Suara yang tak asing membuatnya menoleh. Desir itu kembali hadir, bahkan sekarang semakin tidak beraturan. Dewa terlihat sangat tampan dengan kaus olahraga membungkus tubuhnya dan tampak peluh di dahi yang membuat dirinya semakin seksi.Sadar pikirannya berkelana, Gendhis menarik bibirnya lebar.
"Mas Dewa? Eum ... Mas Dewa ,kok, di sini?"
Mendengar pertanyaan Gendhis, Dewa menautkan alisnya dan tertawa kecil.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku kenapa kamu balik bertanya?"
Kembali dia menarik kedua sudut bibir. Meski Gendhis mencoba berusaha setenang mungkin, tetapi tetap saja seluruh tubuhnya tak bisa diajak kompromi.
"Iya, saya ... saya di sini sama ...."
"Sama siapa?" Dewa terlihat penasaran, dia ikut menelisik sekeliling seperti yang dilakukan Gendhis.
"Sama teman. Teman kerja saya," jawabnya saat tak berhasil menemukan sosok Linda.
Dewa mengangguk samar.
"Mas Dewa sama ...."
"Teman," potongnya cepat.
Sejenak mereka saling diam.
"Eum, Mas Dewa mau cobain kue ini? Ini enak deh!" Gendhis memecah ketegangannya.
Bagaimana hatinya tidak tidak bergemuruh. Jika Dewa berdiri sangat dekat di sebelahnya. Aroma parfum pria itu mengingatkannya pada saat mereka berdua di kamar beberapa waktu lalu ketika dia diajak Dewa untuk hadir reuni.
Pria beralis tebal itu menyipitkan matanya.
"Kue apa itu? Aku belum pernah coba sih!"
"Ini namanya kue talam abon, kue ini kesukaan Ibu.
"Oh ya?"
Gendhis mengangguk sembari menyodorkan satu potong kue bertabur abon tersebut.
"Oke, aku coba ya?"
Memamerkan dekik di pipi, Gendhis mengangguk.
"Gimana, enak? Mas Dewa suka?"
"Enak! Aku suka. Rasanya gurih!" Dewa lalu kembali memasukkan setengah dari gigitannya kembali ke mulut.
Gendhis tersenyum tipis menatap pria di sebelahnya. Sejenak dia lupa jika Dewa sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan.
Dia pun seakan lupa pada keinginan untuk melenyapkan perasaan indah yang tak bisa hilang dari hatinya itu. Dunianya terasa berhenti ketika menatap sepasang mata tajam, tetapi telah mampu meruntuhkan tembok kokoh yang dia bangun.
"Eum, Mas Dewa."
"Ya?"
"Itu, maaf ada yang ketinggalan." Dia menunjuk ujung bibirnya berharap Dewa paham jika ada sedikit sisa kue yang tertinggal di sana.
"Apa? Apa yang ketinggalan?" Dewa mengernyit sembari mengikuti apa yang dimaksud Gendhis, tetapi sisa kue itu masih ada di sana.
"Sebentar, maaf, ya, Mas."
Setelah kembali mengucap maaf, Gendhis mengulurkan tangannya ke arah sisa kue yang ada di sudut bibir pria itu. Kali ini mata mereka saling mengunci.
Baik Dewa maupun Gendhis tak bisa melepaskan pandangan, hingga tepukan tangan Linda di bahu Gendhis menyudahi semuanya.
"Sori, Dis! Kamu nyariin aku, ya? Maaf, ya. Aku tadi ketemu teman. Jadi dia itu dulu tinggal di kost-an kita, terus pindah gitu. Eh lama nggak ketemu ternyata dia udah nikah!" paparnya tanpa diminta. Linda tak menyadari jika kehadirannya telah menghentikan dua hati yang tengah saling berdialog.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setidaknya Kita (Sempat) Bersama (Sudah Terbit Ebook)
Ficción GeneralMemiliki trauma terhadap pria membuat Gendhis berusaha menutup hatinya meski sang ibu menginginkan agar Gendhis segera memiliki kekasih. Sang ayah yang meninggalkan dia, kakak dan ibunya begitu saja telah menorehkan luka di hatinya. Namun, hati tet...