Pukul 05.30 pagi
Pagi pagi sekali, Adara belanja bahan makanan di supermarket depan yang bukanya selalu pagi. Sekarang Adara ingin memasak kangkung kesukaan Gibran yang kebetulan juga kesukaan Arkana.
"Untung aja kesukaan mereka berdua sama, jadi gak perlu pusing deh" gumam Adara sambil memotong kecil kecil kangkungnya.
Setelah itu dia memotong bawang merah dan bawang putih untuk bumbu kangkungnya.
Taaakk
Adara menyalahkan kompor dan memanaskan minyak diwajan penggorengan. Saat sedang sibuk dengan masakannya, Adara dikagetkan dengan tangan melingkar di perutnya yang memeluknya dari belakang.
"Pagi istriku" siapa lagi kalau bukan Gibran.
"Sayang, kamu ngagetin aku aja. Aku kira kamu siapa" ujar Adara.
Gibran mencium aroma masakan yang digoreng Adara. "Heemm harum banget, pasti itu enak"
"Yah udah lepasin dulu, aku mau masak biar cepet selesai"
"Gak mau ah" tolak Gibran manja.
"Aku mau peluk kamu terus" lanjutnya.
"Kalau kamu peluk aku terus gimana aku mau selesai masaknya sayang" ujar Adara.
Gibran menggelengkan kepala, Adara hanya pasrah dan menerima sikap manja suaminya itu.
"Beli dimana bahan masakannya?" tanya Gibran.
"Itu supermarket depan" jawab Adara dengan tangan yang masih menggoreng kangkung.
Gibran hanya mengangguk. "Sayang" panggil Gibran lembut.
"Hm" jawab Adara.
"Kalau kamu hamil nanti, kamu mau punya anak berapa?" tanya Gibran.
"Eemm satu aja, kan udah ada Kana" jawab Adara.
"Tapi aku mau punya sebelas biar kayak geng halilintar gitu"
Adara kaget dan berbalik melepas pelukan dari Gibran.
"Kenapa?" tanya Gibran.
"Emangnya aku kucing bisa ngelahirin sebanyak itu" ujar Adara.
"Yah bisalah sayang" balas Gibran.
"Enggak ah satu aja"
Gibran kembali memeluk Adara dari belakang dan Adara kembali melanjutkan menggoreng masakannya.
"Emangnya kenapa? Kan ada tuh pepatah yang bilang. Kalau punya banyak anak berarti punya banyak rezeki, kamu gak mau banyak rezeki?"
"Yah kalau rezeki aku mau, tapi anaknya itu aku gak mau" balas Adara.
"Emangnya kenapa sih kok gak mau? Gak boleh nolak tau itu karunia dari Tuhan"
"Bukan gitu sayang, tapi itu sakit tau. Emangnya kamu cuma mau enaknya doang gak mau yang sakitnya" seru Adara.
"Iyh iyh. Dua aja gimana, tapi kembar" ujar Gibran.
"Emang bisa?"
"Yah kita tinggal program aja sayang, gampang kok"
Adara mengangguk. "Udah ihhh aku mau masak, kamu mandi sana bau kan mau kerja" ledek Adara.
"Iihh bau bau gini tapi kamu sayang kan" Gibran menyolek hidung Adara.
Adara tersenyum malu. "Iihh udah ah sana mandi"
"Iyh iyh sayang bawel ah"
"Oh yah aku ambil cuti dua minggu" ujar Gibran.
"Emang boleh cuti?"
"Yah boleh lah, orang itu kantor Papa aku" balas Gibran.
"Yah udah kalau gitu, mandi sana gih kan mau nganterin Kana sekolah"
"Iyh iyh sayang" ujar Gibran.
"Nah gitu dong harus nurut apa kata istri"
"Diihh kebalik, yang ada istri harus nurut sama suami"
"Salah yah" balas Adara cengegesan.
"Yah udah aku mandi"
"Sun dulu dong" lanjut Gibran.
Gibran yang masih belom melepaskan pelukannya menyodorkan pipinya untuk di cium oleh istrinya itu.
