BAGIAN KESEPULUH

19 11 0
                                    

Announcement

Hallo semua maaf yaa baru bisa up sekarang

Happy reading all:)

Malam Ini

Dalam malam aku melayang
Menaungi dingin dan hujan
Dalam angan ku ingin terbang
Bersama dengan sejuta kenangan
Malam sunyi aku sendiri
Memutar alunan tentang pergi
Akankah akal sehatku terus mencari
Kemana larinya sibuah hati
Malam ini aku bermimpi
Bersama dengan langit sunyi
Bolehkah kenyataan mengajakmu pergi
Tanpa meninggalkan sebuah ilusi


Aku mengupload sebait puisi ini pada akun instagram milikku. Ternyata dari banyaknya penonton cerita ada seseorang yang tidak aku kenal membalas ceritaku dengan kalimat “Wahh, puisinya bagus yaa. Aku suka”.

Kemudian aku membalas pesannya dengan kalimat “Terimakasih banyak telah menyukai karyaku”.

Aku pikir hanya sebatas kalimat itu, ternyata dia juga memiliki maksud lain untuk  berkenalan lebih dekat denganku.

Supaya nggak terlalu canggung, boleh kan aku mengajakmu untuk berkenalan?”

“Iya. Perkenalkan nama aku Raini asal dari Medan” balasku singkat

“Bagus banget yaa namanya, persis seperti puisi-puisi indahnya. Oh iyaa, Aku Joel asal dari Pekan baru. Aku boleh nggak minta di ajarin buat puisi sama kamu?”.

“Kalo boleh tau untuk apa yaa”

“Engga, pengen aja bisa buat puisi indah kaya punya kamu”.

“Ohh yaudah, nanti aku ajarin kalo gitu”

“Tapi, aku boleh kan minta nomor WhatsApp kamu biar komunikasinya lebih gampang?”

“Hah? Buat apa? Dari sini juga komunikasinya gampang kok”.

“Buat mempermudah aja. Yaudah kalo kamu ngga ngasih gak maksa kok. Pelit  banget no WhatsApp doang kok”.

Aku tidak tahu kenapa, rasanya sulit sekali untuk membuka diri kepada orang lain. Aku selalu punya seribu alasan untuk membatasi diriku untuk berkomunikasi dengan siapapun.

Maaf yaa. Tapi bagi aku WhatsApp itu privasi bagiku. Kalo memang niat kamu untuk belajar puisi aku pikir dari chat dari instagram juga nggak begitu ribet kok”

“Iya deh iyaa”.

“By the way sebelumnya, kalo aku ngechat dan belajar puisi bareng kamu nggak ada yang marah kan”.

Persis dugaanku, lelaki itu ternyata memiliki maksud lain untuk belajar membuat puisi bersamaku. Dia sengaja meminta nomor WhatsApp ku karena aku tau niatnya untuk adalah untuk mencoba lebih dekat lagi mengenalku. “Maaf tuan aku tidak segampang itu untuk didapatkan” ucapku dalam hati.

Maaf ya. Jika niat memang untuk belajar puisi, maka tidak akan ada yang marah, tetapi jika niat kamu buat yang lain sudah pasti ada yang marah. Kamu ngerti kana pa yang aku maksud?

“Iya, aku ngerti kok” balasnya singkat

“Oke. Kalau kamu memang niat buat belajar besok pagi kabarin aku kita mulai dari mana belajar membuat puisi nya”.

Aku yakin pasti setelah ini dia  tidak akan menghubungiku lagi, karena dia tahu  kalau aku sudah memiliki pacar. Hal seperti ini yang membuat aku susah untuk membuka diri kepada lelaki lain. Karena mereka hanya datang, singgah lalu pergi saat mereka sudah puas dengan rasa penasarannya.

Benar saja esok harinya lelaki itu menghilang begitu saja. Ternyata dia membalas pesanku bukan tertarik dengan puisi indahku, melainkan tertarik dengan diriku.

***BE CONTINUED***

Give Up for LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang