri untuk tidak bertanya. Jika sampai Zelin tahu Alex ada bersamanya, pasti gadis cilik itu akan sangat marah padanya.
"Zelin?"
Alex mengangguk sambil terkekeh, menertawakan dirinya sendiri yang meladeni bocah perempuan manja itu. Mungkin demi menarik simpati seluruh keluarga Syafa, bahkan sepupu cilik Syafapun jadi akrab dengannya.
"Sejak kapan kamu akrab sama Zelin? Sepertinya obrolan kalian nyambung sekali."
"Kami bertemu beberapa hari yang lalu di restoran. Aku baru saja rapat saat ia dan mamanya menyapaku. Siapa sangka, ia mentraktirku. Padahal mamanya sepertinya tidak berniat mentraktir."
"Kalian sampai bertukar nomor ponsel?"
"Saat mamanya ke toilet, ia meminta nomor ponselku. Dan kau tahu lucunya, ia meminjam ponselku dan mencatat sendiri nomernya di sini. Tulisannya, My sweet Zelin."
Alex menunjukkan layar ponselnya yang bertuliskan nomor ponsel Zelin. Dan memang benar, tulisan nama itu My sweet Zelin dengan tanda love pink setelahnya. Syafa langsung tergelak pelan begitu melihatnya.
"Kau tahu, seandainya dia bukan anak kecil, aku mungkin berpikir kalau ia menyukaiku."
"Apa?"
"Hmmm, begitulah pemikiran konyolku, hehe. Dia hampir setiap hari mengirim pesan menanyakan kabarku. Ketika di tempat les dia kadang melakukan panggilan video. Katanya untuk mengusir kebosanannya. Astagaaaaa, aku bukan pengangguran hingga di ajak bercerita tentang pelajaran sekolah dan kisah-kisah asmara konyolnya. Ada-ada saja."
Syafa benar-benar menahan tawanya mendengar keluh kesah Alex. Andai Alex tahu kenyataan Zelin begitu menyukainya, entah bagaimana reaksi pria itu. Mungkin saja Alex akan pingsan karena takut di kira pedofil.
"Dan kau tahu, ia selalu menanyakan kapan aku bertemu denganmu. Entah apa tujuannya. Dan anehnya, aku selalu mengalah pada anak dominan itu. Aku takut dia ngambek, padahal kami baru kenal. Kata mamanya, dia akan marah dan ngambek jika keinginannya tidak di turuti."
"Omku sangat memanjakannya. Zelin memang begitu."
"Kau tahu, baru kali ini aku mengalah pada anak kecil yang rewel. Aku tidak membayangkan suaminya nanti harus sesabar apa."
Alex tergelak sendiri, membayangkan bagaimana nanti gadis cilik itu memperlakukan suaminya jika sudah menikah. Apa suaminya akan betah dengan sikap dominannya. Bahkan meminta oleh-oleh dari orang yang baru dikenal pun, gadis itu mampu melakukannya.
Syafa tersenyum sekilas. Ia tidak berani memberi tahu Alex jika Zelin benar-benar menyukai pria itu. Dan jika di pikir-pikir, apa nanti Zelin akan memusuhinya jika ia menerima lamaran Alex. Jujur saja, Zelin tipe yang arogan dan dominan meski umurnya baru sembilan tahun.
"Oh ya Fa, aku pulang dulu. Nanti keburu malam."
"Kamu langsung ke Jakarta?"
"Iya. Besok aku ada rapat penting. Jadi harus segera kembali."
Syafa mengangguk, ia mengantarkan Alex ke halaman losmen. Pria itu memasuki mobil lalu membuka kaca jendelanya. Setelah menyalakan mesin, Alex membunyikan klakson dan mulai meninggalkan halaman losmen di iringi tatapan datar Syafa yang entah kenapa membuatnya semakin hari semakin terpesona.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Frozen Flower (On Going)
RomantizmSyafa Armita Radjasa, wanita yang semasa gadisnya sangat ceria itu kini berubah 180 derajat setelah dewasa. Keadaan dan trauma membuat psikis dan mental sedikit terganggu, dan hal tersebut itu hanya di ketahui oleh ayahnya saja. Profesinya sebagai d...