Cup
Adara pun mencium pipi Gibran dan sebaliknya Gibran mencium pipi Adara.
"Dah sayaang" Gibran melepas pelukan nya dan langsung pergi kembali kekamar atas dan madi di kamar mandi sana.
"Daahh" balas Adara.
Setelah Gibran pergi untuk mandi, Adara melanjutkan menggoreng hingga semuanya selesai dan siap dihidangkan untuk sarapan pagi.
.....
Pukul 07.00
Setelah mengantarkan Arkana sekolah, Gibran dan Adara berinisiatif untuk menemui kedua orang tua Adara dirumah. Sesampainya dirumah mereka berdua pun turun dan masuk langsung disambut oleh Rahsya dan Naura.
"Dari mana ini?" tanya Naura saat mereka sudah duduk disofa ruang tengah.
"Habis nganter Kana sekolah, sekalian mampir" jawab Adara.
"Gimana lo udah ngisi?" tanya Adara.
Naura memegang perutnya yang masih rata itu. "Masih belom diberi kepercayaan sama Allah untuk merawat karunia-Nya" balas Naura tersenyum.
Adara mengelus perut Naura. "Gue do'ain semoga lo cepet punya anak dan Kana punya adek"
"Kenapa gak lo aja yang ngasih Kana adek?" sambar Rahsya.
"Belom bikin" seru Gibran pelan tapi masih didenger oleh Adara.
Adara malu dan mencubit perut suaminya itu hingga membuatnya kesakitan.
"Aawwss sakit sayang, hobi banget sih cubitin suaminya" ringis Gibran.
"Biarin! Lagian ngomong, kan aku malu" ujar Adara.
"Iyh iyh maaf yah sayang yaa" Gibran mencium kening Adara agar dia tidak marah padanya.
"Jadi kalian belom-" Rahsya memotong ucapannya.
"Apa?!" Adara menatap tajam kakanya itu.
Rahsya menyatukan tangannya seperti orang sedang berciuman. "Gini" lanjutnya.
"Pasti karna ada Kana yah?" tanya Naura.
"Enggak kok" seru Adara.
"Gimana kalau Kana gue ajak jalan jalan aja, lo habisin waktu lo berdua" ucap Rahsya memberi ide.
"Ide bagus tuh, jadi kalain bisa berduaan tanpa ada gangguan dari Kana" sambung Naura.
"Tapi gue gakpapa kok kalau ada Kana dirumah" seru Adara.
"Yah lonya gakpapa tapi Gibran" ujar Rahsya.
Adara diam tak menjawab. "Udahlah Kana biar gue urus, lo berdua nikmati kebersamaan lo aja" ujar Rahsya.
"Gimana kalau kalian hanimun aja, enak tuh" ucap Naura.
"Kemana?" tanya Gibran.
"Gak ah dirumah aja" tolak Adara.
"Yah udah kalau itu mau kamu, aku sih ikut aja" balas Gibran.
"Berarti nanti pulang sekolah Kana kalian yang jemput?" tanya Adara.
"Iyh. Lo tenang aja Kana aman sama kita" balas Rahsya.
Setelah berdiskusi, Adara pun setuju jika Arkana dititipkan sebentar kepada kakanya dan kakak iparnya itu. Rahsya bener, mungkin dirinya tidak keberatan dengan adanya Arkana dirumah diawal pernikahannya tapi tidak tahu dengan Gibran mungkin dia sedikit keberatan dengan adanya Arkana dirumah diawal pernikahan mereka.
Setelah pembicaraan itu, Adara dan Gibran pergi ke kantor yang dimana sudah menyiapkan pembantu untuk rumah tangga. Gibran berinisiatif untuk menyewa pembantu dan menolong Adara membereskan pekerjaan rumah.
.....
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG PENGGANTI (GIDARA) [END]
Ficção GeralAdara Elgantara Prayoga, seorang singgle mom yang menjadi Ibu sekaligus sebagai Ayah untuk anak semata wayangnya. Dia beruntung memiliki keluarga yang terus membantunya membesarkan anaknya hingga dia besar kini. Trauma akan kehilangan terus menghan...