Trink, Trank... Suara pedang itu saling beradu dan salah satu dari mereka kehilangan kekuatan pegangannya sehingga pedang yang dipengangnya terlempar.
"Sepertinya aku harus pergi, Maafkan aku Nate!" Setelah mengalahkan sahabatnya, dia menyarungkan pedangnya dan pergi berlari ke arah hutan.
................................................................................................................................................................
Aku masih berusaha mengatur nafasku, entah sudah berapa jauh aku berlari. Saat desaku sudah tidak terlihat lagi, kuperlambat langkahku untuk memulihkan staminaku. Masih dapat kurasakan kedua tangaku yang bergetar hebat akibat pertarungan itu. Aku tidak menyangka akan melawan sahabatku sendiri, Nate. Aku tidak tahu keputusan yang kuambil ini benar atau salah tapi menurutku ini adalah keputusan yang terbaik untuk tidak melibatkan mereka dalam masalah ini. Akupun kembali berjalan masuk ke dalam hutan yang lebat itu.
Ini yang terbaik, hal itulah yang ada dipiranku saat itu.
Keberhasilan pertarungan itu tak membuatku senang sama sekali. Setelah pertarugan itu berakhir, secepat kilat aku berlari menuruni bukit dan masuk ke dalam hutan yang lebat. Aku harus terus bergerak itulah yang ada dipiranku saat ini. Aku tak tahu jalan mana yang biasa digunakan agar bisa sampai di ibukota dengan cepat. Yang aku tahu ibukota kerajaan berada di Timur Laut desaku sehingga aku memutuskan untuk terus bergerak menuju Timur Laut di dalam hutan. Kuharap aku dapat segera menemukan jalan keluar dari hutan ini.
Perjalanan jauh seperti ini bukanlah hal yang mudah untuk anak seusiaku apalagi harus melewati hutan yang besar. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan, mungkin bergerak menurut insting adalah cara terbaik untuk bertahan hidup. Menjelang malam, kuistirahatkan diriku, mencari tempat untuk berteduh dan mengumpulkan beberapa ranting kering agar aku dapat menyalakan api untuk menghangatkan tubuhku.
Hawa dingin di dalam hutan membuatku tidak bisa tidur, memikirkan kasur hangat di kamarku dan teman-temanku yang akan membangunkanku di pagi hari sering sekali terlintas di dalam pikiranku. Sesekali ingatan akan pertarunganku dengan Nate terlintas dipikiranku. Aku merasa bersalah karena telah melukai Nate. Ingin sekali diriku melihat apakah Nate baik-baik saja, namun aku tak dapat melakukannya bila kulakukan mungkin aku tidak akan pernah bisa pergi dari tempat itu. Saat itu aku bisa merasakan air mataku mengalir di pipiku, aku tidak ingin memperlihatkannya di depan Nate sehingga aku berlari sekuat tenaga melewati hutan itu tanpa melihat sedikitpun ke belakang.
"Seorang kesatria tidak boleh terlihat menangis, air matanya hanya boleh jatuh di dalam hatinya. Pahlawan harus bertindak sendirian untuk menolong temannya." Kata-kata itu selalu diucapkanku untuk menghibur diriku. Aku tidak bisa membiarkan Nate dan Sylvia ikut bersamanku, mereka akan berada dalam bahaya . Aku harus rela meninggalkan semuanya. Memikirkan kampung halaman memang membuatku merasa nyaman tapi ini bukan saatnya berpikiran seperti itu. Tujuan, itu yang harus aku pikirankan. Mengapa aku melakukan perjalanan ini, mengapa aku sampai harus meninggalakan desaku. Itulah yang harus kupikirkan. Kabar-kabar buruk terus menghantuiku beberapa hari ini selama aku berada di desa. Banyak rumor yang beredar bahwa keluargaku dalam bahaya. Aku harus secepatnya kembali untuk melihat kondisi keluargaku. Hangatnya perapian yang kubuat tidak mengurangi kegelisahanku saat itu.
Pada hari ketiga aku kehabisan perbekalan yang kubawa dari desa. Tidak mudah untuk bertahan hidup di dalam hutan, medan yang sulit dan terkadang binatang liar sering kali kutemui. aku tidak bisa berburu dengan pedang ataupun memanjat pohon untuk memetik buah-buahan, hal ini menyulitkanku untuk mendapatkan makanan dan mencari tempat perlindungan di dalam hutan. Aku hanya berharap pada pohon buah berdahan rendah sehingga aku dapat mengumpulkan buahnya. Sesekali memang aku merasa kecewa karena kurangnya persiapanku mengenai perjalananku ini. Harusnya aku membawa busur panahku dan mengurangi lebih banyak buku. Aku kecewa karena terlalu membawa banyak buku tetapi tidak satupun yang dapat kubaca selama perjalananku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Valtear Project : Ellin Side Story
FantasyMenceritakan Perjalanan Ellin setelah dia pergi dari desanya. Bagaimana seseorang kesatria kecil yang lemah ini bertemu dengan Odessya. Mereka berkembang dan menjadi salah satu tokoh penting di dunia Valtear. "Beginilah takdir dari seorang kesatria...