𝑉𝑜𝑡𝑒 𝑑𝑎𝑛 𝑐𝑜𝑚𝑚𝑒𝑛𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑝𝑎~
Hari ke hari sudah berlalu, dan segala kegiatan Ellera mulai dari mengurus usahanya, mengirim surat untuk Putra Mahkota sampai bersiap-siap untuk meminta maaf kepada sang tunangan.
Kini sudah tiba hari dimana ia meminta maaf, sebenarnya saat Avel mengatakan untuk ikut dengan Arez. Ellera merasa takut bagaimana jika ia meminta Arez agar dirinya ikut bersamanya malah ditolak dan dicaci maki rasanya masih lebih baik jika ditolak dan dicaci maki bagaimana jika kejadian seminggu lalu terulang, memikirkannya saja membuat Ellera merinding.
Jadi Ellera menyusun rencana, ia memutuskan untuk langsung ikut pergi bersama Arez tanpa mengatakannya jadi Arez tidak akan bisa menolaknya karena dapat menghambat waktu yang telah ditentukan. Mengingat Arez adalah orang yang benci keterlambatan sedikit pun. Ellera menjulukinya si paling tepat waktu.
Ellera melihat penampilannya di depan cermin full body, merasa pas dengan penampilannya, Ellera bergegas. Ia harus menjadi orang pertama yang sampai di mana kereta kuda diparkirkan. Jangan sampai Arez yang menjadi orang pertama tersebut.
Melihat Arez belum sampai sepertinya Ellera lah pemenangnya. Sebelum itu ia harus segera memposisikan dirinya layaknya antagonis yang semena-mena. Jika biasanya Ellera di novel langsung masuk saja, kali ini Yera ingin menampilkan hal yang berbeda, dirinya ingin menegaskan pada Arez bahwa dirinya lebih jahat ketimbang hari-hari yang lalu.
Ellera memposisikan dirinya menyender di kereta kuda sambil melipat tangannya, ia meninggikan dagunya. Tidak lupa ia berlatih terlebih dahulu sebelum Arez datang. Sembari memasang posisi tersebut ia mendengus. Kusir yang sedari tadi berada disekitar kereta kuda hanya bergetar ketakutan melihat Ellera dengan posisinya.
Tidak lama kemudian Arez datang bersama tangan kanannya yang berdasarkan ingatan Ellera sebelumnya, pria itu bernama Martin. Ellera langsung membenahi posisinya tidak lupa dengusan yang Ellera keluarkan.
Arez bersama Martin hanya menatap datar sikap Ellera. "Tidak cukup kuhajar seminggu yang lalu hah?" Tanya Arez dengan tatapan tajamnya sambil naik ke kereta kuda. "Y-yang benar saja" balas Ellera berusaha untuk tidak mengeluarkan wajah takutnya.
Ellera pun mengubah posisinya. "Tunggu!" Seru Arez menghentikan pergerakan Ellera "Kembali ke posisimu yang tadi dan berdengus lah dua kali" pinta Arez sambil menunjuk Ellera. Dengan polosnya Ellera melakukan seperti yang dipinta Arez.
Ekspresi Arez kini tidak terdefenisi setelah melihat Ellera melakukan apa yang dipintanya. "Jangan lakukan lagi, wajahmu seperti banteng... banteng merah" ujar Arez menggelengkan kepalanya menduduki dirinya di bangku kereta kuda.
"Wah kurang ajar, banteng merah kau bilang Arez!" Seru Ellera meninggikan suaranya. "Kau panggil aku apa tadi!!" Balas Arez juga meninggikan suaranya. Ellera yang terperanjat langsung gelagapan "A-ah tidak, maksudku Kak Arez... iya Kak Arez!".
Ellera mengelus dadanya, mengatur napasnya, padahal cuman gak pakai 'kak' tapi Arez aja udah semarah itu. "Hiih mengerikan kali satu manusia gila hormat ini".
Memang, berdasarkan ingatan dan cerita novel, disebutkan walaupun ketiga kakaknya memperlakukannya dirinya dengan kejam, Ellera tetap memanggil mereka dengan sebutan kakak dan berbicara dengan yang sopan. Ellera duduk di hadapan Arez sedangkan Martin duduk berbarengan dengan kusir.
"Lagi pula benar bukan kau menyerupai banteng merah? Lihat saja gaunmu yang berwarna merah, sudah pas bukan aku menyebutmu begitu" tutur Arez membuka percakapan di tengah perjalanan.
"Ya" singkat padat dan jelas, pandangan Ellera bahkan mengarah keluar. "Kau bahkan memakai model gaun yang sama seperti seminggu yang lalu, kenapa? Tidak punya gaun? Lady Elin saja selalu dibelikan gaun yang berbeda setiap hari oleh Yang Mulia Putra Mahkota". Perkataan Arez kali ini begitu memancing emosi Ellera.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Archduke Wants an Antagonist to be His Wife
Ficção HistóricaEllera. Benar, nama itu merupakan nama yang menjadi peran antagonis perempuan dalam novel yang pernah ia baca saat ia duduk di bangku kelas 1 SMA. 'Eh? Jangan-jangan... ei~ tidak mungkin seperti di dalam novel-novel' batin Yera.